g

3.4K 390 51
                                    

Laki laki itu, membersihkan kemejanya dari kotoran kotoran jalanan. Lalu menghembuskan nafasnya pelan.

Baiklah, anggap saja ia juga kurang ajar mengantar istri orang tanpa ijin pawangnya. Walau niatnya baik, tanpa maksud apapun.

Eunwoo terdiam beberapa saat, berusaha mengingat ingat wajah lembut Seungwan yang mengangguk kaku ketika ia memohon maafnya pada wanita itu. Eunwoo tahu, walau Seungwan memaafkannya namun luka itu akan terus ada.

“Aku meminta maaf padanya”, Eunwoo menoleh. Menatap dalam kedua manik Chanyeol yang perlahan berubah menjadi kerutan kecil.

“Atas perbuatanku dulu”, lanjut Eunwoo lalu menunduk, “Aku sadar aku benar benar jahat saat itu. Sampai aku diberi cobaan oleh Tuhan yang tak disangka sangka, ia menduakanku. Selama lebih dari 3 tahun. Disaat itulah aku baru merasakan bagaimana jika aku menjadi Seungwan. Menjadi seseorang yang tak tahu apa apa, namun saat ia membuka matanya ia sudah dilupakan dan dikhianati.”

Chanyeol terdiam. Mencoba meresapi ucapan Eunwoo baru saja yang sedikit menggetarkan hatinya. Bagaimana rasanya menjadi Seungwan, yang tersakiti dan terkhianati. Yang tak mengetahui apa apa namun saat membuka matanya ternyata ia telah dikhianati.

“Aku minta maaf, Chanyeol-ssi. Tapi aku melihatmu datang dan bagaimana kau membentak Seungwan. Jangan salahkan dia, jangan bentak dia kumohon. Kau boleh menyalahkanku. Aku yang memaksanya untuk mengantarkannya pulang karena tidak mungkin aku membiarkannya pulang sendiri dengan bawaannya yang begitu banyak.”

Eunwoo melepaskan sandarannya pada tepi jembatan dan berdiri lebih dekat dengan Chanyeol. Laki laki yang tingginya hampir sepantarannya itu, tak bicara lagi sejak pertanyaan terakhirnya. Ia tak melihat Eunwoo yang menatapnya dengan tatapan memohon, ia hanya memeperhatikan arus sungai. Dengan pikiran yang kosong.

“Aku tak pernah berpikir untuk merebut kembali Seungwan darimu. Dengan memanfaatkan perceraianku dan Seungwan yang aku pikir lebih banyak menghabiskan waktunya dengan anak anakmu daripada denganmu.”

“Aku sadar kebahagiaan Seungwan hanya ada padamu. Dan anak anakmu, bukan kepada yang lainnya. Aku tahu Seungwan pasti menaruh harapan yang sangat besar kepadamu. Untuk terus berada disisinya sampai ia mati. Aku tahu, aku bisa melihatnya dari matanya.”

“Bahkan aku sudah menghubunginya berulang kali. Namun ia tak kunjung menerima teleponku. Bahkan hanya sekedar membalas pesanku. Sama sekali. Dan tempo hari kita tak sengaja bertemu. Seungwan dan Hani. Tentu saja aku tak akan menyia nyiakan kesempatanku untuk meminta maaf pada Seungwan”, ucap Eunwoo tanpa memandang Chanyeol.

Ia hanya berusaha untuk meyakinkan Chanyeol bahwa tak ada yang mereka lakukan selebih dari yang ia ceritakan.

“Kalau boleh aku memutar waktu, aku tak akan pergi meninggalkannya dan akan tetap disampingnya sampai ia sendiri yang memintaku untuk pergi.”
Eunwoo mengulas senyum kecilnya lalu terkekeh kecil, “Kenapa aku berbicara begini didepan suaminya? Bodoh”, sambil masih terkekeh ia menepuk keningnya sendiri. Lalu beralih menatap Chanyeol yang masih tak mengeluarkan sepatah katapun.

Eunwoo menatap jam tangannya, berpura ia harus pergi karena urusan lainnya, “Aku harus pergi. Urusan lain menungguku.”

Namun Chanyeol hanya terdiam, tak menatap Eunwoo yang kini sedang menatapnya. Meminta laki laki itu untuk memperhatikan eksistensinya barang sebentar saja.

“Aku seorang duda sekarang. Dan kau seorang suami dan seorang ayah. Jangan sampai nasibmu sama dengan nasibku. Dikhianati itu sungguh tidak enak dan menyakitkan. Tolong pikirkan perasaan Seungwan”, ucap Eunwoo serius dan menepuk pelan pundak kokoh Chanyeol.

40 Years Old Chanyeol | wenyeolWhere stories live. Discover now