Wattpad Original
There are 3 more free parts

14. Berubah

14.8K 1.3K 26
                                    

Seperti yang Kim duga, Raja memang bukanlah orang sembarangan. Sejak awal dia sudah bisa menilai kalau ada yang berbeda dengan Raja. Terutama saat pemuda itu lebih menggunakan ilmu bela diri ketimbang senjata saat melawan musuh-musuhnya. Juga cara bicara Raja yang begitu teratur dan sopan, sama sekali tidak mencerminkan seorang Bodyguard.

Di depan matanya, melalui layar laptop Kim melihat foto Raja dalam balutan seragam dinas cokelat muda. Menurut info yang tertulis, bahwa kini Raja sedang menjabat sebagai Kapten 301 Arm Intelijen di Markas besar Agent Rahasia RIA.

Begitu banyak informasi yang diberikan oleh orang suruhannya tentang Raja. Mulai dari aktivitas Raja saat di Markas, saat bertugas dan juga saat dia menerima penghargaan. Bahkan ada informasi kecil kalau Raja lah yang menjadi dalang dari hancurnya kerjaan Gandrong dan para bandar narkoba lainnya.

Kim tersenyum kecut, tidak pernah menyangka kalau selama ini Raja sedang mempermainkannya. Bahwa pemuda itu sedang menyamar dalam rumahnya, untuk menangkap keluarganya.

"Kamu nggak lebih pinter dari aku, Raja. Kamu mungkin nggak pernah tau kalau seorang Kim Abraham, memiliki otak yang cerdas," kata Kim pada foto itu.

"Tapi sialnya, kenapa kamu harus meyakinkan aku tentang tulusnya kamu selama ini? Sampai aku jatuh cinta sama kamu?!" teriak Kim.

Dia menutup laptop dengan keras, melampiaskan emosinya yang menyerang bagian kepala.

Tubuh Kim mulai membutuhkan penangkal dari rasa sakit yang sedang menyiksa otaknya. Dia berjalan cepat ke meja rias dan membuka laci, kemudian mengeluarkan obat-obatannya. Begitu banyak jenis obat di sana, mulai dari berbentuk pil, serbuk hingga cairan.

Kim memilih cairan berwarna merah muda, yang dia masukkan ke dalam sebuah suntikan. Lalu dia mengikat lengan atasnya menggunakan tali yang terbuat dari karet. Dengan tangan gemetar, Kim menyuntikkan cairan itu ke tangannya.

Lama setelah efek dari obat-obatan tersebut bekerja, Kim mulai merasa rileks. Kepalanya terasa enteng dan mulai tidak bisa membedakan fakta dan halusinasi.

✾ ✾ ✾

"Weisss, seger banget nih kayaknya habis liburan," ujar Rey saat melihat Raja datang.

"Hahaha," Raja memukul pundak Rey. "Nona di dalam?" tanyanya.

Rey mengangguk. "Nggak keluar sama sekali," jawabnya.

"Sejak kapan?"

"Sejak lo nggak ada."

Itu artinya sudah dua hari.

"Lo ada hubungan apa sih sama dia? Gue perhatiin kalian deket," tanya Rey curiga.

Raja cuma menepuk pundak Rey, lalu membuka pintu kamar Kim dan masuk ke dalamnya. Kamar Kim begitu berantakan, banyak barang berjatuhan ke lantai. Di samping tempat tidur, berserakan berbagai macam jenis obat-obatan terlarang serta suntikan yang masih berisi sedikit cairan berwarna pink.

Lalu mata Raja beralih ke atas ranjang dan melihat Kim sedang tidur dalam kondisi tengkurap, gadis itu terlihat sangat kacau. Raja pikir, Kim bisa saja depresi lantaran sang Ayah memarahinya soal kejadian pergi dari rumah Tor kemarin.

Raja duduk di tepi ranjang dan mengusap kepala gadis itu. "Kim," panggilnya dengan lembut.

Tidak ada reaksi, mungkin panggilan tadi terlalu pelan untuk orang yang sedang tidur pulas. Raja pun mendekatkan bibirnya ke telinga Kim dan kembali memanggil, "Kim..."

Kim membuka matanya secara perlahan, masih terlihat sangat mengantuk. "Udah dateng?" tanyanya sambil memijat kepala karena terasa pening.

"Harusnya aku nggak kemana-mana. Kalau aku ada di sini, kamu nggak akan sekacau ini," ujar Raja menyesal.

Kim tersenyum sinis, kemudian duduk dan memijat kepalanya. "Gue udah biasa kok kayak gini," ucapnya datar.

Gue?

Raja tersenyum. "Kamu mau aku bawain susu?" tanyanya.

"Itu tugas Bik Odah, bukan tugas lo."

Raja mengerutkan keningnya. Apa Kim sedang tidak sadarkan diri? Kenapa gadis itu menjadi kasar seperti ini?

"Oh iya Raja, mulai sekarang lo cuma boleh berjaga di luar kamar gue. Jadi, jangan masuk sembarangan selama gue nggak minta lo buat masuk."

Sekali lagi ucapan Kim itu membuat Raja terperangah. Saat gadis itu turun dari ranjang dan hendak masuk ke kamar mandi, Raja menahan tangannya. "Kamu kenapa?" tanyanya.

"Emangnya gue kenapa?" tanya balik Kim, menepis tangan Raja dan menatap pemuda itu sinis.

"Apa ada masalah saat aku pergi? Papi kamu marah?"

"Bukan urusan lo," ketus Kim. Dia kembali melangkah masuk ke kamar mandi.

Raja mematung di tempatnya berdiri. Dia mencoba mengingat-ingat apakah terakhir mereka bertemu ada masalah yang terjadi di antara mereka? Tapi seingatnya tidak ada apa-apa. Malah, saat akan pergi, Kim begitu agresif mengajaknya berciuman.

Sementara itu di kamar mandi, Kim menangis. Dia memukul dadanya yang terasa sesak akibat berpura-pura tak perduli pada Raja seperti tadi. Dia harus menekan rasa rindunya, karena terlalu marah pada kebohongan pemuda itu. Kim merasa dipermainkan. Raja mendekatinya hanya untuk memanfaatkannya saja.

"Apa yang nggak aku kasih ke kamu? Aku percaya sepenuhnya sama kamu. Aku bahkan biarin kamu nyentuh tubuh aku, Raja. Apa ini balesan yang harus aku dapet setelah aku jatuh cinta sama kamu?" Kim bicara pada pantulan dirinya di cermin, seakan orang yang diajaknya bicara itu adalah Raja.

Mengingat foto-foto dan siapa saja partner Papinya yang hancur di tangan pemuda itu, Kim menghapus air matanya dan memasang ekspresi tajam. "Kamu mau main-main, Raja? Oke, aku bakal jadi partner main kamu yang paling baik. Aku bakal ikutin apapun rencana kamu," ujarnya menggertakkan rahang.

✾ ✾ ✾

RajaWhere stories live. Discover now