12

1.7K 181 38
                                    

Dalam sebuah hubungan pasti akan ada yang namanya permasalahan, besar atau kecilnya, bisa atau tidaknya mengendalikan permasalahan itu tergantung kepada setiap individu yang menjalankan hubungan tersebut. Bohong jika dibilang sebuah hubungan akan terus semanis coklat atau seindah mawar di musim semi. Kehidupan tak selamanya berada di jalan yang mulus, ada lika-liku yang harus dihadapi. Tujuannya adalah mendewasakan. Seperti yang dialami pada pasangan manis ini, mereka terlihat sangat romantis dan manis jika dilihat dari sudut pandang orang lain. Namun, dibalik itu semua pernah terlukis kenangan buruk pada kisah mereka. Bahkan masih ada sisa-sisa keraguan yang tersisa dalam benak Jihoon hingga saat ini.

Jika luka fisik bisa sembuh secara berkala dalam waktu yang singkat, tidak dengan luka hati. Luka hati yang Soonyoung torehkan bahkan bisa membuat sosok mungil itu menjadi sosok yang tidak berdaya. Luka yang Soonyoung goreskan menimbulkan guncangan hebat bagi Jihoon. Kestabilan jiwanya tidak lagi sama seperti dahulu. Tremor sering kali ia alami ketika jejak kenangan buruk itu terlintas dalam benaknya. Jika bisa dengan mudah melupakan pun Jihoon ingin rasanya melupakan semua mimpi buruk itu dari dalam kepalanya. Ia tidak ingin lagi dihantui dengan keraguaan pada sang suami. Ia ingin semuanya kembali seperti sedia kala.

Namun, semua itu pasti butuh proses. Bukan proses yang mudah untuk Soonyoung membawa kembali Jihoon pulan ke rumah mereka dengan segala macam ketakutan yang dirasakan oleh Jihoon saat itu bahkan hingga sekarang. Soonyoung harus lebih bekerja ekstra dalam membangun kembali kepercayaan Jihoon yang telah runtuh. Waktu demi waktu bergulir, kini senyum indah dari bibir Jihoon kembali terlukiskan. Gelak tawa dari lelaki yang amat ia cintai itu kembali terdengar nyaring mengisi keheningan malamnya yang dingin. Kehangatan dan juga kelembutan yang semula pergi kini telah kembali. Jika boleh jujur, Soonyoung akan betah dalam dekapan Jihoon seharian. Sosok penyayang berhati lembut itu benar-benar bisa membuatnya jatuh hati.

"Aku tidak ingin kerja," celetuk Soonyoung sambil menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya.

Sementara Jihoon yang mendengar itu langsung tersedak kuah sup ayam buatannya sendiri. Buru-buru Soonyoung menepuk punggung suaminya itu sambil memberikannya minum. "Pelan-pelan," tutur Soonyoung sambil membantu Jihoon menegak air minumnya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Soonyoung lagi sambil mengelap bibir Jihoon.

"Omonganmu itu membuatku tersedak tahu!" geram Jihoon.

"Memangnya aku bicara apa? Perasaan aku hanya bilang tidak ingin bekerja."

"Kau kemarin sudah tidak bekerja karena tidak ingin jauh dariku, sekarang apalagi?"

"Sekarang juga masih tidak ingin jauh darimu!" terangnya.

Jihoon yang mendengar itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menganga. "Bisa-bisanya kau, Kwon Soonyoung," heran Jihoon, "Pokoknya hari ini harus kerja. Jangan keenakan karena kau yang punya, harus bertanggung jawab, Soonyoung—ah," sambung Jihoon yang kini sudah membalikkan badannya dan kembali menyantap sarapannya.

Dengan wajah cemberutnya Soonyoung kembali ke tempat duduknya dan menyantap makanan itu dengan tidak selera. Merajuk dia; batin Jihoon. Jihoon tidak memperdulikan rajukan dari sang suami sebab kalau terus dibiarkan nanti kebiasaan untuk tidak pergi bekerja.

Soonyoung sendiri saat ini sudah berdiri dan berganti pakaian dengan jas dan kemeja yang telah Jihoon siapkan. "Masih marah?" tanya Jihoon sambil merapikan pakaian Soonyoung.

"Siapa yang marah?"

Jihoon terkekeh pelan mendengar rajukan dari Soonyoung. Tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba Jihoon memeluk Soonyoung dan membenamkan wajahnya di ceruk leher Soonyoung. "Aku juga sama tidak ingin jauh darimu, tapi aku tidak boleh egois," tutur Jihoon pelan.

Eccedentesiast | SoonHoonWhere stories live. Discover now