Wattpad Original
Ada 10 bab gratis lagi

7. Butuh Teman

19.3K 1.5K 89
                                    

Mobil berhenti di tanah kosong yang sepi dan minim pencahayaan. Mobil yang menguntit sejak tadi juga ikut berhenti di sana, persis di belakang mobil Kim.

"Nekat banget tuh orang," kata Rey geram. Dia berniat turun dari mobil.

"Rey, jangan," cegah Raja. "Lo tetap di sini jaga Nona Kim. Biar gue yang turun," kata Raja kemudian.

Kim terkejut, itu sama saja dengan Raja cari mati. Bisa saja orang di mobil hitam itu langsung menembak pemuda itu. Dia pun menarik tangan Raja dan menggeleng pelan.

"Kamu tenang aja," kata Raja meyakinkan.

"Tapi..."

Raja membelai wajah Kim. "Jangan turun dari mobil sampe aku bilang aman," potong Raja.

Kim pun mengangguk.

Rey bengong melihat adegan sweet itu, Raja terlihat seperti kekasih Kim. Gue melewatkan sesuatu? Batinnya.

Raja pun turun dari mobil dan mendekati mobil hitam itu. Senjata di balik jasnya siap digunakan kapan saja bila dibutuhkan, matanya awas.

Orang dari mobil hitam itu turun, dia melepas kacamatanya dan berjalan ke arah Raja.

"Kenapa lo ngikutin mobil kita dari tadi?" tanya Raja tegas.

"Gue ada perlu sama Nona Kim," ujar orang itu.

"Keperluan apa?"

"Cuma Nona Kim yang boleh tau," ujar pria itu lagi.

"Oke, tapi gue berhak tau lo siapa."

Orang itu mengeluarkan sebuah card dari dalam jas hitamnya. "Berikan ini pada Nona Kim," suruhnya.

Card itu hanya berisi lambang kepala ular, selebihnya tidak ada tulisan apa-apa. Raja pun dengan waspada membawa card itu kepada Kim, dia mengetuk kaca mobil.

Kim menurunkan kaca mobil.

"Dia memberikan ini," kata Raja sambil menjulurkan kartu itu.

Kim mengambil kartu itu, matanya seketika tersentak dan dengan cepat dia keluar dari mobil kemudian berlari ke orang tadi.

Raja dan Rey mengikuti dari belakang, bersiaga.

"Dimana dia?!" tanya Kim dengan suara bergetar.

"Maaf Nona," orang itu mengangguk.

Tangan Kim terkulai lemas di sisi tubuhnya. "Siapa?" tanyanya lemah.

"Orang-orang Mami," beritahu pria itu.

Langkah Kim termundur ke belakang, dia meneteskan air mata. Lalu berlari ke mobil dan masuk ke dalamnya.

Raja dan Rey saling tatap, bingung dengan apa yang terjadi. Sementara orang tadi pergi membawa mobilnya meninggalkan mereka.

Keduanya pun kembali masuk ke dalam mobil. Terlihat Kim dengan wajah yang tak lagi bersahabat namun tetap diam.

"Jalan," suruh Kim.

Raja pun menjalankan mobil menuju pulang. Sepanjang perjalanan dia tak banyak bertanya, hanya sesekali melirik Kim. Gadis itu menangis tanpa suara.

Kamu kenapa, Kim?

✾ ✾ ✾

Di kediaman Abraham, Raja sama sekali tidak bisa tenang. Dia gelisah memikirkan apa yang Kim lakukan di dalam kamar, karena dirinya dilarang masuk tadi.

"Arrghh, kenapa gue harus secemas ini sama tuh cewek? Dia itu bukan siapa-siapa elo, Raja. Lagian lo di sini buat nangkep bapaknya, fokus!" Raja mensugesti dirinya kembali untuk ingat pada tujuannya.

"Lo kenapa? Gue perhatiin gak tenang banget dari tadi," tanya Rey.

"Rey, menurut lo apa yang paling mungkin dilakukan oleh seorang cewek di dalam kamar sendirian?" tanya Raja dengan serius.

"Tidur," Jawab Rey enteng.

"Nggak mungki Rey. Dia terlihat sedih kan tadi?"

"Lo ngomongin Nona Kim?" Tany Rey curiga. "Eh, gue curiga lo sama Nona Kim..."

PRANG!

