Hari ini, berakhirlah...

521 48 3
                                    

*Brak* *bruk*

Plan mengelilingi dan memeriksa setiap sudut villa mencoba mencari sosok mean.

Setiap kali dia gagal menemukan sosok mean ditempat itu, saat itu juga dada plan semakin sesak seakan ada yang meremas.

Plan memang bisa bebas melenggang memeriksa setiap sudut tempat itu, tapi dia tidak bisa melangkahkan kakinya keluar dari villa.

Plan bisa melihat di setiap sudut disisi luar dari villa, ada beberapa orang dari kelompok the hunter yang bersembunyi dan berjaga. Keberadaan mereka akan sangat berbahaya jika seandainya nanti bantuan datang dan tidak menyadari keberadaan mereka.

Tapi plan tidak ingin fokusnya terusik karena hal itu. Saat itu hal yang ada dalam pikirannya adalah keberadaan dan keselamatan mean.

"Aku meninggalkan mean selama kurang lebih 3 jam karena tiba tiba ada banyak jalan yang ditutup. Jika saat aku pergi tim sudah memantau kami, berarti waktu yang dimiliki mean untuk menyelamatkan dirinya tidak banyak. Jika saat aku pergi tim baru saja tiba, berarti mean punya banyak kesempatan untuk menyelamatkan dirinya. Dilihat dari senjata mean yang tidak ditempatnya, berarti dia sempat mempersiapkan perlawanan, tapi bisa juga dia mengambil senjata karena tersudut!. Tim tidak akan menggunakan senjatanya melawan mean, jika mean menggunakan otaknya bukan amarahnya maka ada kemungkinan mean menggunakan senjatanya untuk melawan tim dan pergi mencari bantuan...tapi jika dia mengandalkan emosinya maka..., shit! Shit! Shit!. Jangan sampai mean berfikir bahwa dia bisa melawan tim dengan tangan kosong! Jika itu terjadi.....". Plan berfikir keras dan cepat memperkirakan keadaan.

Plan meremas rambut hitamnya cemas. Dia merasa dikejar kejar waktu saat ini.

Kini sudah 20 menit, dan dia belum menemukan mean. Tim juga masih berada diruang tamu tidak melakukan apapun membuatnya semakin takut.

"FUCK!!!". Plan berteriak dan berjalan menghampiri tim yang masih duduk dengan ekspresi datar menatap air dikolam renang. "Tim.... Di...di mana mean?". Plan bertanya dengan nada yang berusaha ditenangkan olehnya. Dia benar benar menggontrol emosinya. Dia tidak boleh lepas kendali saat ini, karena jika dia salah ucapan, tim bisa mengamuk kapan saja.

Timothy tidak merespon.

"Tim..............". Kembali plan memanggil. "Ini antara aku dan kau. Jangan...., kumohon jangan membawa bawa orang luar".

"Orang luar?". Akhirnya tim membuka mulut meskipun masih tidak menatap plan. "Menarik". Timothy tersenyum. "Selama 3 tahun sudah puluhan orang luar yang mati karenamu. Dan seingatku kau tidak pernah perduli baby..., sekarang beritau aku. Apa beda orang luar yang satu ini dengan orang luar yang lainnya".

Plan terdiam terkaku ketika akhirnya timothy menatap wajahnya. Seluruh tubuhnya mendingin namun jantungnya berdetak tidak teratur.

"Tim, mari tidak usah membahas hal ini". Plan menolak menjawab pertanyaan tim. Dia tidak ingin salah langkah dan memberikan tim alasan untuk murka.

"Tidak baby, aku ingin kau menjawab. Lagipula aku merindukanmu. Aku ingin mendengar suaramu". Timothy melemparkan senyuman dingin pada plan.

".............................". Plan masih terdiam. Pikirannya benar benar tidak bisa fokus. Otak cerdasnya entah kenapa seakan menjadi buntu. Tatapan tim membuat pikirannya kacau. Rasa khawatir terhadap mean dan rasa takut pada timothy membuatnya ingin berlari dan kabur dari situasinya saat ini. "Kau.....yang paling tau tim".

"Apa yang kuketahui baby? Apakah hal yang ku ketahui dan yang kau ketahui sama? I have no idea.... so.., u tell me....". Timothy kini berdiri mendekati plan.

Timothy perlahan mendekat kepada plan dengan tatapan yang tak putus diwajahnya membuat plan tidak tau harus membalas tatapan itu atau harus memalingkan tatapannya.

Wish you were here  (End)Where stories live. Discover now