Explanation

631 32 1
                                    

Hi the readers. Before reading my story, don't forget to vote first by click the starnya ya... okey 😉.

Selamat membaca. Luv luv luv 😘

***

Aku sedang melamun menatap luar jendela sambil mengetuk-ngetuk pulpen ke meja. Kejadian beberapa menit yang lalu membuatku bertanya-tanya. Kenapa Dickson bisa ada di sini? Apa yang dia lakukan di sini? Dia kenal dengan Derrick? Apakah mereka rekan kerja?

Flashback

"Kalian berdua saling kenal?"

Aku langsung menatap Dickson mengisyaratkan untuk menjawab pertanyaan Derrick. "Oh, i-ya kita saling kenal."

"Hai." sapanya.

"Hai." sapaku balik sambil tersenyum.

"Sir, ini proposal pemasaran untuk luar negeri." Aku meletakkan map yang kupegang ke meja di hadapan Derrick.

"Oke, thanks." balas Derrick.

Aku menunduk hormat lalu membalikkan badan. Tapi Derrick menahanku dengan berkata "Wait, can you stay here for a moment? I want to talk with you two. You know each other, right?"

"Sorry, Sir. I can't I still have work to do. Excuse me." Dengan cepat aku menolak dan keluar dari ruangan Derrick.

Flashback off

Tiba-tiba aku terlonjak kaget ketika seseorang menepuk bahuku. Aku langsung menengokkan kepala melihat siapa yang menepuk bahuku dan ternyata dia adalah James.

Kok gue gak nyadar ya dia masuk? Tanyaku dalam hati.

"Cel, lu melamun ya? Dari tadi gue panggil gak jawab-jawab." tanyanya. "Oh ya, kenapa?" Kuletakkan pulpen yang kupegang ke meja. James menyodorkan gelas plastik berisi jus aplukat kepadaku "Nih jus buat lu." Aku mengambilnya lalu menjawab "Thank you James."

"Jangan melamun terus, nanti kesambet." Pesannya sebelum keluar dari ruanganku dan aku hanya terkekeh.


***

Tidak terasa hari sudah menjelang sore dan pekerjaanku hampir selesai.

Drrtt...
Handphoneku bergetar ketika aku sedang mengetik email. Aku mengambilnya lalu menyalakannya.

Dickson: Can we meet after you finish work?

Aku tersenyum membaca pesan dari Dickson. Aku mengerakkan kedua jempolku di layar handphone untuk menjawab pesannya.

Cecilia: Where?

Dickson: Gue jemput lu?

Cecilia: No thanks. Gue bawa mobil

Dickson: Yaudah nanti gue shareloc.

Cecilia: Oke

***

Aku sudah sampai di tempat yang Dickson kirim lokasinya. Ketika masuk, aku langsung menangkap sosoknya yang sedang duduk di dekat jendela. Kemeja biru yang dia kenakan dengan satu kancing bagian atas terbuka dan bagian lengan ditekuk sampai siku membuat aura ketampananya semakin terpancar.

"Hai." sapaku sambil menarik kursi dan duduk dihadapannya. Dickson menengokkan kepalanya menatapku lalu tersenyum dan membalas sapaanku. "Lu udah tunggu lama kah?" tanyaku sambil menurunkan tali tas dari pundak. "Belom, baru setikar 10 menit." jawabnya.

"Lu udah pesan?" tanyaku ketika pelayan sudah berada di meja kami. Dickson mengangguk. Selanjutnya aku memesan milk tea untuk diriku dan pelayan tersebut meninggalkan kami untuk memproses pesananku. Tak lama berselang pelayan lain datang mengantarkan kopi hitam yang Dickson pesan.

"So, what do you want to talk by asking me to meet? Aku membuka obrolan setelah pelayan berikutnya mengantarkan milk tea yang kupesan. "You know the answer and I know what you want to ask." ujarnya dan aku terkekeh.

"Okay, explain to me why you were there?" Aku mencondongkan tubuhku ke depan. Dickson tersenyum lalu menjawab "He's my friend." Aku langsung melongo menatapnya. Derrick dan Dickson temanan? Kok bisa?

"Are you serious?" tanyaku tidak percaya. " I'm serious, he's my friend." jawabnya. "Okay-okay, I still didn't expect. I thought you were his business partner."

Dickson mulai bercerita tentang pertemanannya dengan Derrick. Awal mereka berteman ketika mereka sama-sama mengikuti ekstrakulikuler yang sama. Mereka juga termasuk murid the most wanted di sekolah. Tapi ketika SMA, Derrick harus pulang ke kampung halamannya yang berada di Singapur untuk belajar menjadi penerus perusahaan papanya. Tapi pertemanan mereka masih berlanjut hingga sekarang.

"Sorry, gue potong. Lu gak masalah cerita semua ini ke gue?" tanyaku karena topik dia ceritakan sudah masuk ke dalam kisahnya sendiri. "I trust you, Key." Dickson tersenyum hangat menatapku. "Key?" Aku mengerutkan keningku. Darimana dia tau nama panggilanku?  "Your name Key right?" tanyanya memastikan. "How do you know?" tanyaku balik. "Derrick tell me." jawabnya.

Oh ternyata Derrick. Sepertinya aku harus mengintrogasinya untuk mengetahui apa yang dia ceritakan tentangku kepada Dickson. "Can I call you Key?" tanyanya dan aku mengangguk. "Kalau gue juga panggil lu El, boleh?"

"Sure!"

Dickson lanjut bercerita. Dia mulai menceritakan awal mula dia memiliki sebuah cafe. Kecintaannya terhadap kopi sejak SMA membuatnya ingin memiliki sebuah usaha sehingga orang tuanya membantunya untuk modal awalnya. Dia benar-benar menekuni keinginannya dengan kuliah di jurusan de cafe. Cafenya mulai beroperasi ketika dia lulus SMA sedangkan cafenya diurus sementara oleh papanya sampai dia lulus kuliah. Dickson juga memiliki seorang adik laki-laki bernama Jason Rafael Devin yang sekarang baru masuk kuliah.

"Now you turn. Tell me about youself. I want to know you deeply." Aku sudah menerka-nerka bahwa pertanyaan ini akan dilontarkan olehnya. Sebenarnya aku ingin mengalihkan pembicaraan, tapi rasanya tidak sopan dan tidak adil karena Dickson sudah menceritakan tentang dirinya kepadaku.

"Seperti yang udah lu tau, gue memiliki adik laki-laki bernama Marvel Reynaldo Mikhael, yang biasanya gue panggil Rey. Gue tinggal sendiri di apartemen sejak kuliah sampai sekarang. Orang tua gue punya bisnis yang usah dirintis sejak gue SD. Gue belom mau meneruskan bisnis keluarga untuk saat ini karena masih mau belajar lebih untuk memahami bisnis. Gue mau cari pengalaman dulu yang sesuai dengan bidang gue sendiri. Maka dari itu gue lebih pilih kerja dulu lalu setelah gue merasa udah siap semuanya, gue akan resign dari perusahaan Derrick dan meneruskan bisnis mereka." Aku tidak bercerita banyak, hanya seputar tentang perjalanan hidupku belakangan ini.

"Gue suka tipekal cewek seperti lu, smart and independet." ujarnya ketika aku selesai bercerita. Aku membalas dengan senyuman manisku. Aku senang ketika seseorang memujiku. "Lu yakin ingin meneruskan bisnis keluarga? Bagaimana dengan Marvel?" tanyanya. "Ya, gue akan meneruskannya. Tapi kalau gue udah menikah mungkin Rey yang akan menggantikan gue." jawabku dan Dickson hanya mengangguk-anggukan kepalanya.

"By the way, Derrick said that you're workaholic, is that true? " tanya Dickson "Ya, gue termasuk orang yang gila belajar di sekolah dan belanjut sampai kerja. Menurut gue untuk mendapatkan hasil yang maksimal gue harus berusaha dengan keras. Jadi terkadang gue bela-belain lembur demi kerjaan kelar." jawabku. "Wow! You look cool and ambitious." Dickson menatapku kagum dan aku hanya tersenyum.

"Thank you ya." ucapku ketika kami sudah berada di parkiran. "Your welcome." balasnya. "By the way, sop dagingnya gimana? Lu udah makan?" tanyaku sebelum masuk ke dalam mobil. "Udah, gue juga udah kasih coba ke mama gue. Mama gue bilang sop daging lu enak." ujarnya. Aku senang mendengarnya bahwa orang lain suka dengan masakanku. "Yaudah gue balik dulu. Bye, El." pamitku lalu dibalas olehnya "Bye, Key. Hati-hati ya.."

CAPPUCCINO Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin