09.53PM

4.8K 769 47
                                    

Courtney

Senin, 27 Mei, 09.53PM

Aku harus melakukan sesuatu!

Ini tak seperti yang kubayangkan. Oke, aku tahu dia pasti membenciku, tapi dalam situasi ini seharusnya dia berusaha untuk mengesampingkan kebenciannya. Jika kami mati di sini, apa gunanya dia membenciku sekarang? Aku hanya mengatakan kebenaran; dia dapat membenciku nanti--kalau kami berhasil keluar dari sini. Jadi aku tak mengerti kenapa itu membuatnya marah.

Kalau mau jujur, aku juga tak ingin bekerja sama dengannya. Apa kata Shelby kalau tahu aku mengajak Matthew Bennet bekerja sama? Cewek itu pasti akan mengejekku habis-habisan. Eli dan Brian juga bakal mentertawaiku tanpa henti. Dapat dipastikan kalau mereka akan menggunakan ini sebagai bahan untuk mengolok-olokku hingga bertahun-tahun kemudian. Barangkali sampai mereka menemukan hal lain untuk ditertawakan.

Masalahnya, aku tak punya pilihan.

Bagaimanapun, Matthew adalah satu-satunya orang yang aku tahu pasti bukan orang jahat di tempat ini--suka atau tidak suka. Intinya, cuma dia orang yang dapat aku percaya saat ini, jadi aku harus berusaha mengubah pikirannya.

Aku berderap mengejarnya. Bunyi sepatu ketsku yang beradu dengan lantai keramik terdengar cukup berisik, dan untuk sesaat aku khawatir si penculik dapat mendengarnya. Tapi ini bukan waktunya untuk mencemaskan itu. "Tunggu!" seruku, tanpa sadar mengulurkan tangan dan meraih lengan Matthew.

Cowok itu berhenti. Kepalanya menoleh, memandangi jemariku yang mencengkeram lengannya erat-erat. Aku tahu seharusnya aku tak melakukan ini, tapi aku benar-benar takut dia akan lari kalau aku melepasnya. Seingatku, dia adalah salah satu pelari tercepat di SMA Polaris.

"Lepas," katanya dingin, tanpa memandangku.

"Tidak, sebelum kau berjanji akan mendengar apa yang ingin kukatakan."

Matthew mengeluarkan desahan jengkel sebelum akhirnya mengangguk. Aku melepaskan jemariku dari lengannya, kemudian dia memutar tubuh hingga menghadap ke arahku. "Baiklah, apa yang mau kau katakan?" tanyanya sambil menyilangkan lengannya di depan dada. Aku merasa dia bersikap defensif, dan itu wajar mengingat masa lalu di antara kami.

"Biarkan aku pergi bersamamu." Bahkan dengan penerangan seadanya dari senter di ponsel kami, aku dapat melihat wajahnya mengerut tak senang begitu aku mengatakan itu, jadi aku cepat-cepat menambahkan, "Aku akan berjalan di belakangmu. Aku hanya... aku hanya tak ingin sendirian."

"Itu bukan urusanku. Aku lebih suka sendirian daripada bersamamu."

"Aku tahu, tapi aku tak akan mengganggumu," bujukku. "Please?"

Matthew hanya diam sembari menatapku. Matanya seolah berkata, Kau benar-benar tak tahu diri, Courtney. Dan itu memang benar, aku harus mengakuinya. Aku tidak berada pada posisi untuk meminta apa pun darinya--kecuali meminta maaf--dan aku tahu itu dengan jelas. Hanya saja, aku tak ingin sendirian dalam situasi ini, terutama setelah akhirnya berhasil menemukan seseorang. Jika aku membiarkannya pergi, siapa yang tahu kapan aku akan menemukan orang lain lagi. Ditambah lagi, selalu ada kemungkinan aku bertemu dengan orang yang menculikku.

Tanpa sadar, aku bergidik. Membayangkannya saja sudah membuat sekujur tubuhku gemetaran. Bukan berarti aku akan dapat mengandalkan Matthew untuk melindungiku--dia tak akan mau dan aku juga tak yakin dia bisa--mengingat dia selalu membiarkan Brian dan Eli memukulinya. Tapi bersama seseorang paling tidak akan membuatku merasa sedikit lebih aman, bahkan jika orang itu adalah Matthew Bennet.

"Kenapa kau mengajakku bekerja sama?" tanya Matthew.

Aku terperangah. "Apa maksudmu?"

Dia menaikkan tangan untuk mengusap rambut hitamnya dengan gerakan tak sabar. "Apa alasanmu mengajakku bekerja sama untuk keluar dari sini?"

Pertanyaannya membuatku bingung. "Karena kau juga korban?" jawabku dengan nada bertanya, entah kenapa tak yakin memberi jawaban yang benar--meski itulah jawaban yang benar menurutku.

Dia mengangguk-angguk dengan bibir terkatup rapat. "Korban," ulangnya. "Jadi karena itu kau pikir kau akan aman bersamaku? Karena aku juga korban sepertimu?" Kendati tak mengerti ke mana arah pembicaraan ini, aku mengangguk, dan sudut bibirnya melengkung ke atas, membentuk senyum mencemooh. "Kau lupa kenapa kita semua ada di sini?"

Aku ingat, tapi tak mengerti apa hubungannya itu dengan pembicaraan kami. "Orang itu bilang kita semua membunuh seseorang tahun lalu, dan itu sangat tak--"

"Tepat sekali, Courtney." Dia memutus kata-kataku kemudian menelengkan kepala, menatapku tajam. Senyuman tadi telah menghilang dari wajahnya. "Kita semua adalah pembunuh. Jadi bagaimana kau bisa yakin kalau aku takkan membunuhmu juga?"

Memories of a Name [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now