2. End Si Pengidap Didaskaleinophobia

284 23 4
                                    

"End ngompol lagi bu!"

Suara salah satu anak membuat kelas di TK Hilda Booler berhenti sejenak, seluruh anak yang dekat dengan End menyingkir dan berteriak, mereka menatapnya dengan pandangan jijik.

"Memangnya kenapa kalau ngompol, semua orang juga pernah ngompol kan?"

Mereka tidak menanggapi perkataan End, salah seorang pengurus di TK tersebut menggiring End ke kamar mandi, mengganti celana End yang telah dibasahi oleh air seni. Sembari mengusap matanya yang sembap karena tangis, dia mengikuti pengurus TK ke dalam kamar kecil untuk mengganti celananya.

Setelah berada di dalam kamar kecil, End langsung mendapat tamparan keras dari pengurus itu. Tubuh kecilnya terjatuh keras ke lantai, pipinya langsung membiru dan sepertinya kakinya juga terkilir karena salah mendarat.

"Ibu pengurus ...."

End menatap wanita yang bertubuh kecil memakai kacamata dengan tatapan nanar, dia sudah sering diperlakukan seperti ini.

"Kamu belum kapok juga, haah! Berapa kali kamu harus merepotkanku dengan air kencing baumu itu. Sudahlah! Aku ingin meneruskan pekerjaanku yang sudah hampir jatuh tempo."

Pengurus TK itu pergi meninggalkan End yang terduduk memegangi lututnya, dari luar dia melemparkan celana dan handuk kecil, End hanya melihat tanpa bisa berkomentar.

Setelah kejadian itu, End sedang berjalan pulang menuju rumahnya, dia sedang menunggu bis di halte TK Hilda Booler yang berlokasi di Kota Sydney, Australia.

Sekarang bulan Juli, salju turun dari langit membentuk kristal es cantik yang indah, setiap tetesan salju membuat warna putih di udara. Dia memakai jaket tebal berbahan wol, dia juga sarung tangan bulu, kupluk, dan syal.

Bis pun datang tidak lama setelahnya, End naik dan langsung mengamankan kursi kosong paling belakang dekat dengan cermin. Pemandangan kota terlihat menawan ditemani warna putih salju yang menumpuk di atap rumah, pinggir jalan, pohon, di atas patung, dan dimana saja.

Dia melewati gedung ikonik Negara Australia, yaitu Sydney Opera House dari Jembatan Sydney. Di sungai yang hampir membeku, lewatlah beberapa kapal kecil untuk turis yang berlalu-lalang. Setelah dia membuka kaca jendela, angin dingin berhembus menembus kulit menusuk tulang, ia langsung menutupnya karena terlalu dingin.

Sepuluh menit berlalu, ia turun dari bus setelah membayar. Halte ini berlokasi cukup dekat dengan rumahnya, dia pun mulai berjalan ke kediamannya. Rumahnya berada di komplek perumahan elit, rumah besar seperti mansion berjejer rapi di setiap jalan.

Rumahnya berada hampir di ujung jalan, dia menekan bel di dekat gerbang. Secara otomatis, pintu gerbang terbuka secara perlahan, dia langsung masuk ke dalam.

Dia menghela nafas, uap muncul setelah dia membuang gas karbon dioksida dari proses pernafasannya. Seluruh taman di pearangannya berwarna putih, hampir tidak ada warna hijau.

Di depan pintu, munculah seorang wanita mengenakan seragam pelayan. Dia adalah pembantu yang telah ada sebelum End lahir, dialah orang tua yang End akui, bukan orang tua kandungnya yang pergi entah kemana, tidak pernah pulang selama lebih dari dua tahun.

"Bagaimana dengan sekolahmu hari ini?" Pelayan tua itu bertanya dengan senyum manis, ekspresi wajahnya yang tenang sangat menghangatkan hatinya di musim dingin ini.

"Baik seperti biasa, bibi masak apa hari ini? Aku sudah lapar," kata End sembari melepaskan jaket tebalnya, kupluk, syal, dan sarung tangannya kegantungan yang ada dibalik pintu.

"Hari ini bibi masak rebusan sayur, pie apel dan susu hangat favoritmu."

"Horee! Ayo bibi juga makan bersamaku!" Seru End sambil menarik lengan pelayan itu, dia hanya tersenyum dan menjawab.

Cerpen 10 Days ✔Where stories live. Discover now