Cold War

2.6K 405 79
                                    

Singto buru-buru masuk ke dalam mobilnya, ia mengutuk kedatangan Tul mendadak ke Bangkok dan memintanya untuk menjemput di bandara. Ia baru saja menyelesaikan tattoo disebagain lengan klien Jinx, cukup rumit karena harus menumpuk beberapa bagian tattoo nama mantan pasangan dari kliennya. Kalau pada akhirnya hubungan mereka akan berakhir untuk apa membuat tattoo, sungguh sangat merepotkan.

"Shiaaa...." Singto memegang dadanya karena terkejut, saat ia menoleh untuk memasang safety belt, seseorang sudah duduk di bangku sebelahnya.

"Sedang apa kau di mobil ku?"

"Aku akan meluruskan kesalah pahaman diantara kita"

"Salah paham tentang apa?"

"Tentang yang kau lihat di bar waktu itu"

Singto sedikit terkejut, darimana si tukang kopi ini tahu kalau dirinya kesal karena adegan di bar malam itu. Ini pasti ulah Tay Jerk Vihokratana, sial sekali memang mulut pria itu.

"Turunlah, aku sedang buru-buru"

"Sebentar saja, aku janji tidak akan lama"

"Aku sibuk, tak ada waktu untuk mengurusi masalah sepele ini"

"Sepele? Cih... Baiklah kalau kau anggap ini hanya masalah kecil, kita selesaikan sampai disini saja. Aku setuju dengan perkataan Phi Tay" Krist menatap Singto tepat di netra pria itu, ia memberanikan diri karena entah kenapa Krist tak pernah sanggup bertatapan dengan Singto "Menjauhlah dari ku karena sebenarnya kita memang tidak sedekat itu kan Khun Singto"

Krist memilih untuk keluar secepatnya dari mobil Singto, ia sudah berusaha meluruskan semua masalahnya tetapi jika mendapat penolakan ia tak bisa memaksa. Pada akhirnya pria itu mungkin sadar jika mereka memang hanya bertetangga di tempat kerja.

Sementara Singto memukul stir mobilnya beberapa kali, lagi-lagi egonya keluar disaat yang tidak tepat, apa yang salah jika sedikit saja memberi waktu untuk Krist memberi penjelasan toh masalah ia bisa terima atau tidak itu tergantung dari semua fakta yang diceritakan padanya. Sungguh ia merasa otaknya sedang bodoh, gengsinya setinggi
langit saat ini.

***

Sampai di bandara, Singto melihat Tul sudah berdiri di depan lobi kedatangan, pria itu tersenyum saat melihat mobil Singto berhenti tepat di depan wajahnya.

"Pulang seenaknya dan memaksa minta dijemput, memang kau tak mengenal di Bangkok ada transportasi bernama taksi?" Gerutu Singto pada Tul saat pria itu memasuki mobilnya.

"Lah kau juga menyanggupinya kan babe" Tul mengedipkan satu matanya pada Singto.

"Sial, itu juga karena kau mengancam akan mendatangi studio dan melakukan tarian erotis jika aku tak mengiyakan"

Tul tertawa kecil, ia memang selalu memberikan ancaman pada Singto jika tak menjemputnya di bandara setiap ia pulang. Ya meski itu hanya sebuah perkataan konyolnya saja karena hei.. Mana mungkin ia melakukan hal senista itu, tari erotis? For God Sake, pria cool, tampan dan berpendidikan tinggi seperti dirinya, yang benar saja. Tetapi karena loyalitas Singto pada teman-temannya terkadang membuat dia agak sedikit kurang ajar untuk meminta Singto melakukan ini itu.

"Kusut sekali?"

"Banyak klien yang harus ku tattoo" Mobil Singto sudah keluar dari bandara dan sekarang sedang terjebak di tengah kemacetan.

"Ke studio mu ya"

"Untuk apa?"

"Aku janji dengan keluarga ku nanti malam, aku masih malas pulang"

"Menyusahkan"

"Kau kan memang suka direpotkan"

"Fuck you"

To Your TasteWhere stories live. Discover now