Terdengar suara pecahan kaca dari dalam kamar Kim, membuat Raja dan Rey tersentak. Dengan cepat, Raja membuka pintu lalu masuk ke dalam bersama Rey.

Betapa terkejutnya mereka melihat cermin meja rias sudah berhamburan di lantai dalam keadaan pecah. Bahkan Kaki Kim menginjak pecahan itu.

"Keluar!" teriak Kim.

Raja dan Rey berhenti melangkah.

"Kalian keluar!!" teriak Kim lagi.

Raja dan Rey saling melirik.

"Lo keluar, Rey," perintah Raja.

"Dia nyuruh kita berdua, Ja. Bukan gue aja."

"Gue bilang keluar," tekan Raja.

Rey menggerutu dan akhirnya keluar. Raja menutup pintu, menguncinya dari dalam.

"Raja, keluaaarr!!" teriak Kim. Dia melangkah dan kembali terinjak pecahan beling. Hanya ada ringisan di wajahnya, sama sekali tidak mengeluh sakit padahal langkahnya itu sudah berdarah-darah.

Raja langsung mendekati. Tanpa meminta izin dia menggendong Kim dan membawanya ke atas ranjang. Kim duduk dengan kaki menjuntai ke bawah, dengan air mata yang meleleh turun di kedua pipinya.

Raja berlarian kesana kemari mencari kotak obat dan keperluan lainnya. Dia membawa itu semua ke dekat Kim, menarik kursi dan duduk di hadapan gadis itu.

Pelan-pelan, dia mengangkat kedua kaki Kim ke atas pahanya. Begitu banyak luka dan beling menancap di kulit gadis itu. "Kenapa sih kamu bodoh banget? Apa masalah akan selesai dengan cara kayak gini?" omel Raja.

"Aku udah nggak punya temen. Saru-satunya temen aku juga mereka habisin. Aku sendirian..." lirih Kim dalam isak tangisnya.

Sungguh, Raja tidak mengerti apa maksudnya. Dia bahkan bingung harus bertanya apa pada Kim.

"Namanya Rania, orang yang tadi ikutin kita adalah orang suruhan dari Bang Farhan. Gue minta Bang Farhan buat cari Rania, karena udah satu bulan ini dia menghilang. Gue nggak tau kenapa Mami nggak pernah suka kalau gue punya temen, padahal Rania itu baik. Dia satu-satunya yang ngerti gimana isi hati gue selama ini."

Oke, Raja mulai paham sekarang.

Jadi, Kim punya temen bernama Rania yang tiba-tiba menghilang begitu saja. Kim meminta bantuan seseorang untuk mencari tau keberadaan Rania dan orang yang tadi datang membawa kabar kalau Rania sudah meninggal.

"Jadi itu sebabnya kamu lebih memilih buat menyendiri?" tanya Raja.

Kim meringis ketika Raja mencabut beling dari kakinya, terutama saat lukanya disiram alkohol itu perih sekali. "Aku cuma takut semua orang yang dekat dengan aku dibunuh tanpa alasan."

Raja membalut kaki Kim dengab perban putih setelah segala proses mengobati selesai. Dia menatap Kim, "gimana kalau kamu nyoba buat berteman sama aku?" tanyanya.

Kim balas menatap Raja. Dia sedikit tertarik, tapi akhirnya menggeleng. "Kamu akan berakhir seperti mereka Raja," tolaknya.

"Kamu yakin banget aku akan segampang itu terbunuh?"

Kim menatap Raja begitu dalam.

"Apa alasan orang tua kamu nggak suka kamu punya temen?"

"Karena mereka nggak mau aku dipengaruhi. Apalagi kalau temen aku itu berasal dari kalangan yang nggak sejenis."

Raja mengangguk. "Aku ngerti, mereka takut kamu berubah haluan dan ninggalin mereka?"

Kim mengangguk. "Aku cuma butuh temen. Karena terkadang aku nggak menikmati apa yang aku lakukan selama ini. Semuanya membosankan dan aku..." Kim menunduk meneteskan air matanya.

Pelan-pelan, Raja meletakkan kaki Kim menjuntai ke bawah. Dia pindah duduk ke sebelah Kim. Diangkatnya dagu gadis itu agar menatapnya. "Kita bisa mulai dari sekarang, tanpa harus mereka tau."

Saat Raja mendekatkan bibir mencium bibirnya, Kim memejamkan mata dan menikmati setiap pagutan lembut ciuman Raja.

✾ ✾ ✾

RajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang