Won't Fade Simply

2.1K 337 44
                                    

Singto meraba sebelah kasurnya dan tangannya tak menggapai apapun, masih dengan mata yang sedikit mengantuk ia harus memaksakan bangun karena Krist tidak ada disampingnya, Singto mengambil ponsel di nakas dan ia cukup terkejut karena ini masih sangat pagi jika memang Krist sudah berangkat ke cafe, rasanya tak mungkin juga karena semalam mereka berencana pergi kerja bersama.

"Krist.. Honey..." Sepertinya ia tak ada di kamar mandi karena jika anak itu di dalam Krist selalu memberi jawaban saat dirinya memanggil. Pikir Singto setelah beberapa kali memanggil pria itu.

Dengan malas Singto turun dari kasurnya untuk segera mencari tahu kemana kesayangannya itu pergi, setelah mengenakan t-shirt Singto berjalan keluar kamar dan menuruni tangga menuju dapur rumah Krist. Malam tadi mereka memang memutuskan untuk pulang ke rumah Krist karena ada beberapa barang yang akan pria itu bawa ke Cafe hari ini.

Dahinya berkerut ketika ia tak menemukan Krist di dapur, tempat biasanya pria itu beraktivitas dipagi hari sebelum berangkat  bekerja "Kemana anak itu?"

Saat kakinya melangkah semakin jauh keluar, tiba-tiba ia berhenti ketika melihat Krist duduk dengan menundukan kepalanya di hadapan seseorang yang sedang berdiri sembari bertolak pinggang, sementara wanita di sebelahnya sedang berusaha menenangkan pria yang berbicara dengan penuh kemarahan.

"Apa kami berdua tidak berarti apa-apa untukmu hah? Bagaimana bisa kau menikah tanpa memberitahu kami? Kau anggap kami apa?"

Krist hanya tertunduk lesu tak berani menatap kedua kakaknya, ia benar-benar takut dan juga merasa bersalah. Saat pagi tadi Krist keluar kamar untuk membuat kopi, pintu rumahnya digedor dengan brutal oleh seseorang, belum sempat ia menyemburkan kemarahan tubuhnya seketika kaku ketika membuka pintu dan melihat Lee Thanat memandangnya dengan sengit. Pria itu langsung masuk ke dalam rumah tanpa menyapa dan memberikan perintah pada Krist untuk duduk di depannya.

"Lee.. Kau bisa bicara tanpa harus berteriak, ini masih pagi" Bella memperingati suaminya agar tak lepas kendali.

"Kau tau Bell, hatiku sakit setelah tahu apa yang dilakukan anak ini, aku belajar berkompromi soal apapun yang bisa membuatnya bahagia, aku mengubah sikap posessif ku agar pria ini tak merasa dikekang dan berakibat ia memusuhiku lagi, sebagai seorang kakak aku berusaha yang terbaik untuknya, dan kau.." Tangan Lee menunjuk tepat ke arah wajah Krist "Apa kau pernah tahu rasanya menemukan seseorang yang hampir saja mati di depan matamu Krist? Jika malam itu kau tak selamat, itu akan membuatku trauma dan merasa bersalah meski kita tak pernah saling mengenal, malam dimana aku menolongmu dan melihatmu meregang nyawa adalah sebuah mimpi buruk, karenanya aku memohon pada Tuhan untuk memberikanmu kesempatan hidup dan bersumpah siapapun kau, aku akan menjagamu dengan sepenuh hati sebagai adikku dan setelah kejadian malam itu aku tidak ingin lagi kau terluka oleh apapun dan karena siapapun itulah kenapa aku begitu menjagamu dari banyak hal"

Nafas Lee memburu, persetan dengan kontrol emosi yang dibicarakan istrinya, ia benar-benar marah kali ini "Kau adikku yang ku jaga seperti sebuah berlian Krist, ku sayangi dengan sepenuh hati, aku hanya ingin peranku sebagai seorang kakak bisa kau hargai, pernikahanmu dengan siapapun adalah hal yang paling ku nanti tetapi tidak dengan cara seperti ini"

"Lee... Biarkan Krist menjelaskan dulu dan jika memang ia bersalah aku juga akan memarahinya jangan langsung bersikap arogan seperti sekarang"

"Bell please, pernikahan itu bukan sebuah permainan yang bisa kau lakukan jika kau suka dan kau sudahi jika kau bosan, anak ini harus mengerti dulu konsep itu, apa yang bisa aku lakukan jika dikemudian hari terjadi sesuatu dengan pernikahan mereka sementara aku tak pernah tahu seperti apa orang yang ia nikahi"

Singto yang sejak tadi berdiri untuk mendengarkan semua keributan ini mendadak seperti tertampar dengan semua kalimat yang pria itu ucapkan, ia merasa begitu egois karena sejak awal menjadikan Krist kekasihnya, ia tak pernah sama sekali mendatangi kedua kakak Krist untuk benar-benar meminta restu dari mereka, Singto tak menyangka kemarahan Lee Thanat akan mengungkap luka yang pria itu miliki dimasa awal pertemuannya dengan Krist. Singto terlalu mengganggap santai kasih sayang Lee yang hanya sebatas seorang kakak tetapi kenyataannya tidak sesederhana itu. Krist berhak memilih kebahagiannya sendiri dan itu mutlak tetapi tentu saja harus ada proses kompromi karena Krist tidak hidup sebatang kara.

To Your TasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang