V - PUTUS

2.2K 45 7
                                    

SETELAH melewati berjilid-jilid drama percintaan. Aku akhirnya sadar bahwa pada akhirnya kita harus saling berjuang, akan terasa sangat melelahkan kalau hanya satu pihak yang terus mengusahakan. Ini adalah hubungan kita, Steve, bukan hanya aku. Kupikir melelahkan sekali ketika aku yang harus terus-terusan mengejarmu ke sana, mengorbankan banyak sekali hal yang pada akhirnya, tak kau hargai.

Aku tahu kini kau sangat membenciku.

Setelah aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan kita.

Katamu... aku ini bullshit.

Tapi percayalah, aku akan menceritakan semua ini padamu.

Sekarang... di sini, kuharap kau membacanya.

Saat awal kita berpacaran, mengunjungimu di Pekanbaru sama sekali bukan masalah. Bahkan, aku ikhlas. Diriku tidak menyadari kalau itu adalah bagian dari perjuangan. Karena... ya, aku memang iklhas. Kudengar, semua orang saat itu membicarakanmu. Khususnya para teman-temanmu. Katanya aku ini tidak tahu berterima kasih, tidak sanggup berjuang.

Tapi setelah kupikir kembali, bukankah kunjunganku ke kotamu juga bagian dari perjuangan? Dalam kondisiku yang masih menyandang gelar pelajar, aku harus memutar otak bagaimana caranya menghemat agar bisa bertemu dengan dirimu.

Apa katamu?

Hanya karena memutuskan, katamu aku sudah tidak cinta?

Curigamu adalah aku selingkuh?

Tidak mungkin, Steve.

Aku tak sudi selingkuh.

Aku bukannya nggak cinta. Tapi karena aku secara sepihak terus mengejar dirimu, lama-kelamaan aku merasa bodoh karena pada kodratnya, prialah yang harus mengejar.

Aku bodoh.

Terus-menerus galau selama empat tahun ini.

Semua orang beranggapan bahwa akulah yang salah.

Ya, memang aku salah.

Tapi apakah kau tidak, Steve?

Kalau saja saat itu kita benar-benar saling berjuang, kurasa hingga saat ini kita masih bersama.

Tapi mau bagaimana lagi, berarti kita tidak berjodoh 'kan?

Masih kuingat kata-kata kita sore hari itu.

Ketika aku duduk di pangkuanmu, sesekali kau kecup lembut bibirku.

Aku bertanya padamu.

"Kalau suatu hari kita berpisah, sama-sama memiliki pasangan baru, kemudian berpisah karena tak cocok bersama. Mau 'kah kau kembali padaku, Steve?"

"Jangan berpikiran seperti itu," tegurmu. "Tentu saja aku akan terus bersama dirimu, Rika."

"Ini hanya pemisalan, Steve. Boleh 'kah kita kembali bersama, suatu hari nanti, bila berpisah?"

Kau mengangguk. "Tentu. Mengapa tidak?"

Aku tersenyum lega. 

Syukurlah.

Lalu, dirimu bercerita bahwa kakak perempuanmu juga mengalami hal yang sama.

Suaminya yang sekarang, adalah mantan pacarnya saat SMA. Sama seperti kita.

Katamu mereka berpacaran dulunya, putus selama beberapa tahun, masing-masing memiliki pengganti baru, namun berakhir karena tidak cocok. Kemudian, kakakmu CLBK dengan kekasih pertamanya dan menikah.

Itu harusnya... kita, Steve.

Masih 'kah kau ingat janji-janji kita?

Untuk kembali lagi bersama?

Suatu hari nanti?

Aku takkan melupakannya, Steve.

Itu adalah janji kita.

***

You're My ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang