Bye Tae?

2.3K 177 25
                                    

JIMIN

Aku terlalu takut mengatakan sampai jumpa,
Takut merasakan harapan palsu dari ucapanku.
Aku terlalu takut mengatakan selamat tinggal,
Takut aku belum siap berpisah.
Aku terlalu takut kehilanganmu.
Aku terlalu takut jauh darimu.
Haruskah aku ikut bersamamu?

--------------------------------------

"Taehyung sudah bangun? Demammu sudah turun?" Ayah langsung bertanya setelah melihat Taehyung menuruni Tangga.

Dia terlihat seperti anak kecil, bangun tidur sambil mengusap matanya.

Aku berdiri berlalu, Ayah terus memanggulilku tapi aku mangatakan akan berangkat menggunakan bis. Aku tak sanggup mengatakan sampai jumpa atau selamat tinggal pada Taehyung, jadi aku akan menjauhinya, jika dia mampu pulang dari Jerman, dengan selamat, aku ingin sekali jika masih bisa diberi kesempatan dekat dengan dia.

"Jimin!!! Wooiii." Aku menoleh kebelakang, Taehyung mengendarai sepeda, menggunakan seragam sekolah.

"Dipanggil kenapa malah jalan terus sih. Ayo naik biar kuantar kesekolah."

"Kamu lagi kenapa sih?"

"Loh ini aku ijin sama Ayah loh sekolah sehari, mau pamitan, mau pindah sekolah, sebenarnya mau keluar dari sekolah itu sih."

"Maksudku kamu ngapain sih, naik sepeda, lalu berangkat bersamaku, kenapa juga kamu yang didepan, aku ajalah."

"West, eist." Dia menghindari aku merebut sepedanya. Apasih mau nya anak ini. Tidak tau aku sedang jaga jarak apa?

"Ini termasuk dalam keinginan aku loh, berangkat sekolah bareng Jimin naik sepeda berdua. Nanti pulang main ke danau deket rumah yuk."

Jadi ini keinginanmu Tae? Kenapa begitu sederhana? Kau bahkan harus merasakan sakit setelah melakukannya. Aku selalu berpikir kenapa Tuhan jahat sekali? Kau hanya ingin hidup normal dan melakukan keinginan konyolmu, tapi kenapa harus sesakit ini?

"Jimin? Ayo kesekolah, kenapa melamun? Nanti terlambat."

"Adikku dasar. Kalau lelah Kakak tidak tanggung jawab ya."

"Iya iya, tenang saja."

Aku hanya ingin menutup mulutku, tidak ingin membahas perihal keinginan berangkatnya ke Jerman. Aku yakin dia bisa bertahan, seandainya memang sudah jalan Tuhan, aku memiliki jalan hidupku.

Sampai di sekolah dia turun dari sepedanya, napasnya terenggah, tapi aku mencoba tidak peduli, dia tidak suka jika aku mengasihaninya. Tapi aku mulai panik ketika dia melepas tasnya, kancing seragamnya dia dilepas beberapa, dan tangannya dengan gerak yang cepat mencari benda penolongnya.

Aku meraih tas nya, dan mengacak isi tasnya. Dia terlihat terduduk dan meremas dadanya sambil menggigit bibirnya kebagian dalam mulutnya.

"Sialan." Gumamnya pelan, aku masih bisa mendengarnya.

Ya Tuhan, Kakak mana yang tega melihat adik kecilnya kesakitan.

"Ini diminum, biar kucari air dulu."

"Tidak perlu." Die menelan dengan mudah beberapa pil yang aku berikan.

"Sakit sekali." Kemudian kami menghela napas bersama. Dia menghela untuk kesakitannya, dan aku menghela untuk kepanikanku.

"Sudah lebih baik?" Dia tidak menjawab tapi malah berlari meninggalkanku. Sialan Kim Taehyung!

Aku berlari kencang, berharap bisa mengejarnya, menangkapnya, dan memberinya pelajaran. Tapi semakin aku kencang berlari dia semakin kencang pula. Dia itu benar sakit tidak sih?

A Poem for the Small ThingsKde žijí příběhy. Začni objevovat