6. Semesta sedang bercanda

19.1K 405 10
                                    


Untuk sepersekian detik gue bagai disambar petir, mematung. Efek petir itu membuat seluruh suara seperti di tekan tombol mute, hilang gitu aja demi mendengar suara Alvin. Sebuah pengakuan perasaan yang terlalu dini, padahal gue belum melakukan apapun.

"Nggak bisa... nggak bisa... nggak mungkin" Gue berdiri, membekap kedua telinga. Panik

Eh, kenapa gue malah panik?

"Tunggu, Alvin. apa gue nggak salah denger?" Tanya gue, balik duduk di sebelahnya. Kali ini entah keberanian macam apa yang gue punya tiba-tiba gue genggam kedua tangannya.

Alvin mengangguk

....dan gue merasa sia-sia dengan 5 dating time yang sudah gue rencanakan di chapter 2.

"Kita emang punya kesepakatan, berapa? 5 dating time... gue bahkan mau kalau setiap hari selama apapun itu nge-date sama lo, dengan senang hati" Katanya. Enteng sekali, hai manusia...

"Lo nggak lagi masuk angin laut kan, atau kena jetlag kapal laut. Nggak lucu Alvin"

Doi meraih tangan gue "Gue mabuk cinta".

Gue menghela napas berat, gue rasa kali ini volume karbon dioksida yang gue hasilkan bisa mengancam ekosistem laut.

"Oke baiklah, sampai seberang kita ke rumah sakit dulu, curiga gue, lo beneran kena jetlag kapal. Nggak keren Vin, sumpah"

Doi ketawa, "Dengerin gue April..."

"Iya, gue suka sama lo. Manusia bebas. Beberapa hari ini gue emang merhatiin lo diem-deim. Sebelum CV kemarin gue baca, gue udah tau sosmed dan lainnya. Termasuk pekerjaan dan beberapa perusahan yang lo punya. One word, you are rocky woman. Apalagi setelah ngobrol semalem, tidur gue nggak nyenyak. Entah kenapa gue jadi mikirin lo"

".....serius?" gue bergumam pelan.

"Lebih dari serius... awalnya gue juga frustasi. Gue kira cuma perasaan kagum sesaat karena baru tau ada wanita se unik lo ini, tapi dengan obrolan kita dari tadi, tentang cara berpikir lo soal cewek gue, gue jadi tau kalo ini bukan cuma perasaan kagum. You're definitely different"

Silence

He shut me up

Matahari sudah sempurna hilang ditelan garis horizon. Menyisakan sedikit warna jingga. Kapal menepi. Gue dan Alvin dan seluruh penumpang, menginjakkan kaki ke pulau seberang. 2 jam perjalanan yang mengubah semua rencana-rencana gue. Sialan...

Dan di sinilah kita sekarang. Salah satu hotel berbintang. Kamar Suite yang didalamnya ada dua kamar.  Alvin ternyata sudah menyiapkan semuanya. Selesai mandi, gue menyeduh teh di pantry kecil. Alvin membuka laptop di ruang keluarga. Gue bahkan nggak tau kalo dia bawa laptop kemari.

"Mau teh?"

Alvin mengangkat kepalanya dari layar, tersenyum menerima teh hangat yang gue berikan

"Lo ngapain? Masih kerja di weekend gini?" gue duduk di sebelahnya, melihat beberapa query data di layar laptop yang lagi dia ketik.

"Besok gue jadi salah satu pembicara di acara seminar data"

"Woowww" Gue merenggangkan badan, bersandar ke sandaran sofa. Sedikit tidak percaya dengan fakta baru tentangnya. Orang ini bisa tiba-tiba bikin gue spechless.
"Kayaknya banyak hal yang gue nggak tau soal lo ya, Alvin" lanjut gue.

Doi menoleh, tersenyum. "Lo akan segera tau semuanya"

Nggak mau ganggu, gue memutuskan buat berjalan ke balkon. Membalas pesan-pesan, menelpon beberapa orang, mengurus beberapa urusan, meeting by phone dengan tim dan setelahnya gue baru menyadari kalau hotel berbintang pinggir laut ini memiliki view malam yang indah sekali.

Dan gue juga baru sadar kalo gue nggak bawa baju ganti.

"Alvin, gue turun bentar ya, mau beli beberapa hal. Lo nitip sesuatu?"

"Enggak, hati-hati. Jangan malem-malem baliknya, ponselmu aktifin terus ya"

Doi berdiri, mengantar gue sampai pintu, membukanya dan mengusap kepala gue sebelum gue keluar.

Manis sekali

Gue memesan ojek online, tujuan gue adalah pusat perbelanjaan. Membeli beberapa baju dan makanan.

Dua jam kemudian gue sudah kembali ke hotel. Alvin membuka pintu. Doi sudah berganti pakaian santai, rambutnya basah, aroma sabun dan shampoo bercampur dengan parfumnya. Menyegarkan. 

Gue masih waras.. Sejauh ini masih waras. Tapi gue nggak tau gimana jadinya setelah ini, Asli, Alvin terlalu mempesona.

"Beli apa aja?" katanya

"Baju, gue baru sadar kalo cuma bawa baju yang melekat di badan gue ini, Lo bahkan nggak ngasih tau kalo kita bakalan menginap"

Doi ketawa pelan. "Tuhkan, lo selalu tau akan melakukan apa di keadaan seperti apapun"

Gue mencibir. Berlalu ke kamar, berganti baju santai yang gue beli acak tadi. Dan menyusul Alvin ke balkon. Doi duduk di salah satu kursi. Memainkan ponselnya.

Gue membawa dua minuman ditangan.

"Mau?"

Doi menoleh, tersenyum lebar dan menerima minuman dari gue.

"April.. April... lo emang sesuatu." katanya sambil membuka tutup kaleng.

Cheeers..

"Sedikit alkohol sebagai penenang di hari yang penuh kejutan ini" kata gue, menerawang mengingat semua kejadian hari ini.

"Sama, cewek gue tadi pagi, percakapan dengan lo siang tadi, pengakuan gue sorenya dan malem ini kita disini." Doi juga melakukan hal yang sama, mengingat semua kejadian hari ini

"Ngomong-ngomong soal cewek lo, bakalan merusak suasana nggak?"

"Jangan dulu, gue lagi menikmati hari baru" tandasnya.

"Baiklah..."

Silence

Kita kembali kedalam pikiran masing-masing. Gue meneguk isi kaleng. Kadar alkohol rendah nggak bikin gue hangover, cukup sebagai penenang. Gue berdiri di sebelah pagar balkon. Angin segar menyambut, membuat rambut gue tersibak ke belakang.

Alvin mengikuti, Doi berdiri terlalu dekat disebelah gue, tanganya merangkul pundak.

"Harusnya yang ada di posisi sekarang ini bukan gue, Vin"

Hening...

"Mau dilihat dari manapun, posisi gue salah" lanjut gue

"Ssstttt.... Jangan ngomongin ini lagi, cukup" Doi meletakkan jarinya ke bibir gue dan menarik gue kedalam pelukannya.

"Gue tau ini nggak mudah dan setelah ini pasti bakalan jauh lebih sulit, tapi selama lo ada sama gue, semua bisa kita lewati" katanya.

Doi melepaskan pelukan, hidungnya menyentuh ujung hidung gue.

"What are you doing?" gue berbisih pelan

"May i kiss you?" bisiknya nggak kalah pelan

"Hmmmm..." gue mengkonfimasi,

"Never mind..." jawabnya

Gue mendongak sedikit, berbisik ke telinganya

"Don't ask, just go ahead"

Dan bibirnya menyentuh bibir gue. Pelan, hati-hati, penuh keraguan. Semesta benar-benar sedang bercanda. Alvin mencium gue, malam ini. Bibir yang selalu mencuri perhatian gue itu, kini sedang mencium gue, melumat pelan-pelan. Penuh perasaan.

Dan benar, setelah ini, semuanya jadi semakin sulit. Bahkan untuk sekedar bernapas normal.

Love IssueWhere stories live. Discover now