Magical III

419 68 16
                                    

"Aku-"

Jihoon menjeda kalimatnya, sembari menatap sendu Guanlin. Membuat tanda tanya besar pada pemuda dengan porsi tubuh tinggi itu.

"Mungkin kau akan sedikit tidak tertarik dengan ceritaku, tapi ku harap sehabis aku bercerita kau mau menghentikan segala perlakuanmu padaku selama ini."

"-Kedua orang tuaku membuangku kala mereka mengetahui bahwa aku terlahir dengan cacat mata sebelah. Entah, mungkin mereka malu." Jihoon memulai kisahnya dengan pandangan sendu juga jemarinya yang bermain pada mutiara-mutiara yang entah datang dari mana asalnya.

"Mereka membuangku dipinggir danau tadi, tepatnya di permukaan danau ini. Aku menangis, jelas saja. Saat itu usiaku bahkan baru beberapa hari. Dan seperti yang kau lihat tadi di halaman belakang, cacat mataku akan mengeluarkan Mutiara berwarna Gold kala ia sudah melewati batas rahangku.

Aku terus menangis saat itu, tentu saja entah sudah berapa banyak mutiara itu berada dalam box bersama diriku. Sampai pada malam harinya, aku ingat sekali saat itu bintang jatuh dan mutiara-mutiara itu berganti menjadi peri-peri kecil. Mereka yang merawatku hingga sebesar ini.

Mungkin kau tak akan percaya, tapi memang itu kenyataannya." Jihoon menjeda ceritanya dan menatap Guanlin yang sedang menyesap sedikit minuman yang ia berikan.

"Lanjutkan saja." ujarnya dan Jihoon mengangguk.

"Aku diberi pilihan bebas oleh sang Ratu peri, Zana, untuk tinggal dimanapun yang aku mau di dunia peri ini. Dan aku memilih untuk berada di dalam danau. Dan meskipun ini di dalam air, tentu saja danau ini sudah sedemikian rupa disihir agar ia bisa dimasuki oleh seorang manusia.

Aku juga diberi tahu satu mantra untuk memanggil peri kapanpun aku membutuhkan mereka. Tentu saja itu bukan sembarang hal yang bisa kau lakukan semaumu. Ah sebenarnya peri-peri itu bersemayan dalam diriku, mereka hadir pada jiwa-jiwa murni dengan hati selembut sutra dan seputih tulang. Itulah mengapa hal-hal ajaib bisa terjadi padaku, karena darah para peri juga ada dalam diriku."

Terkejut? Tentu saja. Bagaimana bisa hal seperti itu terjadi dalam dunia nyata, ia kira hal hal semacam ini hanya ada dalam kisah dongeng juga dunia fiksi, layaknya cerita yang sering sang mama bacakan untuk adik perempuannya yang berusia 6 tahun.

Keduanya terdiam, tak ada pembicaraan lagi diantaranya. Jihoon yang masih bermain dengan mutiara-mutiaranya, juga Guanlin yang terdiam mencerna cerita Jihoon.

"Jihoon?"

Jihoon menoleh dan menatap telak pada iris mata Guanlin. Dan Guanlin terbuai oleh mata berbeda warna itu, entah mengapa kini manik mata itu nampak mengagumkan.

Guanlin berdeham pelan sebelum ia larut terlalu dalam pada manik mata itu. "Mengapa kau tak pernah marah kala aku dan yang lainnya menindasmu?"

Jihoon terkekeh pelan, "Aku tidak bisa marah Guanlin, maksudku aku benar-benar tidak bisa marah seperti meluapkan emosi dengan kata-kata kotor dan sebagainya. Sejak kecil aku selalu di didik dengan tutur kata baik dan rasa sabar. Dan jika kalian menindasku jujur aku jauh lebih bersedih dibandingkan marah. Kenapa kalian tidak bisa menerimaku yang cacat?" jelasnya masih dengan senyuman menenangkan itu.

Guanlin tertegun atas jawaban Jihoon. Ia tak dapat berkata apapun untuk membalaa ataupun menimpalkan perkataan pemuda manis itu. Sampai Jihoon berdiri dan mengulurkan tangannya. "Ingin ku tunjukkan sesuatu?"

◽️◽️

"Zână de apă"

Secercah cahaya itu melingkup tubuh Jihoon, hingga perlahan kedua tungkainya terbalut ekor, ah seperti siluman ikan, atau kerap dikenal sebagai Mermaid.

One Of Our Love [Panwink]✓Where stories live. Discover now