10.14PM

3.6K 652 9
                                    

Courtney

Senin, 27 Mei, 10.14PM

Aku yakin saat ini Shelby pasti sedang gemetar ketakutan.

Dia tak membalas ucapan Victor, padahal sebelumnya dia dengan berani menantang orang itu. Shelby memang seperti itu. Dari luar, dia tampak arogan dan tak takut pada siapa pun. Akan tetapi, sebenarnya dia hanyalah seorang pengecut. Selama ini dia bisa merundung siapa saja yang dia inginkan hanya lantaran tiga hal.

Pertama, tak ada seorang pun dari mereka yang berani melawannya. Kedua, dia tahu kalau Brian dan Eli akan selalu membantunya kalau terjadi sesuatu di luar rencana. Ketiga, tentu saja latar belakangnya sebagai anak pemilik yayasan SMA Polaris--yang membuat siapa saja enggan mencari masalah dengannya.

Tanpa ketiga hal itu, Shelby memang bukan siapa-siapa.

Aku mencuri pandang ke arah Matthew. Dari tadi dia tak bersuara, tepatnya sejak kami mendengar Shelby memaki si penculik di ujung telepon. Ketika aku menjulurkan sedikit leherku, kulihat tangan kirinya terkepal erat di sisi tubuhnya, dan kurasa aku tahu apa sebabnya. Dia membenci Shelby, dan aku yakin kalau tingkat kebenciannya melebihi kebencian yang dia rasakan terhadapku.

Yah, siapa yang takkan membenci Shelby?

Cuma Brian, kurasa.

Cowok itu tergila-gila pada Shelby--meski Shelby tak memiliki perasaan apa pun terhadapnya. Dia pernah bilang pada Eli kalau Shelby adalah cewek tercantik yang pernah dia temui, dan waktu mendengarnya aku jadi penasaran apa dia akan tetap berpikir begitu seandainya pernah melihat wajah Shelby tanpa riasan.

Suara rendah dan serak milik Brian tiba-tiba terdengar di ujung telepon, "Dude, aku tak tahu siapa kau, tapi sebaiknya kau membiarkan kami pergi dari sini. Sekarang juga." Meski dia berbicara dengan gagah berani, tapi setelah berteman dengannya selama tiga tahun aku tahu kapan dia benar-benar berani atau hanya berlagak. Dan saat ini dia sedang berlagak dalam rangka merebut hati Shelby. Faktanya, di balik suara itu dia menyembunyikan ketakutan, yang sebetulnya wajar, mengingat apa yang baru saja Victor katakan ke Shelby.

Sejujurnya, belum pernah aku mendengar seseorang berbicara dengan begitu dipenuhi oleh kebencian. Barangkali ini tak masuk akal, tapi aku seolah dapat merasakan kalau dia sangat membenci Shelby, dan kebencian yang terpancar dari suaranya terasa tak wajar hingga mau tak mau aku jadi bertanya-tanya, Jangan-jangan Shelby memang telah membunuh seseorang?

Jika itu benar, ada kemungkinan Brian terlibat, sebab Shelby tak mungkin mengotori tangannya sendiri. Jika dia memang ingin membunuh seseorang, dia pasti akan menyuruh Brian untuk melakukannya. Dan jika Brian terlibat, bisa jadi Eli juga sebab Eli adalah tipe orang yang akan melakukan apa pun untuk temannya.

Tapi, jika memang begitu, mustahil Eli tak mengatakan apa pun padaku.

"Kalian sudah tahu bagaimana cara untuk pergi dari sini," sahut Victor dengan tenang, sama sekali tak terdengar terpengaruh oleh ancaman kosong Brian. "Berikan aku nama orang yang kalian bunuh atau bersembunyilah. Jangan sampai aku menemukan kalian."

"Dengar, kami bukan pembunuh," tukas Eli. Menilik dari nada bicaranya, dia tak berbohong. Kami dibesarkan bersama-sama sejak orangtuanya--yang merupakan paman dan bibiku--meninggal akibat kecelakaan mobil ketika dia baru berusia lima tahun, jadi aku sangat mengenalnya. Itu berarti kemungkinannya adalah, Shelby dan Brian bekerja sendiri tanpa melibatkan Eli--jika mereka memang membunuh seseorang tahun lalu.

Victor tak langsung menyahut, dan untuk sesaat kukira dia akan mengakui kalau dia salah sasaran. Harapanku kembali muncul ke permukaan. Mungkinkah dia akan melepaskan kami? Namun, dengan cepat harapanku sirna ketika Victor berkata, "Tentu saja, tak ada penjahat yang akan mengakui kesalahannya."

Aku menelan ludah. Ini buruk. Kelihatannya dia dengan keras kepala berpikir kalau kami semua adalah pembunuh. Tak peduli apa pun yang kami katakan, dia tak akan berubah pikiran, jadi kurasa kami betul-betul tak punya pilihan selain mengikuti permainannya, apalagi semua pintu keluar juga terkunci.

Aku mengigit bibir dengan gelisah. Satu-satunya cara untuk mengakhiri semua ini dengan cepat adalah memberinya nama yang dia minta. Masalahnya, nama apa yang bisa kami berikan padanya?

"Kenapa kau menghubungi kami?" Pada akhirnya, malah pertanyaan itu yang keluar dari mulutku.

Memories of a Name [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now