Wattpad Original
There are 8 more free parts

9. Fantasi Liar

25.3K 1.4K 40
                                    

Kim kedatangan tamu, yaitu Mamanya sendiri. Terkadang Raja merasa heran kenapa Mariko tidak tinggal di Rumah itu. Apakah orang tua Kim ini sudah bercerai? Bila benar, tapi kenapa foto pernikahan Abraham dan Mariko masih terpajang di ruang tamu utama, berbingkai besar dan sangat indah.

"Sayang, kamu kenapa bisa terluka begini? Waktu Papi kamu telepon, Mami rasanya mau pingsan," Mariko mengusap rambut panjang Kim dengan lembut.

"Mami kenapa baru dateng?" tanya Kim.

"Maafkan Mami, kamu tau kan sedang ada anak baru di sana. Jadi Mami harus fokus dengan pelajaran mereka."

Kim tersenyum tipis.

"Dokter bilang apa?" tanya Mariko.

"Nggak papa, Mam. Bentar lagi juga udah sembuh, tinggal nunggu lukanya kering aja."

"Kamu masih minum obatnya, kan?" tanya Mariko penasaran.

Kim refleks melirik Raja yang juga sedang menatapnya. Melihat itu, Mariko pun ikut menoleh ke belakang dan mengerutkan kening pada bodyguad Kim itu. "Kamu sebaiknya keluar," perintahnya.

"Baik, Bu." Raja terpaksa tidak membantah. Dia keluar dari kamar itu untuk memberikan privasi pada Ibu dam anak di sana.

Mariko kembali menoleh pada Kim dan tersenyum. Dia membuka tasnya dan mengeluarkan plastik berisi pil berwarna putih. "Ini morfin, bagus buat hilangin rasa sakit. Kamu harus minum," suruhnya, meletakkan obat itu ke tangan puterinya.

Kim mengembalikan obat-obatan itu. "Kim udah dapet dari dokter, yang lebih baik buat kesehatan."

"Efeknya lama, Kim. Mending kamu minum ini, nggak sampe lima menit kamu nggak akan ngerasain apa-apa."

"Tapi Kim nggak mau, Mam! Kim capek minum itu semua. Kim mau hidup normal, tanpa obat-obatan itu."

Mariko mendesah. "Sudah berapa kali Mami bilang kalau terlambat untuk kamu berhenti, Kim. Kamu sudah konsumsi ini semua sejak kecil, sejak dalam kandungan Mami. Apa kamu lupa, kamu bisa membunuh tanpa berkedip itu karena bantuan obat-obatan ini?"

Mariko benar, Kim selalu menkonsumsi narkoba setiap kali akan mengeksekusi seseorang. Agar keberaniannya muncul dan sedikitpun tidak memiliki rasa kasihan terhadap orang yang dia bunuh.

"Lagian buat apa kamu berhenti? Kita nggak akan kehabisan stok, jadi kamu nggak akan kesusahan buat dapetin itu."

"Mami nggak takut Kim over dosis dan meninggal?"

Seketika Mariko terdiam. Tapi hanya beberapa saat saja, kemudian dia tertawa. "Sayang, over dosis itu hanya kalau kamu mengkonsumsi obat-obatan dengan kualitas murahan dan sudah dicampur. Sementara yang kita punya adalah kualitas nomor satu, jadi aman."

Kim diam saja.

"Kamu lihat Mami sama Papi, kami mengkonsumsi ini sudah sejak lama. Nggak ada masalah, malah rasanya tubuh semakin sehat. Kurang tidur pun nggak masalah, tetap fit menjalani aktivitas. Jadi obat-obatan ini sangat kita butuhkan."

"Tapi Kim tersiksa, Mam. Setiap kali telat mengkonsumsi obat ini, Kim kesakitan."

"Makanya jangan telat!" tegas Mariko.

Kim pun tak bisa membantah lagi. Dia mengambil sebutir morfin lalu menelannya.

Mariko tersenyum puas melihat itu.

Efek yang memang cepat, rasa sakit yang berdenyut-denyut di telapak kaki Kim sekejap hilang. Tubuhnya terasa enteng. Memang sulit terlepas dari obat-obatan ini di saat mengkonsumsinya sudah menjadi kegiatam rutin.

"Ya sudah, kamu istirahat. Nikmati fantasi kamu. Mami mau kembali ke Bar." Mariko mencium kening Kim, kemudian pergi dari kamar itu.

✾ ✾ ✾

RajaWhere stories live. Discover now