5

3K 450 142
                                    

Aku meninggalkan seseorang yang seharusnya tidak aku tinggalkan.

Dan sekarang...

Aku menyesal.

***

Sembari menunggu hujan, perempuan dengan rambut hitam panjangnya ituu menatap ke arah kotak putih yang baru saja Soonyoung berikan padanya. Ia menatap kotak tersebut dengan pandangan kosong. Sementara itu, kedua tangannya mengepal kuat di bawah meja. Kau pikir semudah itu kau dapat meninggalkanku, Kwon Soonyoung? Jika aku tidak bisa mendapatkanmu, maka yang lain juga tidak akan bisa, batin Hwayoung.

Perempuan itu merogoh tas kecilnya guna mengambil ponselnya. Hwayoung mencari-cari satu nama yang ia pikir bisa diandalkan pada kasusnya saat ini. Perempuan itu menyambungkan panggilannya pada nama yang telah tertera di ponselnya.

"Aku butuh bantuanmu, Tuan Goblin."









~•°•~









Keesokan harinya, kala langit telah berubah gelap dan matahari telah tenggelam di ufuk barat, dengan sejuta perasaan yang tak dapat diartikan, Kwon Soonyoung melajukan mobilnya menuju rumah seseorang yang amat dicintainya. Awan gelap menggantung di angkasa sejauh mata memandang, tapi rintik hujan tak kunjung menetes. Ada apa dengan langit saat ini? Apa langit mengerti perasaan Soonyoung yang tidak karuan saat ini?

Kehampaan itu begitu menyakitkan. Air matanya menetes karena perih yang ia rasa. Keindahan dari setiap cerita yang ia rangkai sedemikian rupa dengan Jihoon bisa hancur begitu saja hanya dalam hitungan beberapa detik. Kebodohannya membuat sejuta kenangan yang ia rangkai bak puisi itu hancur tak bersisa. Yang tersisa kini adalah pesakitan yang Jihoon rasakan dan sesal yang terus menghantui Soonyoung setiap waktu. Walaupun ia tahu menangis tidak melepas bebannya saat ini, tapi hanya itulah yang bisa ia lakukan. Setiap tetes air mata itu adalah bentuk dari penyesalannya.

Lelaki itu pun menghela napasnya guna mengatur laju respirasinya yang tidak menentu. Sesak sedan itu terus bersarang dalam dadanya. Setelah acara menangisi kebodohannya itu, Soonyoung tidak sengaja menangkap suatu kejanggalan. Terdapat mobil hitam di belakang mobilnya yang terus saja membuntutinya jauh sebelum ia memasuki wilayah Busan. Merasa tidak enak hati, Soonyoung pun segera menyambungkan panggilan pada polisi.

"Sepertinya saya sedang dibuntuti," ujarnya.

"Baiklah, Tuan, bisakah Anda menyebutkan plat nomor dari mobil tersebut?"

"Sembilan—oh, tidak..."

"Tolong, jangan tutup panggilannya, Tuan!"

"Mereka menyalip kendaraanku," ujar Soonyoung memberitahu mereka.

"Beberapa petugas kami telah menuju ke tempat Anda, jangan tutup panggilannya agar kami bisa melacak posisi Anda, Tuan. Apa Anda baik-baik saja?"

"Ya, saya baik-baik saja, tapi..."

"Tapi, kenapa, Tuan?"

"Seseorang dari mereka meminta saya turun," ujar Soonyoung memberi tahu. "Dia memegang sebuah tongkat baseball berwarna hijau," tambah Soonyoung.

"Jangan ke luar dari mobilmu apa pun yang terjadi, Tuan. Petugas kami akan segera datang."

Seseorang dengan wajah yang tertutup masker hitam seraya membawa tongkat baseball itu menempelkan layar ponselnya di depan kaca mobil Soonyoung.

"Keluar atau kau tidak akan pernah bisa melihat orang yang paling kau cintai itu."

Mau tidak mau Soonyoung pun ke luar dari mobilnya dan mengabaikan polisi yang tengah berbicara padanya melalui sambungan telepon. Lelaki itu melempar ponselnya ke bangku penumpang yang sengaja ia biarkan menyala agar polisi tersebut masih bisa melacak nomor ponselnya.

Eccedentesiast | SoonHoonWhere stories live. Discover now