Supermarket

639 33 1
                                    

Hi the readers. Before reading my story, don't forget to vote first by click the starnya ya... okey 😉.

Selamat membaca. Luv luv luv 😘

***

Congratulation and Celebration, hari ini aku sudah gajian. Aku menatap binar handphoneku, saat ini aku sedang mengecek m-banking dan melihat saldo di rekeningku bertambah. Berarti si Derrick sudah mentransfer gajiku. Senangnya.

Aku bergegas mempersiapkan diriku. Kebetulan hari ini libur, lebih baik aku pergi sekarang ke bank untuk mengambil uang sekalian ke supermarket untuk belanja bulanan. Aku memakai baju yang biasa-biasa saja, hanya mengenakan kaos, celana kulot, dan sandal jepit.

Setelah sampai di bank, aku langsung menuju mesin ATM. Mengecek kembali saldoku lalu mengambil sebagian gajiku untuk kasih daddy dan mommy, untuk belanja bulanan, untuk duit jajan Rey, dan untuk duit jajanku sendiri. Setelah selesai aku mencabut kartu ATM dan berjalan keluar dari bank. Aku masuk kedalam mobil lalu menjalankan mobilku menuju supermarket.

Sampailah aku di supermarket, aku memarkirkan mobilku lalu masuk ke dalam. Aku langsung mengambil troli dan mendorongnya menuju tempat daging dan sayuran. Aku ingin memasak sop daging. Belakangan ini aku sering beli makan diluar. Maka untuk menghemat pengeluaranku, aku mau masak, lumayan bisa makan untuk dua sampai tiga hari. Aku mengambil daging sapi, kentang, wortel, kol, daun bawang, seledri, kayu manis, biji pala, dan penyedap rasa.

Selesai dibagian daging dan sayur, aku mendorong troli menuju lorong yang disamping kanan kiriku terdapat rak bertingkat yang berisi snack dan biskuit. Aku memilih lalu mengambil snack apa yang akan aku beli untuk stok di apartemen dan di kantor. Semua snack yang ingin kubeli sudah kumasukan ke troli tetapi ada satu lagi snack yang ingin kuambil dari rak disamping kananku dan snack itu diletakan di rak yang sulit kuambil karena berada di bagian atas, lebih parahnya lagi letak snack itu agak masuk ke dalam. Aku melihat kanan kiri untuk meminta bantuan, tapi tidak ada orang sama sekali dan pegawai supermarket pun tidak ada hanya ada aku sendiri di lorong ini.

Kok gue kelihatan pendek sih, padahal tinggi gue 167 cm. Gerutuku dalam hati sambil menghentakkan kaki.

Aku tidak mau tau, pokoknya bagaimanapun caranya aku harus mendapatkan snack itu. Aku berjinjit lalu mencoba mengambil snack itu tapi gagal, aku mencoba selama empat kali dan tetap masih gagal. Percobaan kelima, aku berjinjit lalu menggunakan jari telunjuk dan jari tengah untuk mencapit snack itu dan akhirnya dapat. Aku langsung menarik snack itu. Tapi pada saat aku menariknya keluar, snack itu menyenggol snack disebelahnya dan akhirnya keduanya jatuh. Aku langsung berjongkok dan mengambil dua snack itu, tapi sebelum tanganku menyentuhnya, ada tangan lain yang lebih dulu mengambil dua snack itu. Aku mendongakkan kepala dan melihat siapa orangnya.

"Elo?!" seruku kaget berbarengan dengannya. "Ketemuan lagi kita." ucapnya sambil tersenyum. Aku tidak menyangka akan bertemu dengannya di sini. Tentu kalian tau siapa orang yang berada di depanku sekarang, siapa lagi kalau bukan si owner cafe.

"What are you doing here?" tanyanya. "Wash my face." jawabku seenaknya dan Dickson tertawa. Semua orang pasti sudah tau kalau ke supermarket itu untuk belanja, pakai nanya lagi.

"How about you?" tanyaku balik. "Nyokap suruh belanja." jawabnya dan aku hanya ber oh.

"Nih." Dickson menyerahkan dua snack yang tadi jatuh. "Can you help me put this on top? I didn't arrive." tolongku sambil menyodorkan snack yang tadi kesenggol dengan snack yang ingin kuambil. Dickson mengambilnya dan menaruhnya kembali tanpa berjinjit.

Enak banget sih tinggi, jadi iri deh. Kataku dalam hati.

"Thank you." ucapku dan Dickson tersenyum ramah. "Belanja sendirian kan? Yuk bareng sama gue!" ajak Dickson dan aku mengangguk.

Aku dan Dickson berjalan beriringan sambil mendorong troli kita masing-masing. Sekarang kami sedang menuju tempat buah, bukan aku yang ingin beli buah tapi Dickson, jadi aku temani dia.

"Don't choose that one! It's bad." ucapku ketika kami berada di rak buah apel dan aku melihat Dickson memasuk apel yang terlihat sedikit bonyok di bagian samping ke dalam kantong plastik bening. Mungkin dia tidak lihat.

"Bad?" ulang Dickson. "Iya, itu ada yang bonyok." ucapku sambil menunjuk bagian bonyok dari apel tersebut. Dickson melihatnya lalu meletakkan kembali apel itu ke rak.

"I don't know which one is good or bad." ucapnya dan aku langsung mengambil kantong plastik bening dari tangannya. "I help you. How many apples do you want?"

"Three." jawabnya. Aku mengambil apel satu persatu lalu membolak-balikannya, mengecek apakah bagus atau tidak dan ada yang bonyok atau tidak.

"Apel yang bagus kayak gini. Masih kenceng, warnanya gak pucat, dan gak ada coklat-coklat atau bonyok." Aku memperlihatkan kepada Dickson satu apel yang bagus. Dickson hanya memperhatikan lalu aku memasuk apel itu ke dalam kantong dan mencari dua apel lagi. "Selain apel ada lagi gak?" tanyaku. "Five oranges." jawabnya.

"Yaudah, nih lu bawa dulu untuk timbang dan gue cari jeruknya." Aku menyerahkan kantong plastik bening yang berisi tiga buah apel. Lalu Dickson mengambilnya dan pergi untuk menimbang sedangkan aku berpindah menuju rak jeruk.

Pada saat aku berpindah ke rak jeruk, aku mengambil kantong plastik bening yang sudah disediakan lalu memilih jeruk satu persatu sama seperti tadi. Ketika sedang memilih jeruk, aku bisa merasakan bahwa Dickson terus menatapku, bukan hanya pada saat sekarang, sebelumnya dia juga terus menatapku. Aku berusaha untuk biasa-biasa saja. Tapi jangan tanyakan apakah jantungku berdebar-debar atau tidak. Sudah pasti iya.

"What else?" tanyaku. "No, thats all. Thanks ya." ucapnya. "Your welcome. Makanya belajar, sering-sering ke supermarket, biar tau."

"Ya, but it goes with you." Dickson tersenyum jahil lalu aku memelototkan mata dan hendak ingin memukulnya tapi melesat karena Dickson sudah berlari untuk menimbang jeruk.

Aku geleng-geleng kepala melihatnya lalu memegang kedua pipiku. Lalu menghela napas karena tidak panas, berarti tidak blushing. Why you look at me like that? Can you stop look at me like that?

"Aish! Dasar owner cafe." gumamku.

***

Belanja sambil ditemani rasanya menyenangkan karena ada teman ngobrol. Barang belanjaan punyaku lebih banyak dari pada Dickson, tentu saja karena aku belanja bulanan sedangkan Dickson belanja yang diperlukan oleh mamanya. Kira-kira sudah satu jam setengah kami berbelanja. Dirasa semua barang yang ingin kubeli sudah ada di troli, kami berdua menuju kasir.

Aku tidak menyangka bahwa aku akan membawa empat kantong plastik besar dari semua belanjaanku. Cukup berat untuk membawanya ke mobil. Dan agar seimbang, kedua tanganku membawa masing-masing dua kantong.

"Cel, gue bantu." ucap Dickson ketika kami sudah membayar di kasir. "Gak usah, lu juga bawa banyak, gue bisa kok." tolakku dengan halus. "Gapapa, ini gue yang bawa." ucap Dickson kekeuh.

"Yaudah tukeran. Gue tenteng kantong punya lu dan lu tenteng punya gue" Kami saling tukeran kantong plastik lalu berjalan keluar dari supermarket.

Ketika sampai di mobilku, aku langsung membuka bagasi dan Dickson meletakkan empat kantong belanjaanku di sana. Setelah semuanya masuk, aku menutup bagasi lalu menyerahkan kantong belanjaanya.

"Thanks ya." ucapku dan Dickson menganggukkan kepala. "Nanti kita belanja bareng lagi ya." serunya dan aku terkekeh. "Oke." jawabku sambil tersenyum.

"Mobil lu dimana?" tanyaku. "Itu, di ujung." jawabnya. "Yaudah, gue balik dulu ya. Bye, Cel." Dickson berjalan menuju mobilnya. "Bye, hati-hati."

CAPPUCCINO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang