10.17PM

3.6K 677 5
                                    

Victor

Senin, 27 Mei, 10.17PM

Akhirnya ada juga seseorang yang mengutarakan pertanyaan yang benar.

Aku menjepit ponsel di antara bahu dan telingaku selagi memasang sarung tangan hitam di tangan kiriku. "Untuk memberi kalian kesempatan," jawabku.

"Kesempatan?" ulang gadis bernama Courtney itu. Dari hasil pengamatanku selama beberapa bulan terakhir ini, dia memang tampak cukup memiliki otak, berbeda dengan gadis satunya, yang jelas-jelas berotak kosong.

"Aku telah meninggalkan beberapa petunjuk yang dapat membantu kalian mengingat nama orang yang kalian bunuh."

"Di mana?" Suara itu milik Elijah Scott--sepupu Courtney. Nada bicaranya terdengar sedikit mendesak, jadi kelihatannya dia masih tak menyadari kalau dia tak memiliki hak untuk menuntut jawaban apa pun dariku.

"Kalian harus mencarinya sendiri," balasku, kini menggenggam ponsel di tangan.

Mataku berhenti sejenak pada kotak P3K yang terletak di sebelah senter yang kuletakkan di atas meja. Tutupnya terbuka, memperlihatkan isi kotak yang kosong melompong, sementara di samping kotak ada lipstik dan bedak padat yang tadinya berada dalam tas Courtney. Gadis itu pasti telah mengosongkan tasnya agar dapat memasukkan barang-barang dari kotak P3K--gadis pintar. Tapi mungkin itu tak akan banyak membantunya.

"Shelby?" panggilku.

Tak ada sahutan meski panggilan telepon masih terhubung, dan aku pun tertawa dalam hati. Dasar pengecut. Sikapnya jelas-jelas menunjukkan kalau dia ketakutan, tapi di sisi lain dia masih ingin mendengar kelanjutan dari pembicaraan ini.

Seperti yang sudah kuperkirakan, dia memang hanya seorang pecundang yang, sayangnya, terlahir dengan memiliki uang dan kekuasaan yang tidak seharusnya dia dapatkan. Aku menggeleng prihatin. Kenapa orang-orang sepertinya tidak menggunakan kelebihan yang mereka miliki untuk hal yang baik?

"Kenapa kau memanggilnya?" hardik seseorang. Dia pasti Brian Williams--pecundang menyedihkan lainnya yang tergila-gila pada Shelby. Melihatnya masih berusaha merebut hati gadis itu bahkan di kondisi seperti sekarang cukup menggelikan.

"Kenapa aku memanggilnya...?" Aku balik bertanya dengan nada menggantung sembari meraih senter dan menyorotkannya ke seantero ruang kesehatan. Courtney tak mengambil apa-apa selain isi kotak P3K. "Untuk memberitahunya kalau dia adalah target pertama. Kalau dia tak dapat memberiku nama yang kuminta sewaktu aku menemukannya... maka dia akan mati di tanganku."

Memories of a Name [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now