Bab 23 (Memilihmu #2)

606 34 17
                                    

Updated 24 Maret 2020

Semoga kita semua baik-baik saja. Aamiin.

Selamat Membaca Akkadis
Semoga suka. 🎂

Bab 23 (Memilihmu #2)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bab 23 (Memilihmu #2)

Insan terbaik selalu ikhtiar dan tawakkal, bukan hanya berserah diri menunggu keajaiban

~Akkadis
By: Chusnul L P

🍀🍀🍀

Fatih memberhentikan mobilnya di depan rumah lamanya yang sekarang sudah beralih fungsi menjadi sebuah madrasah untuk anak-anak kecil yang mengaji. Ya, madrasah itu adalah salah satu tempat ia menghibur diri.

Di sana dipenuhi anak-anak dari usia enam hingga tiga belas tahun.
Anak-anak itu terbiasa dijenguk Fatih paling lambat satu minggu sekali. Namun, ketika Fatih tidak sibuk ia bisa bercengkerama dengan mereka tiap dua hari sekali atau bahkan setiap hari.

Blam!

Fatih menutup pintu mobilnya dengan segera. Ia tidak sabar bertemu anak-anak itu, terlebih seorang anak yang tempo hari ia bawa kesini dari jalanan.

Ia segera menuju pintu depan. Ia ingin memberi kejutan kepada anak-anak itu yang sudah dianggapnya sebagai adiknya sendiri. Fatih sangat menyayangi anak-anak yang tinggal di madrasahnya. Sudah satu minggu lebih Fatih tidak mengunjungi mereka.

Tangan Fatih sudah berada di knop pintu, bersiap akan memutar knop pintu tersebut dan membukanya. Namun, ketika suara tawa anak-anak terdengar begitu nyaring, Fatih mengurungkan niatnya tersebut.

"Apa yang sedang mereka lakukan? Dengan siapa mereka sedang bercanda? Ibu? Ibu kan sedang berada di rumah makan," gumam Fatih. Berbagai pertanyaan serta opini-opini muncul begitu saja di otaknya.

Fatih mundur beberapa langkah dari pintu depan. Ia berdiri di teras. Panasnya terik matahari membuatnya urung untuk pulang.

Tadinya ia mau pulang, karena sepertinya jika dia berada disini anak-anak itu bisa terganggu. Mendengar tawa mereka membuat Fatih berfikir bahwa mereka sedang asyik bercanda dan bermain dengan seseorang.

Fatih jadi penasaran siapa yang bermain bersama anak-anak itu. Ia balikkan badannya untuk melangkah lagi mendekati pintu depan. Ia sudah memegang knop pintu. Lagi.

Tetapi, ia juga tak jadi membukanya lagi. Ia lebih memilih mengintip lewat jendela yang berada tak jauh dari pintu depan.

Kedua tangannya ia condongkan ke kaca, lalu kepalanya perlahan mendekat ke kaca jendela. Ia picingkan matanya guna memperjelas pandangannya. Ia tak berkedip sama sekali untuk memastikan penglihatannya. Matanya sukses membulat seperti bakso.

Behind The Post [Republish]Where stories live. Discover now