Bagian 14

26.4K 1.3K 106
                                    

Whooaaa, rame amat yak, tab komen bab 13?
Tapi, masih teteup belum ngejar rekornya si Gandhi ya. Di bab yg dia 'nganu' itu, beberapa jam setelah di-publish, udah ada kurang lebih tujuh ratusan komen yg masuk.
And guess what?
Yeppp, semuanya makian, cacian, dan segala macam isi taman safari dan kebub binatang heheee.
Seneng deh saya, kalau yg baca pada emosi dan ngomel2 mueheheheh #siap digetok rame2 😆😆😆😆😆😆
==========================================================






Frans menatap langit malam kota Surabaya dari balkon kamarnya. Malam ini dia memutuskan menginap di sebuah hotel di dekat rumah sakit tempatnya bekerja.
Dia sempat bimbang hendak kemana menghabiskan malam ini. Rumahnya jelas-jelas adalah tempat terakhir yang ingin didatanginya.

Dia tidak ingin pulang kesana malam ini.
Tidak setelah apa yang dilihatnya tadi sore.

Dia tidak ingin, dia belum ingin bertemu Anna sebelum dibereskannya perasaannya yang kacau dan pikirannya terasa berantakan. Jika dia bertemu Anna sekarang, entahlah apa yang akan terjadi.

Langit malam Surabaya terang tanpa ditutupi awan. Sekilas dilihatnya kerlip lampu pesawat yang melintas di atas gedung hotelnya.

Frans menghela napas.
Baru beberapa jam yang lalu dia menapak turun tangga pesawat dengan hati luar biasa gembira akan bayangan pertemuan yang penuh kerinduan. Namun beberapa saat kemudian kebahagiaan yang membuncah itu menguap begitu saja.
Tinggal tersisa rasa terkejut, kecewa, hampa dan... amarah.

Istrinya berselingkuh?
Benarkah seperti itu?

Dia tidak ingin percaya, tapi mata dan telinganya masih berfungsi sempurna dan menangkap jelas apa yang dilakukan lelaki itu dan istrinya. Jadi otaknya secara rasional menerima bahwa kejadian tadi sore memang nyata.

Namun hatinya masih berusaha menyangkal, bahwa apa yang di lihat matanya, dan di dengar telinganya, mungkin tidaklah sama dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Tapi dengan posisi seperti itu...
Dengan semua kalimat yang diucapkan lelaki itu...
Dengan ciuman yang....
Aaaarrrrrggggghhhhhhhh!!!!!!

Frans berteriak frustrasi dalam hati.
Tangannya terkepal erat.
Nyaris dihantamnya tembok di belakang punggungnya demi melampiaskan rasa marah yang menjalari dadanya.

Namun urungkannya.
Jika dia lakukan, mungkin hatinya sedikit lega beroleh sedikit pelampiasan. Tapi tangannya pasti terluka, yang sudah pasti tak bisa digunakan memegang skalpel. Bagaimana jika besok seketika muncul kejadian darurat yang memaksanya segera berlari ke ruang operasi?

Maka kemudian akal sehatnyalah yang bicara.
Dia lelaki dewasa. Punya kendali penuh atas emosi di hati dan pemikiran di kepalanya. Bukan remaja tanggung yang selalu bertindak impulsif tanpa perhitungan.
Maka lagi-lagi dia hanya menghela napas dalam.

Lalu mengeluarkan sebungkus rokok dari sakunya mengambil sebatang lalu menyulutnya. Membiarkan kepulan asap yang tertiup dari mulutnya membawa jauh pergi sesak yang menghimpit dadanya.

Frans bukan perokok berat, tapi dia juga laki laki yang terkadang butuh pelampiasan. Karena alkohol jelas bukan pilihan bijak. Wanita, apalagi. Dia memang seorang dokter tapi dia juga manusia biasa. Dia tahu benar efek negatif batang-batang tembakau yang dihisapnya kini.

Asap-asap yang mengepul itu akan membakar paru-parunya. Tapi setidaknya, hatinya yang panas bisa didinginkan oleh tiap isapan yang diambilnya.

Lama Frans termangu dengan dada yang masih dipenuhi gejolak. Sudah lebih separuh isi bungkus rokok itu tandas berganti abu. Di batang ke tujuh yang belum separuhnya terbakar, dihentikannya kegiatan melubangi paru-paru itu. Di jejalkannya puntung rokok ke asbak marmer lalu melangkah meninggalkan balkon.

UNFORGETTABLE CHEMISTRY Where stories live. Discover now