10. Berakhir Dalam Kenangan

1.3K 48 1
                                    

Hei... Apa kau ingin mendengar sebuah kisah? Kisah mengenai dua manusia yang berbeda.

Jika kau bertanya "apa yang berbeda?" Maka akan kujawab  dengan balasan serupa  "mengapa kau tidak datang dan mendengarnya?"

Aku tidak akan memaksamu untuk mendengarkan kisah konyol ini. Tetapi untuk seseorang di luar sana, jika kau mendengar dengan baik kisah ini, aku harap kau menutup rapat mulutmu.

Hahaha, aku memang tidak berharap kisah ini tersebar luas menjadi sebuah legenda. Lagipula, ini hanyalah kisah lama yang terlupakan. Yah, walau begitu aku akan selalu mengingat kisah ini.

Kisah ini terjadi sekitar lima puluh tahun silam.

###

7 Oktober 2020

Meja itu dipukul dengan keras, membuat seisi ruang kelas terdiam seketika. Satu-satunya orang yang paling tua berdiri di sana dengan membawa buku pelajaran. Mata di balik lensa kacamata itu menatap anak didiknya yang kini memerhatikan dirinya.

"Sudah tenang?"

Hening menjawab pertanyaannya. Sejenak ia menghela napas dan meletakkan buku pelajarannya di meja guru, kemudian menaikkan gagang kacamatanya yang hampir jatuh.

"Hari ini kelas kita mendapat murid baru," ucapnya dengan tenang. Ia menatap pada pintu kelas yang menampilkan sosok gadis muda dengan seragam berbeda dari murid-murid lainnya. Perlahan, kaki itu melangkah memasuki kelas yang disambut dengan tatapan heran penghuni ruangan.

"Perkenalkan dirimu."

Gadis itu mengambil spidol dan menulis sebuah kata di papan tulis. Tertera nama 'Rasty' di sana.

Wajah yang dipenuhi pertanyaan tercetak jelas di semua murid.

"Namanya Rasty. Dia pindah ke sini karena pekerjaan orang tuanya. Berteman baik dengannya, ya?" jelas sang guru. Gadis itu―Rasty―menatap sang guru dan tangannya terangkat menunjuk mulutnya sendiri. Sang guru mengangguk seakan mengerti.

"Dan juga, Rasty itu penyandang disabilitas. Dia tunawicara, atau bahasa umumnya disebut bisu. Tolong maklumi kalau dia berkomunikasi melalui tulisan, ya?"

~~

Tangannya bergerak cepat dalam menggoreskan pensil pada kertas. Hanya untuk beberapa saat, karyanya telah selesai. Itu adalah gambaran mengenai seorang anak yang duduk seorang diri di bawah pohon rindang.

"Rasty! Apa yang kamu buat?" tanya murid yang duduk sebangku dengannya. Rasty menatapnya sejenak, kemudian menunjukkan semua hasil karyanya yang baru saja ia lakukan.

"Wah, bagus sekali!" seru murid sebangkunya―Salsa―yang melihat semua karya Rasty. "Kamu bisa saja bergabung dengan Komunitas Pecinta Sastra!"

Rasty menatapnya heran, ia memiringkan kepalanya dengan rasa penasaran. Seakan mengerti, Salsa menjelaskan maksud dari perkataannya. "Di sekolah ini, ada ekstrakulikuler bernama Korpentas, singkatan dari Komunitas Pecinta Sastra. Kulihat kamu pandai membuat sajak, jadi kupikir kamu tertarik untuk bergabung dengan Korpentas. Asal kamu tahu, aku juga ikut ekskul ini, lho!"

Rasty terlihat berpikir, kemudian Salsa menepuk bahunya. "Aku tidak memaksa. Kalau kamu memang mau bergabung, bilang saja!"

Tak lama, dering bel pertanda istirahat berbunyi. Salsa bangkit dari bangkunya. "Aku mau ke kantin, kamu ikut? Sekalian aja aku ajak kamu berkeliling."

Dengan pelan Rasty menggeleng.

"Oke, aku duluan, ya!"

Sosok Salsa menghilang di balik pintu kelas. Kini, hanya Rasty seorang diri di kelas. Kembali ke rutinitasnya, ia kembali menggambar.

Cerpen 10 Days ✔Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt