Stockholm syndrom

512 44 1
                                    

Deru suara angin melewati telinga plan menemani paginya, entah mengapa pria berwajah muda itu tidak ingin membuka matanya.

Aroma ruangan yang berbeda, lembut alas kasur yang berbeda, dan pelukan dari tangan yang berbeda. Dia menyadari hal tersebut.

Pagi ini tangan yang memeluknya lebih longgar dan terasa lebih lembut. Ketika tidak sengaja plan menyentuh kulit tangan itu, dia tau itu bukan orang yang dipikirannya.

Orang yang memeluknya pagi ini memiliki aroma tubuh lebih segar seperti aroma strawberry. Mungkin aroma itu berasal dari shamponya.

Selama tiga tahun belakangan, plan terbiasa tidur ditemani aroma tubuh yang sama setiap harinya. Plan sangat tau siapa empunya aroma itu. Aroma yang sama dari dulu hingga sekarang.

"Tim....". Kata itu keluar dari mulut plan tanpa sadar ketika dirasanya pelukan ditubuhnya melonggar. Biasanya tim akan memeluknya semakin erat ketika dia menyebut nama tim.

Plan seketika membuka matanya ketika dia merasa pelukan yang harusnya semakin erat malah semakin melonggar dan perlahan lepas dari tubuhnya.

Semakin lama fokus mata plan semakin tertitik pada objek didepan matanya. Sosok yang sekilas terlihat seperti tim namun bukan ketika plan menyadari warna kulit siempunya wajah terlalu putih untuk seorang timothy yang berkulit gelap.

"Huft.....,". Plan menghembuskan nafasnya kecewa ketika mendapati sosok didepannya adalah mean yang sedari tadi juga menatapnya.

Plan memutar tubuhnya dan membelakangi pria itu tidak ingin merusak moodnya.

Dia kembali mencoba menutup matanya karena memang tidak ada yang ingin dia lakukan pagi ini dan hanya bisa berharap crow dan one bisa dengan cepat melacak keberadaannya.

"Tsk!". Keluh plan kesal ketika merasakan beberapa bagian tubuhnya disentuh. "Percayalah padaku. Aku bisa mematahkan tanganmu saat ini". Plan memperingatkan mean.

Bukannya menghentikan apa yang dilakukannya, mean malah menyentuh plan semakin jauh ke pinggulnya.

"Fuck!". Kata plan kesal dan membalikkan tubuhnya dengan cepat mencoba mencengkram leher mean.

Sebelum tangan plan berhasil mencengkaram leher plan. Mean sudah mencengkram dahulu pergelangan tangan plan dengan kuat dan menjepit tangan yang tidak berkutik itu dibawah lututnya yang kuat. Wajah plan terlihat sedikit kesakitan namun dia berhasil mengontrol ekspresinya".

"Fuck! Kau yang meminta ini!!". Plan semakin kesal dan memukul wajah mean dengan tangannya yang lain.

Menerima pukulan yang jujur saja sangat menyakitkan itu tidak membuat mean goyah. Menghadapi plan yang saat ini sangat tempramental mean hanya memiliki 2 cara. Pertama bersabar, kedua melemahkannya.

Setelah memukul mean yang tidak goyah dari posisinya membuat plan semakin kesal. Plan meraih vase bunga keramik yang berukuran kecil dan mengayunkannya pada mean.

Menyadari tindakan plan selanjutnya membuat mean memutuskan bahwa ini adalah saatnya menunjukan plan bahwa dia bukan bocah lemah seperti dulu.

Dia menangkis vase bunga itu hingga terbanting ke salah satu dinding ruangan itu hingga pecah. Dengan cepat mean kembali mencengkram tangan plan lainnya dan kembali menjepit tangan itu dengan lututnya yang lain.

Kini posisi mean berada diatas tubuh plan dengan kedua lututnya yang menjepit erat kedua tangan plan hingga pria itu tidak bisa bergerak. Plan masih memberontak mencoba melepaskan dirinya dengan mencoba menendang punggung mean dengan kedua kakinya yang bebas. Namun usahanya sia sia.
Plan menghentikan usahanya dan dengan kesal menatap kepada mean.

Wish you were here  (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang