Bagian 8

33.2K 1.5K 80
                                    

Anna menggeliat begitu membuka matanya. Matanya menyapu seisi kamar yang mulai sedikit terlihat benderang diterangi sinar mentari yang masih mengintip di langit timur.

Matanya melirik ke arah jam di atas nakas. Masih jam lima pagi.
Seulas senyum terukir begitu saja di bibir tipisnya menyadari sebuah lengan memeluk perutnya dari belakang. Dia merasa segar pagi ini, pusing di kepalanya juga sudah nyaris lenyap. Efek dari tidur yang sangat-sangat berkualitas semalam.

Setelah berhari-hari. Tentu saja pelukan dari orang yang sangat dia rindukan bisa jadi obat mujarab gangguan tidurnya selama ini.
Tak ingin membangunkan suaminya, pelan-pelan Anna membalik tubuhnya. Dan matanya membulat sempurna melihat lelaki itu sudah menatapnya dengan senyum.

"Sudah bangun?"

"Hmm, sejak sejam yang lalu."

Anna meringis.
Sejak menikah dengan Frans, dia mempelajari satu fakta, bahwa bahkan dalam keadaan selelah apapun lelaki itu bisa tidur dalam waktu dua tiga jam saja namun bisa langsung bangun dalam keadaan segar kembali.

Sebagai dokter bedah yang memiliki jam kerja tidak terbatas Frans sudah terlatih memanipulasi ritme biologis tubuhnya sendiri. Dia biasa jatuh tertidur jam sebelas malam seusai dinas dirumah sakit, lalu harus sudah siap berangkat lagi ke meja operasi satu atau dua jam selanjutnya. Itu yang dia ceritakan pada Anna.

Dan sepanjang kebersamaan mereka yang hanya satu dua hari di tiap minggunya, Anna menyaksikan sendiri kebiasaan itu. Dan masih saja terkagum-kagum hingga kini.

"Kok diem aja, nggak bangunin aku?"

"Sengaja. Kamu capek banget kayaknya."

Iya, capek nangisin kamu.

Hening.

"Frans,"

"Hmm?"

"Kamu marah sama aku?"

"Enggak Ann, sudah aku bilang dari semalam kan?"

"Tapi kamu nggak kasih kabar kayak biasanya. Lagipula, waktu itu kamu pergi dalam keadaan marah."

Frans hanya mendengus lalu matanya menatap langit-langit kamar.

"Marah sih enggak, cuma kesel dikit sama kamu. Memangnya, bisa gitu, aku sampe marah sama kamu?"

Anna terdiam.

"Aku sibuk Ann. Bener-nener sibuk. Banyak sekali yang aku mesti selesaikan selama sepuluh hari kemarin."

Anna mengulurkan tangan memijit pelipis suaminya.
"Dari dulu bukannya kerjaan kamu sudah banyak?"

"Iya, tapi aku harus selesaikan seluruh pekerjaan aku di rumah sakit, dan di kampus untuk sebulan kedepan kalau pengin segera pindah ke sini."

Anna mengerutkan keningnya. "Kamu... apa? Pindah?"

"Iya, pindah ke sini. Kenapa?"

"Kamu ngga becanda kan?"

Frans terdengar menghela nafas berat lalu mengembuskannya kasar. Ditatapnya wajah istrinya.

"Aku sudah mikir Ann, pernikahan kita, kebersamaan kita. Sebenarnya sejak awal aku merasa aneh karena kita masih saja hidup sendiri-sendiri walaupun sudah menikah. Dan aku mulai percaya pada apa yang mereka bilang kalau nggak seharusnya suami istri hidup terpisah. Akan mudah timbul banyak masalah. Kamu juga bisa lihat sendiri kan?"

"Tapi, kerjaan, karier dan semua yang kamu punyai disana? Semudah itu kamu tinggalkan?"

"Kita ngga mungkin memiliki segala sesuatunya dengan sempurna Ann. Kita nggak mungkin bisa memiliki semua yang kita inginkan dalam hidup. Dan kalau dalam ketidaksempurnaan itu kita ingin bahagia, yah kita harus berusaha. Menurut aku, salah satu sumber ketidakbahagiaan kita adalah karena kita berada berjauhan satu sama lain. Dan aku ingin mengatasi sumber masalahnya. Jarak. Jadi kupikir... kalau dengan sedikit kompromi bisa menghilangkan sumber ketidakbahagiaan kita, kenapa enggak?"

UNFORGETTABLE CHEMISTRY Where stories live. Discover now