Bagian 3

51.8K 1.7K 32
                                    

Hari sudah gelap ketika Anna tiba dirumahnya.
Sunyi.

Dia hanya tinggal sendiri dirumah minimalis satu lantai bercat abu-abu gelap yang asri itu. Rumah yang mulai dia tempati sejak menikah dengan Frans hampir 3 tahun yang lalu. Mbok Nah, janda tanpa anak rumah itu yang biasa melakukan pekerjaan domestik rumah itu tidak menginap hari ini.

Tentu saja, karena tengah malam sebelumnya ada Frans di rumah. Mbok Nah yang tinggal persis hanya kurang dari satu kilometer dari rumah itu hanya akan menginap jika majikan lelakinya itu sedang dikota tempatnya bekerja, selebihnya jika Frans pulang dia hanya akan berada dirumah itu hingga pukul tiga sore.

"Biar kita punya privasi, Ann." Alasan Frans kala itu.

Setelah mengunci kembali pintu depan dan menyalakan semua lampu Anna langsung bergegas menuju kamarnya.
Campuran parfum dan aroma tubuh suaminya yang tertinggal masih terasa menelusup masuk indera penciumannya.

Diambilnya ponsel dari saku tas tangannya memeriksa pesan dan panggilan yang masuk. Ada beberapa pesan dan telepon dari mahasiswanya dan rekan sesama pengajar di kampus. Tapi tidak ada satupun nama suaminya di daftar log ponselnya.

Anna menghela napas. Frans pasti sudah tiba di Bandung sekarang. Dan samasekali tidak mengabarinya.

Memangnya, apa yang dia harapkan?
Sikap mesra suaminya setelah pengacuhan berulangkali yang dia lakukan dengan dalih profesionalisme?

Anna tersenyum kecut.
Frans benar, sepertinya dia sudah keterlaluan. Dia selalu ingin berlaku selayaknya istri yang baik terhadap suaminya. Namun entah kenapa di hadapan Frans keinginan itu selalu menguap entah kemana.

Diperlakukannya Frans dengan baik, mesra, penuh kasih sayang. Tapi jauh di dasar hatinya, sejujurnya diapun sadar sepenuhnya bahwa itu tidak dijalaninya dengan segenap hati dan jiwa.
Seperti ada bayangan hitam di sudut hatinya yang menghalanginya melepaskan keseluruhan dirinya pada lelaki yang telah bersamanya sejak lebih dari tiga tahun lalu.

Tiap kali mencoba meraba hatinya, Anna tau persis apa yang menghalanginya. Bukannya tidak pernah dia coba hilangkan. Tapi nyatanya setelah tahun demi tahun berlaku dia tetaplah bercokol dengan angkuh di sana.

Tak tergeser sedikitpun.
Tak terganti dengan lusinan lelaki yang datang silih berganti mengisi sepanjang waktu remajanya.
Bahkan dengan kehadiran seorang Frans Sumapradja dengan segala pesona dan cinta yang ditawarkannya.

Anna menimang ponselnya ragu, menghubungi suaminya atau tidak. Mereka harus bicara. Dia tahu betul itu. Dan mengingat disini dialah penyebab masalah yang terjadi maka sudah seharusnya dialah yang harus lebih dulu buka suara. Menyelesaikan apa yang mengganjal diantara mereka.

Anna masih termangu.
Lama kemudian baru diputuskannya meletakkan ponselnya di nakas dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Selesai pun dia hanya menatap ponselnya lama. Lalu menghela napas dan memilih menghempaskan tubuhnya di ranjang dan memejamkan mata.

Segalanya pasti akan baik-baik saja.
Seperti yang sudah-sudah.

***

Anna

Aku mengenalnya di sebuah seminar kesehatan yang diadakan sebuah universitas negeri di Bandung.
Dia sebagai salah satu pembicara. Sebelumnya, aku sudah cukup sering mendengar tentangnya. Reputasinya di dunia kesehatan, baik sebagai dokter maupun akademisi, cukup diakui. Aku beberapa kali mengikuti seminar yang menghadirkannya sebagai pembicara.

Kami bertemu di luar acara seminar di lobby hotel tempatku menginap. Kami kemudian berkenalan.
Kesan pertama yang kudapat dia jenis orang yang cerdas dan easy going. Dan tentu saja ehmmm... goodlooking.

UNFORGETTABLE CHEMISTRY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang