SEBELAS - PEKANBARU

3K 120 18
                                    

SEBELAS - PEKANBARU

          ANGIN sepoi-sepoi bertiup lembut dari pintu keluar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, menyapaku yang entah sudah berapa lama tidak bersua dengan kota ini. Sambil mendorong koper melewati segerombol orang yang menunggu di pintu kedatangan, aku dan Vanessa menoleh ke sana kemari untuk mencari sosok Rina, kerabat yang akan menjemput kami.

"Rika! Nessa!" panggil sebuah suara dari kejauhan. Aku menoleh, menemukan Rina yang melambaikan tangannya di udara.

"Iyo! Iyo! Aduh! Kangen banget gue, Kak," sahutku kegirangan memeluk Rina. "Udah berapa lama sih kita nggak ketemu? Tiga tahun? Empat tahun?"

"Lo udah bertahun-tahun nggak ketemu Kak Rina. Kalau gue? Sampai bosen. Haha," sambung Vanessa tertawa melihat tingkahku yang sebegitu bahagianya. Maklum, aku dan sanak saudara memang akrab semua.tas

"Ya udah, yuk, mending kita jalan ke mobil," usul Rina, kemudian membantu membawakan jinjingan kami. "Beruntung deh kalian, pas banget hari ini cuacanya lagi enak. Kalau hari lain mah jangan harap, panas!"

Aku tertawa saat kami bertiga berjalan beriringan. "Masa, sih? Sepanas apa emangnya?"

"Wah panas. Sesak nggak ada udara. Bisa pingsan," kata Rina hiperbola. "Sepanas di matahari, lah! Gosong, terbakar."

"Nggak usah percaya. Kak Rina melebih-lebihkan," timpal Vanessa tersenyum padaku. "Tenang, kita bakalan minta jalan ke mall terus, biar nggak kepanasan. Haha!"

"Jadi hari ini kalian mau ke mana?" tanya Rina.

"Pekanbaru asiknya ngapain?" tanyaku berbalik. Aku tidak memiliki bayangan apa-apa soal Pekanbaru, jadi aku menyerahkan semuanya pada sepupuku. Biar mereka saja yang mengatur, yang penting aku tidak dibawa ke rawa-rawa. Haha.

"Pekanbaru. Hm. Di sini enggak ada pantai, paling-paling nyobain kulinernya, terus mentok ke mall," tutur Vanessa.

Aku manggut-manggut. Ngikut saja. "Oke, deh."

"Ini mau ke mana dulu jadinya?" Rina menengok arlojinya. "Kalian udah makan?"

Kami berdua sama-sama menggelengkan kepala.

"Belum. Pas flight cuma makan roti," kataku memegang perut, keroncongan. "Laper, nih."

"Kalau gitu, ayo, makan," ajak Rina ketika kami tiba di depan mobil, Rina membuka bagasi dan meletakkan koper kami. "Nasi padang, mau?"

"Mau lah!" sahutku bersemangat. "Emak bilang nasi padang di sini mantul! Ayo, ayo. Belum makan aja udah ngiler."

"Yuk! Let's go!"

***

          KAMI tiba di kediaman Om Santo setelah puas melahap nasi padang dengan penuh kenikmatan. Fyi, Om Santo ini adalah paman ketiga kami, ayah dari Rina dan abangnya Mama. Nggak begitu ribet, 'kan? Haha.

Aku langsung menjatuhkan bokongku di atas sofa setelah meletakkan koper dan membagikan oleh-oleh yang dititip Mama untuk keluarga Om Santo.

Padahal tidak sampai satu jam yang lalu, cuaca di luar lumayan bersahabat. Eh, tiba-tiba sekarang malah terik sekali. Cuacanya nggak jauh beda dengan Batam. Sebentar hujan, sebentar panas, salah satu faktor yang membuat kita mudah terserang sakit.

"Entar sore kita ke rumah Chris, ya. Dari kemarin dia nanya terus kamu kapan ke Pekanbaru," kata Om Santo yang keluar dari kamarnya. "Sekarang kamu istirahat dulu."

You're My ObsessionWhere stories live. Discover now