track 4 : theater

7.2K 921 52
                                    

Jalanan mulai ramai oleh kendaraan dan orang-orang yang berlalu lalang di trotoar jalan. Toko makanan sore hari mulai buka dan pedagang kaki lima mulai menggelar dagangannya. Jalan raya cukup padat sehingga Namjoon harus melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang hingga lambat. Ia harus beberapa kali berhenti di persimpangan karena antrean mobil yang cukup panjang. Biasanya saat pulang dari kantor, Namjoon akan menyetir dengan ugal-ugalan agar segera sampai di rumah. Namun, kali ini Namjoon menikmati jalanan yang macet.

Namjoon hanya memegang setir dengan tangan kanannya. Bahkan tangan kanan itu harus berpindah ke persneling saat Namjoon membutuhkannya. Tangan kiri Namjoon tengah memiliki tugas lain yang lebih sibuk dari itu. Tangan kiri Alpha itu tengah menggenggam, mengusap dan sesekali meremas tangan Omega yang duduk di sebelahnya. Entah kenapa Namjoon merasa sangat bahagia sore ini. Terlebih setelah ia mengutarakan perasaannya pada Seokjin di cafe tadi.

Sedangkan Seokjin merasa sangat gugup dengan situasi ini. Jantungnya nyaris berhenti ketika Namjoon memohon pada Seokjin. Setelah itu, Namjoon menggandeng tangan Seokjin dan mengajaknya masuk ke dalam mobil. Tautan tangan keduanya tidak terlepas sejak duduk di dalam mobil. Seokjin tidak tahu harus berekspresi apa. Perasaannya mengatakan banyak hal tetapi rasa takut mendominasi dirinya.

“Bukankah seharusnya kita ke kiri?” interupsi Seokjin saat Namjoon melajukan mobilnya ke arah kanan. Ia mengumpulkan keberanian dan melirik pada Alphanya yang masih memperhatikan jalan.

Namjoon menginjak penuh kopling dan rem kemudian menetralkan persneling. Tangannya langsung menarik hand rem begitu dilihatnya antrean pertigaan di depan sangat panjang dengan nomor lampu yang menunjukkan angka ratusan. “Sekretarisku bilang akan ada pertunjukan teater kolosal di dekat taman kota”

Seokjin mengernyit. Ia paham benar Namjoon bukan tipe orang yang senang menonton teater. Pria itu akan lebih memilih untuk membaca alur ceritanya dalam bentuk novel. “Kau akan menonton?”

Namjoon meremas pelan tangan Seokjin yang berada dalam genggamannya. “Kita”

“Kau tidak akan suka” ucap Seokjin memberitahu. “Kau bahkan tidak suka keramaian”

Namjoon sambil melepas hand rem dan melajukan kembali mobil. “Tapi kau menyukainya, bukan?”

“Kalau aku tidak suka, aku tidak akan mengambil studi film dan teater”

Namjoon mengangguk kecil. “Ya”

“Kau akan merasa bosan nanti” ulang Seokjin. “Lebih baik kita pulang, Joon”

Namjoon tidak menjawab. Fokusnya teralihkan pada area parkir yang agak sempit. Namjoon sibuk memperhatikan kanan kiri dan memarkirkannya serapi mungkin. Setelah mematikan mesin mobil, ia menatap Omeganya yang masih menunggu jawaban.

“Ayo masuk atau kita akan ketinggalan” ajak Namjoon sambil melepas sabuk pengaman Seokjin.

Keduanya turun dari mobil dan Namjoon berjalan cepat untuk meraih tangan Seokjin lagi dan menggenggamnya. Sembari berjalan memasuki gedung teater, jari telunjuk Namjoon terus mengusap jemari Seokjin yang bisa diraihnya. Alpha dalam tubuhnya mendengkur senang.

Seokjin mengambil napas panjang meredakan kegugupannya. Pipinya memanas dan Seokjin yakin seluruh wajah hingga telinganya sudah memerah. “Kita akan menonton itu?” tanya Seokjin sambil memandang ke arah poster.

Poster yang ditunjuk Seokjin bergambar seorang gadis dan seorang pria yang nampak gagah dengan latar suasana kerajaan kolosal. Pada bagian atas tertera besar judul teater yang akan ditampilkan, Chunhyangjeon*

Namjoon mengangguk. Tangannya yang bebas mengeluarkan 2 buah tiket dari saku jasnya dan memberikan tiket itu pada petugas di loket. Ia terus melangkah membimbing Seokjin menuju kursi yang sudah dipesankan sekretaris Namjoon siang tadi. Keduanya lantas duduk bersebelahan di kursi VVIP. Setelah duduk sekalipun, Namjoon tidak berniat melepaskan genggaman tangannya.

Burn The Soul [NamJin]Where stories live. Discover now