23. Tolong, Menjauh Dariku!

165 5 0
                                    

“Anak-anak, dalam jam pelajaran olahraga hari ini kelas kita bergabung dengan kelas B dan C. Diharapkan semuanya dapat menyesuaikan diri dan tidak membuat keributan.”

“Baik!”

Belum genap satu menit guru menyelesaikan kalimatnya, anak-anak kelas C sudah ribut sendiri. Ada yang mengacau kelas lain, atau bergosip seperti yang satu ini.

“Hei, coba lihat orang itu. Sok anti sesama.”

“Benar, yang suka menyendiri begitu pasti sering jadi korban bully.”

Dan benar saja, para pembawa masalah itu menghampiri remaja yang sedang minum air mineral di salah satu sudut lapangan. Jumlah mereka lumayan, kalau bergerombol dan memutar di hadapan si remaja yang sedang sendirian itu pasti akan membuat kepalanya semakin sakit.

Salah seorang dari mereka merangkulnya.

“Yo, apa kau takut dengan panasnya matahari sampai-sampai berteduh begitu?”

“Takut kalau kulitmu menjadi gelap?”

“Maaf, tapi aku bukannya takut panas. Lagipula aku sudah mengikuti sesi pengambilan nilai tadi.” Zeth yang merasa terusik menepis rangkulan dari orang yang tidak dikenalnya. Tidak ingin kepergok kalau tubuhnya bergetar menahan sesak. Melihat kumpulan manusia di tengah lapangan saja sudah menguras keringat, apalagi kalau didekati begini.

* * *

“Hah! Hah! Hah!”

“Sialan! Lagi-lagi aku seperti ini. Tch!”

“Aku tidak suka didekati seperti itu!”

Sesosok remaja lelaki tampak mendekat ke salah satu sisi dinding gedung olahraga dengan sedikit tertatih setelah berhasil kabur dari kumpulan manusia di lapangan. Orang ini mencengkram kaus hitam yang masih dipakainya dan berusaha mengatur napas. Masih dengan keringat yang bercucuran, dia terduduk lemas sebelum memeluk lutut kemudian meringkuk seperti anak kecil yang menangis karena terpisah dari ibunya di tengah pusat perbelanjaan.

Melupakan fakta bahwa jam pelajaran olahraga masih berlangsung. Sementara teman-temannya yang lain masih berolahraga di lapangan, si surai gelap ini malah kabur dan berniat bolos jam pelajaran, lagi. Namun, salah seorang murid di lapangan ada yang menyadari ketiadaan teman sekelasnya itu.

Si pirang yang telah berhasil menemukan target pencarian berjalan mendekat. Dilihatnya remaja di depan sana dengan seksama. Zeth tidak bergeming sama sekali dari posisinya. Sambil bergetar menahan panik dia bergumam lirih diikuti gigi-gigi serinya yang saling beradu, “Bu-bukan.. bukan, bukan aku. Bukan aku yang melakukannya!”

* * *

Hari Sabtu, hari yang dinantikan di mana orang-orang pada umumnya akan bersenang-senang bersama keluarga. Namun tidak dengan Zeth, anak lelaki tujuh tahunan itu sangat tidak suka dengan yang namanya akhir pekan. Melihat kakaknya berusaha membagikan makanan ke semua anak di panti dengan susah payah membuat Zeth geram. Pasalnya, ibu pengurus akan memarahi mereka dengan alasan yang tidak jelas.

Misalnya, beberapa saat sesudah kejadian tiga jam yang lalu. Zed, kakak kembar Zeth membagikan roti isi kepada semua anak panti tanpa terkecuali. Namun, pengurus panti yang tak sengaja melihatnya langsung tersulut emosi.

“Apa kau sudah merasa kaya untuk membagikan makanan mahal itu kepada anak-anak lain? Semakin berani saja kau, ya?!” bentak pengurus panti dan langsung meninggalkan bekas tamparan di pipi kanan Zed.

Mereka berdua menjadi tontonan Zeth dan anak-anak lain yang masih berdiam di tempatnya masing-masing. Suasana suram menyelimuti mereka. Zed dalam masalah lagi, sampai kapan dia jera? Tidak dalam waktu dekat ini. Karena, ya kau tahulah bahwa Zed itu tipe-tipe heroik yang rela mengorbankan dirinya sendiri demi kebahagiaan orang lain.

Cerpen 10 Days ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang