His Cousin

504 25 5
                                    

Hai the readers. Before reading my story, don't forget to vote first by click the starnya ya... okey 😉.

Selamat membaca. Luv luv luv 😘

***

Keesokkan harinya, aku datang ke cafenya Dickson setelah pulang kerja. Oh betapa rindunya aku dengan cafe ini apalagi si cangkir putih yang berisi cappuccino, minuman favoritku. 15 menit kemudian, Dickson datang dengan nampan berisi 2 cangkir cappuccino, satu untukku dan satu untuknya.

Cappuccino akhirnya kita bertemu! Seruku dalam hati.

Aku mengucapkan terima kasih lalu dengan cepat mengambil cangkir tersebut dan menyesapnya. Aku langsung speechless pada tegukan pertama. Ya ampun rasanya lebih enak dari sebelumnya. Apakah karena aku sudah lama tidak meminumnya?

"Gak usah cepet-cepet minumnya, gak ada yang minta kok." ujar Dickson disertai kekehannya. Aku meliriknya sekilas lalu menjawab "Terserah gue, kangen tau udah lama gak minum." balasku. "Kangen sama cappuccinonya atau kangen sama gue?"

Uhuk... Uhuk... Uhuk...

Aku langsung tersedak mendengar ucapannya sedangkan Dickson malah tertawa. Aku mengambil tisu dan mengelap bibirku lalu berkata dengan ketus "Geer banget lo!"

"Bilang aja lu juga kangen sama gue, gak usah malu-malu." goda Dickson. Aku hanya menatapnya jengah dan menjawab "Whatever."

Aku kembali menyesap cappuccinoku. "Bener kata lu kemaren kalau cappuccinonya lebih enak." ujarku tersenyum manis. "Oh tentu, buatan dari tangan dan hati seorang owner cafe gitu loh." Dickson tersenyum bangga. Kesombongannya membuatku mendegus "Gue tarik kata-kata gue, cappuccinonya biasa aja." Dickson langsung tertawa.

"Gimana sih buatnya? Buatan gue rasanya masih kurang sama lo." tanyaku. "Oh rahasia." Dickson tersenyum menyeringai lalu menyesap cappuccinonya. Aku mengerucutkan bibir. Si owner cafe ini ternyata pelit juga. Tapi benar juga sih, mana mungkin dia kasih tau resepnya kepada pembeli.

"Nanti gue kasih tau." ucap Dickson tiba-tiba. Aku memicingkan mataku "Serius?" Dickson tersenyum dan mengangguk "Iya, Key." Aku melengkungkan bibirku ke atas lalu berseru "Yes."

Akhirnya aku akan mengetahui resep minuman favoritku ini. Benar-benar kesempatan emas. Beruntungnya aku bisa mengenal Dickson. Jadi tidak sabar membuat cappuccino berdua dengannya. Kira-kira apa ya rahasianya?

Di tengah-tengah obrolan kami berdua, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu dan membukanya dengan pelan. Kami berdua langsung mengalihkan tatapan ke arah pintu tersebut dan tampaklah kepala wanita yang melongok. Aku sedikit kaget melihatnya. Dia perempuan yang waktu itu bersama Dickson di mall, sepupunya, Angel. Melihat kami berdua, wanita itu tersenyum sambil membuka lebar pintu lalu masuk dan menutup pintu.

"Sorry, apakah aku mengganggu?" tanyanya masih berdiri dihadapan kami berdua. "Kalau gue boleh jujur, jawabannya iya, elu mengganggu." jawab Dickson. Sepupunya menjawab oke lalu berbalik hendak pergi tapi Dickson langsung berkata

"Gue bercanda, lu gak ganggu kok. Malahan bagus lu dateng ke sini."

Sepupunya berdecak lalu berbalik menatap Dickson dengan kesal karena dijahili olehnya.

Lalu tatapan sepupunya langsung mengarah kepadaku. "Kenalin dia temen gue, Cecilia." ucap Dickson. Angel tersenyum lalu mengulurkan tanganya "Hai, nice to meet you. I'm Angel." Aku membalas uluran tanganya ikut tersenyum "Nice to meet you too, I'm Cecilia."

"Oh my god! Are you his girlfriend?"

Ucapanya seketika membuatku kaget lalu duduk di sebelahku. "No, of course not. We're just friends." jawabku sambil terkekeh. "Otw, Ngel." ujar Dickson membuatku menatapnya lalu dia juga menatapku dan mengedipkan sebelah matanya. "Oh, bentar lagi dong!" seru Angel lalu Dickson terkekeh dan aku langsung memberikan tatapan tajam untuknya.

"Jadi ini cafe lu?" Angel melihat sekeliling ruangan Dickson. "Iya memang kenapa?" tanya Dickson. "Jelek." jawabnya cepat. Dickson hanya memutar kedua bola matanya malas seperti sudah terbiasa mendengar hal itu. "Bodo amat, Ngel. Udah kebal gue. Dari kecil lu juga kayak gitu, semua yang gue kerjakan selalu jelek dimata lo." ucapan Dickson membuatku dan Angel tertawa.

"Mau gue bagusin gak? Gue kuliah designer nih." tanya Angel. "Gue tau lu kuliah itu, but no thanks." tolak Dickson mentah-mentah lalu menyesap cappuccinonya. "Yakin? Jangan sampe berubah pikiran loh karena gue enggak akan memberikan tawaran kedua." ujar Angel lalu terkikik "Iya, gue yakin seyakin yakinya gak bakal berubah pikiran. Lagian gue juga bisa cari designer lain." Dickson menatapnya sombong dan Angel hanya mengibaskan rambutnya tidak peduli.

Aku geleng-geleng kepala melihat interaksi mereka berdua lalu menyesap cappuccinoku yang sudah setengah.

Sekarang tatapan Angel mengarah padaku lalu dia bertanya "Lu udah berapa lama temenan sama Dickson?" Aku meletakkan cangkir cappuccinoku ke meja lalu menjawab "Sekitar 3 bulan."

Angel menatapku takjub "Wah! Gue kira baru seminggu." Aku terkekeh. "Lu tahan juga ya temenan sama dia." ujar Angel menepuk pundakku. Aku mengernyitkan kening "Memangnya kenapa?

Seketika Angel kaget sampai mulutnya terbuka. Lalu dia geleng-geleng kepala menatapku kagum "Wah gila lu!" Aku semakin mengernyitkan keningku. Angel menatap Dickson "Lu hoki punya temen kayak dia." Dickson tersenyum dan menjawab "Of course."

"Maksudnya?" tanyaku yang sedari tadi bingung. "Lu gak tau? He is stubborn and arrogant!" seru Angel dan aku langsung ber oh mengerti maksudnya. Lalu aku mengangguk mantap "Bener banget! Dia orangnya kayak gitu."

"Nah tuh lu tau. Kok bisa tahan sih sampe 4 bulan?" Aku tersenyum dan menatap ke arah Dickson "Kalau pertemanan kita baik-baik aja dan gak ada masalah, why not?" Dickson ikut tersenyum setelah mendengar jawabanku.

"Kita bisa temenan sampe lama karena dia suka sama gue, Ngel." ujar Dickson dengan senyum menggoda. "Apaan sih lo! Geer banget deh." ketusku lalu Angel terkikik. Aku tau kalau Dickson sengaja agar Angel tau.

"Tau gak, Ngel? Kemaren kita berantem karena lo." ucap Dickson. Aku berdecak dalam hati, dia pasti akan memberitahunya. "Gue? Memang gue kenapa?" tanya Angel. "Dia cemburu karena waktu itu dia lihat kita di mall." jawab Dickson dan aku membuang napas kasar.

Angel langsung menatapku lalu memegang kedua pundakku " Ya ampun, lu jangan salah paham, we're cousins." Aku tersenyum tipis "Iya, gue udah tau kok." Angel menghela napas "Tapi semuanya udah clear kan?" Aku menganggukan kepala.

Ya, semuanya sudah jelas dan sudah tidak ada lagi kesalahpahaman.

Hari ini aku senang karena mendapat teman baru. Namanya Angeline Gabrielle. Kulitnya putih, wajahnya cantik dan berambut hitam sebahu. Karakternya mirip dengan Sela. Heboh, kepo, dan cepat bergaul. Dia juga ramah dan pendengar yang baik.

Kami berdua bercerita dan berbincang-bincang hangat untuk saling mengenal satu sama lain. Angel menceritakan kepadaku tentang masa kecilnya bersama Dickson dan hal konyol tentang Dickson yang membuatku terus tertawa. Hal itu membuat Dickson mendengus dan merasa bosan sehingga dia memilih untuk turun ke bawah bekerja dan dia juga tidak mau mengganggu keseruan kami. Hingga akhirnya hanya kami berdua yang mengobrol di ruangan Dickson sampai malam. Serunya memiliki teman seperti Angel.

CAPPUCCINO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang