Sebab

27.6K 2.3K 29
                                    

Santi mulai menceritakan tentang hidupnya kepada Retno, cerita tentang awal mula ayahnya yang baik berubah menjadi seperti saat ini, menjadi sosok ayah yang rela menumbalkan keluarganya demi kekayaan semata.

Dulu semua berjalan indah, walau hidup dalam kekurangan, rumahnya selalu dipenuhi dengan senyuman dan rasa cinta dari kedua orangtuanya setiap saat.

Ayahnya seorang pekerja keras, apa pun dia kerjakan asal menghasilkan uang untuk kebutuhan hidup keluarga, yang penting halal. Sementara ibunya seorang perempuan berhati lembut dan penyabar dalam menyikapi tingkah laku anak dan suaminya yang terkadang menguji kesabaran.

Hingga tiba suatu masa, saat Santi sudah duduk di bangku SMA, hasil kerja keras ayahnya terkumpul cukup banyak. Ternyata tanpa sepengetahuan mereka, ayahnya menyisihkan dikit demi sedikit uang hasil kerja untuk membangun sebuah warung, mengikuti usaha warga lainnya yang sudah memulai duluan, dan usaha barunya tersebut berbuah manis.

Hidup mereka perlahan berubah, dari yang hidup serba susah, menjadi serba berkecukupan. Ayahnya pun membeli lahan perkebunan sawit yang ada di desa mereka, mulai dari hanya sekaveling hingga membeli hampir separuh lahan kebun sawit yang ada.

Warga sekitar pun menghormati dan segan kepada ayah Santi, karena dia terkenal dermawan dan tak segan membantu warga yang membutuhkan tanpa pamrih.

Akan tetapi, kebahagiaan mereka tak berlangsung lama, rusak sejak desa kedatangan warga baru dari luar, seorang pria bernama Arsyad, tuan tanah dari desa Kendawangan yang mencoba mencari peruntungan di desa Pagar Mentimun.

Arsyad membangun warung makan yang besar, dengan fasilitas lebih lengkap dibanding dengan warung-warung milik warga setempat, tetapi bukan hal itu yang menyebabkan ayah Santi berubah, melainkan persaingan tak sehat yang dilakukan Arsyad kepadanya.

Di antara warung pinggir pantai yang ada, warung milik ayah Santi dan milik Arsyad saja yang masih ramai akan pengunjung, sementara warung lainnya mulai kehilangan pengunjung, tak sedikit malah yang menutup usaha warungnya.

Memanfaatkan hal tersebut, Arsyad mulai menyebarkan isu tak benar tentang ayah Santi, dia menuduh ayah Santi menggunakan penglaris untuk usaha warungnya, dan meyakinkan warga bahwa ayah Santi juga penyebab usaha mereka sepi.

Semula warga tak percaya dengan perkataannya, karena mereka tahu ayah Santi seorang yang baik hati, tetapi seiring perekonomian yang makin sulit dan persaingan yang semakin tak sehat di sana, beberapa warga mulai terpengaruh dan percaya dengan ucapan Arsyad.

Retno memainkan jari telunjuk tangan kanannya di bibir. "Apa mungkin Arsyad menghasut warga untuk menutup paksa usaha ayahmu?"

"Itulah penyebab sebenarnya! Karena termakan hasutan Arsyad, warga meminta Ayah untuk menutup usaha warung milik kami, tetapi Ayah menolak, karena itu satu-satunya sumber penghasilan keluarga kami setelah perkebunan sawit milik Ayah tak menghasilkan lagi dengan anehnya.

"Akan tetapi, sekeras apa pun Ayah menghalangi, dia tak mampu menghadapi warga yang sudah tersulut emosi, mereka lantas membakar warung milik kami beserta isinya hingga rata dengan tanah."

Jari Retno berhenti mengetik saat mendengarnya. Dipalingkannya tatapan dari laptop ke arah Santi.

"Seluruh warga desa terlibat?"

Santi menunduk lesu.

"Hanya keluarga Pak Sugeng—ketua RT pada saat itu, dan keluarga pemilik rumah ini saja yang tidak ikut dalam aksi pembakaran, mereka dijebak Arsyad dan dikunci di rumah Pak RT agar tak bisa menghentikan aksi mereka, sisanya termakan bulat-bulat oleh fitnah itu."

Retno dan Wawan terdiam, mereka jadi memaklumi perubahan yang terjadi kepada ayah Santi, walau tetap saja mengorbankan keluarga sendiri bukanlah hal yang bisa mereka maklumi.

DESA SETANWhere stories live. Discover now