Bagian 4

43.5K 1.8K 43
                                    

Kampus masih sepi dari aktifitas perkuliahan. Baru jam setengah tujuh pagi ketika Anna memarkir Jazz merahnya di pelataran parkir yang masih tampak kosong. Karena tidak ada yang harus dikerjakannya sepagi ini, maka dia putuskan melangkah ke kantin khusus staf universitas yang sebelumnya tak pernah dikunjunginya sepagi ini.

Biasanya, dia sarapan di rumah dan baru akan sampai di kampus pukul setengah delapan pagi. Tapi suasana hatinya yang buruk membuatnya tak ingin berlama-lama melakukan aktifitas paginya di rumah. Alih-alih menyantap sarapan yang telah disiapkan mbok Nah, dia pilih melarikan diri ke tempat di mana sekiranya dia tidak sendirian.

Tapi keputusannya pun ternyata kurang tepat. Tentu saja, aktivitas perkuliahan paling pagi dimulai jam delapan. Kalaupun ada yang lebih pagi itu, adalah praktikum praktikum yang dilakukan di laboratorium. Bukan lagi wilayahnya, mengingat dirinya bukan lagi seorang asisten dosen yang kadangkala harus bertindak sebagai laboran.

Setelah memesan coklat panas dan omelet dia memilih tempat duduk di sudut ruangan yang masih sepi itu.

Pandangannya menerawang.

Sudah sepuluh hari sejak Frans memutuskan teleponnya dari bandara. Sejak saat itu, tak satupun pesan maupun telepon dari suaminya yang masuk ke ponselnya.

Sebelumnya, meski berjauhan dan sama-sama sibuk, tapi tak seharipun komunikasi mereka putus. Selalu ada berjam-jam percakapan telpon. Bermenit-menit sambungan skype atau setidaknya berbaris-baris pesan singkat atapun messenger yang menghubungkan mereka.

Anna tersenyum kecut mengingat suatu hari di tengah beban kerjanya yang menumpuk dan tingkah laku mahasiswanya yang kadang membuat kesabarannya habis, dia menyambungkan skype dengan Frans. Bukannya mengobrol, Anna malah menggoda suaminya itu dengan lingerie motif leopard dan meliuk-liukkan tubuh layaknya stripper profesional.

Dia hanya tertawa terbahak-bahak ketika didapatinya wajah suaminya itu memerah sedemikian rupa menahan hasrat, lalu mengumpatnya sebelum memutuskan sambungan skype.

Kemudian yang sama sekali tidak diduganya adalah, hampir lewat tengah malam Frans telah sampai di rumah. Masuk ke kamar mereka dalam kesunyian lalu menghajar Anna habis-habisan malam itu. Anna nyaris berteriak ketika merasa ada yang hendak memperkosanya. Tapi kemudian dia hanya terkekeh dan membiarkan suaminya membalas perbuatannya sore tadi.

Ah.... Frans.

Anna bukannya tidak menghubungi lelaki itu. Tapi tak satupun teleponnya diangkat. Dan walaupun masih menjawab pesan-pesan yang dikirimkan Anna, namun hanya balasan singkat dan acuh yang diterimanya.

"Sudah sampai. Maaf langsung operasi tadi."

" Iya. Baik."

"Besok ke Balikpapan."

" Iya. Jangan lupa makan."

Hanya itu.

Jelas Frans marah. Lelaki itu masih kecewa.
Tentu saja. Diapun sadar dia telah keterlaluan. Mengingat tiga tahun pernikahan mereka, dia sadar banyak sekali yang telah lelaki itu lakukan untuknya. Banyak yang telah dia korbankan demi rumahtangga mereka.

Sama sekali Frans tak mengeluh bahkan setelah tiga tahun tak juga hadir tangisan bayi di tengah keluarga mereka. Tak juga marah ketika berkali kali harus dirinya yang mengalah demi menuruti ego istrinya. Bahkan tak juga kecewa ketika sampai saat ini tak ada satupun kata cinta yang terucap dari bibir Anna.

Cinta.

Cinta?

Hey... bagaimana sebenarnya perasaannya pada Frans?
Bukan cinta yang menjadi alasan mereka menikah saat itu.
Hanya kompromi dan kecocokan.
Tentu saja hanya Frans lah yang pada akhirnya terlalu banyak berkompromi.

UNFORGETTABLE CHEMISTRY Where stories live. Discover now