Afraid

2.7K 230 4
                                    

JIMIN

Ketakutan adalah hal yang paling aneh,
Karena berasal dari dalam kepala kita.
Tapi aku tidak menghentikannya.
Mataku berkaca-kaca,
Namun belum jatuh.
Aku menangis, tetapi menangis diam.
Aku takut,
Takut kau akan meninggalkan kami,
Bagaimana aku bisa menjalani ini dengan keberanian,
Padahal selama ini aku hanya hidup dalam ketakutan,
Karena kaulah yang paling berani,
Berani berperang,
Berani bertahan,
Berani menjalani semuanya dengan senyuman.
Aku yang paling takut,
Aku takut,
Bangunlah,
Karena tempat teraman dari ketakutanku adalah senyumanmu,
Karena tempat teraman dari ketakutanku adalah pelukanmu,
Saudaraku kau ketakutan terbesarku dan sekecil keberanianku.

---------------------------------------

Aku ingin memarahi Taehyung, matanya nyaris tertutup, tapi lagi-lagi ia menunjukan tanda bahwa ia mengalami gagal napas, bunyi elektrokardiogram yang tak beraturan membuatku tak tenang.

Ayah memeluk aku pada lengan kanannya dan Jungkook pada lengan kirinya, Ayah berusaha menenangkan kami, padahal Ayah sendiri sedang panik tak karuan, sempat tak mau diminta keluar oleh Dokter Yoongi.

"Tae akan baik-baik saja, kita berdoa saja."

"Ayah, kenapa? Bukankah akan dilakukan operasi? Tapi kenapa keadaannya bisa memburuk seperti ini. Apa yang aku lewatkan?"

"Tidak ada Jimin, kondisi Taehyung memang tidak stabil akhir-akhir ini."

"Ayah, Kak Jimin, Kak Taehyung akan baik-baik saja kan?"

"Iya Jungkook, Ayah janji Kak Taehyung akan baik-baik saja."

Kau dengar Tae? Kau lihat? Kami yang paling takut, jika kau mengaku paling berani diantara kami, ayo berjuang lagi, kau akan melawan ini kan?

"Taehyung sudah stabil. Semoga dia bisa segera sadar sehingga operasi pemasangan pacemaker tidak diundur terlalu jauh hari Paman."

"Tentu Yoongi, terimakasih banyak. Boleh kami masuk?"

Dokter Yoongi hanya menganggukan kepalanya tersenyum lalu berjalan melewati kami setelah membungkuk pada Ayah dan mengusap rambutku dan milik Jungkook.

Setelah masuk kedalam ruangan tadi, yang aku lihat hanya Taehyung yang sedamg tertidur dengan masker oksigen yang menutupi sebagian wajah tampannya.

Aku takut Tae, rasanya sakit sekali.

"Tae kau pasti lelah kan? Tapi kita harus tetap berjuang ya. Ayah takut sekali tadi, takut Tae benar-benar sudah lelah dan tidak mau berjuang bersama kami."

Aku menatap Ayah, bukan hanya aku yang takut, tapi Ayah dan juga Jungkook. Jungkook terlihat menangis sambil memegangi tangan Taehyung. Pembawaan emosi Jungkook memang lebih stabil daripada aku, mungkin karena Taehyung adalah saudara kembarku, kami bersama dan berbagi ruang dalam perut Mama selama 8 bulan.

"Jimin bisa tolong jaga Taehyung sebentar? Ayah akan mengantar Jungkook pulang, Ayah harus menitipkan Jungkook pada Ayah Hoseok, besok dia harus tetap sekolah karena akan ada Ulangan harian. Jika ada apa-apa kabari Ayah ya."

Aku hanya mengamgguk sebagai jawaban. Tak lama setelah Ayah pergi aku terlelap, di kursi samping ranjang milik Taehyung.

Dalam tidurku aku melihat Taehyung tersenyum dan melambai padaku, dia mengatakan sampai jumpa lagi.

Aku sedikit terkejut dan tersentak, aku memutuskan bangun dari tidur, takut saat ingin melanjutkan tidurku karena bunga tidur tadi. Tapi yang kudapati adalah Taehyung yang tersenyum dibalik masker oksigennya yang tertutup hembusan napasnya.

A Poem for the Small ThingsWhere stories live. Discover now