Chapter 1

58.5K 4.5K 575
                                    

DALILA

merdekahrdnsyh liked your photo

Kemarin pria yang bernama Merdeka itu me-like postingan media sosialku. Bukan hal besar kalau sesama teman saling me-like foto, tetapi ... aku dan dia tidak kenal dekat. Aku hanya tahu dia yang bernama Merdeka, murid kelas sebelah, kalau tidak salah dia termasuk tim basket inti di sekolah. Aku dan dia tidak saling follow di Instagram, tetapi tiba-tiba dia me-like postinganku, kemudian tak berapa lama dia me-unlike postingan itu. Hah, lucu sekali.

Kami berpapasan di koridor. Jarak kelas kami tak terlalu jauh. Sehingga aku sering melihatnya mondar-mandir di koridor ini. Sengaja ku lirik dia begitu kami berpapasan. Aku tahu dia sudah melihatku duluan, matanya terlihat terkejut tetapi buru-buru mengalihkan pandangan dariku. Aku yang terlalu pede atau dia memang sedang memperhatikanku?

"Dalila. Aman?" tanya Bara. Dia tetanggaku, rumahnya tepat di sebelah rumahku.

"Disuruh nyabut rumput mah nggak ada apa-apanya," kataku. Sebenarnya ini jangan ditiru. Aku terlalu sering datang terlambat ke sekolah. Sementara Bara setiap pagi akan mendengar omelan dari mamaku karena kamar kami tepat bersebelahan.

Bara malah tertawa, aku tak akan marah karena sudah biasa melihat dia menertawaiku. Tetapi yang membuatku tertegun adalah temannya Bara. Rupanya si Merdeka itu juga ikutan berhenti dan mendengar percakapan kami.

"Aku duluan ya, sudah ditunggu," kata Bara sembari menunjuk Merdeka.

Sebenarnya aku sempat heran pada kedua pria itu. Kemana-mana selalu bersama. Lengket banget kayak prangko. Duduk sebangku, ke kantin berdua, ekstrakurikuler juga sama, aku tidak banyak tahu tentang si Merdeka itu tetapi aku banyak tahu tentang Bara. Oh iya, ada satu yang tidak kuketahui tentang Bara, pacarnya. Setahuku Bara tidak dekat dengan gadis manapun. Jangan-jangan ... Bara naksir ... Merdeka?

"Nggak mungkin. Nggak mungkin. Aku kebanyakan baca komik BL nih."

...

MERDEKA

"Kenapa nggak sekalian ajak teman lo yang tadi? Siapa tuh namanya ..."

Aku hanya basa-basi. Bukan berharap, ya. Hanya saja alangkah baiknya kalau kita mau pergi makan dan ketemu dengan teman dekat kita, sebaiknya ajak mereka juga. Jangan hanya ramah pada lingkungan, tetapi ramah juga pada sesama manusia.

"Dalila. Nggak usah, dia ribut banget," kata Bara.

Bara pernah bilang kalau dia kenal dekat dengan Dalila, gadis yang tadi berpapasan dengan kami di koridor. Aku tidak banyak bertanya lagi takutnya Bara salah paham atas rasa penasaranku ini.

Jadi seperti biasanya, hanya aku dan Bara yang makan di kantin—menempati meja tengah. Yang paling terkenal di kantin sekolahku ini adalah batagornya. Hampir setiap hari aku makan batagor, yep, tapi tidak setiap hari juga. Tak mungkin kan hampir tiga tahun ini aku makan itu terus. Bisa krenyes-krenyes isi perutku.

"Besok bisa ikut latihan? Dua minggu depan kita ada tanding persahabatan," ajak Bara. Hampir saja aku lupa. Aku dan Bara sama-sama berada di tim basket. Dia adalah kapten basket kami. Sementara aku? Aku shooter-nya. Dulu aku meminta untuk dimasukkan ke dalam pemain cadangan saja, tetapi mereka menolak hal itu. Ekhem, aku tidak sedang pamer, ya. Tetapi ini fakta.

"Oke. Lagi pula besok gue nggak perlu jaga Liora," bundaku menyerahkan kembali tugas kantornya ke Pak Irawan—salah satu orang kepercayaan Bunda. Lagi pula ada Kakek—ayah dari bundaku yang masih kuat untuk menangani perusahaan yang kini sedang berjuang memenangkan tender.

Sekali Merdeka Tetap MerdekaWhere stories live. Discover now