Bertemu Kembali

20.1K 1.7K 90
                                    

Di dalam perkebunan sawit, di tengah halaman luas dari sebuah pondok kecil, terbaring tak sadarkan diri para warga desa yang digiring oleh Baluth, tinggal menunggu waktunya untuk menjadikan mereka wadah dari para setan yang sudah mengantri untuk memiliki tubuh.

Para warga yang tubuhnya sudah diambil alih, menyiapkan sebuah kendi besar berisi cairan hitam, racun pemutus tali jiwa, di bawah pengawasan Baluth.

Suasana terasa mencekam, sesaat lagi seluruh warga akan diberi cairan tersebut, tanpa bisa melakukan apa-apa untuk mencegahnya.

Santi dan Mansor hanya menatap jauh, menatap tubuh manusia mereka dan Abyad yang baru keluar dari pondok.

"Ironi bukan? Tubuh kalian ada di sana tetapi arwah kalian ada di sini. Seandainya dulu kau lebih berhati-hati dalam bertindak, Mansor!"

Mansor tak melakukan pembelaan, dia sadar ucapan Nek Sirih benar dan dirinya memang salah.

"Aku tak melihat arwah istrimu, ke mana dia?"

Mendengar pertanyaan Nek Sirih, Santi menatap ayahnya, berharap ayahnya punya jawaban atas pertanyaan yang dia juga tunggu.

"Aku belum melihatnya juga, parahnya lagi, dia belum tahu apa yang sebenarnya terjadi."

Jawaban ayahnya membuat Santi lesu, tetapi terlintas pertanyaan lain di pikirannya.

"Lalu ke mana Retno? Apa tidak masalah kita meninggalkannya?"

"Tenanglah, saat ini dia pasti sudah bersama pria itu!" seru Nek Sirih.

"Pria itu?" gumam Santi tak mengerti.

Pandangan mereka tertuju kembali ke arah pondok. Kendi sudah diletakkan ke dekat warga yang tak sadarkan diri. Seorang warga, gadis muda yang tubuhnya sudah diambil alih, mendekat ke arah kendi dengan membawa centong kayu.

Abyad berjalan mendekat ke arah kendi.

"Wahai para pengikutku yang setia, sesaat lagi kalian akan memiliki tubuh yang baru. Kalian bisa menggunakan tubuh mereka sesuka hati. Bukankah aku baik?" ucap Abyad dengan penuh kesombongan.

Para setan menampakkan diri mereka satu per satu, dengan beraneka macam wujud yang hampir seluruhnya terlihat menjijikan dan mengerikan, berdiri di samping tubuh pilihan mereka masing-masing, tak peduli tua atau muda, tampan, cantik, atau jelek, bagi mereka yang penting mendapat tubuh untuk dikuasai.

"Apakah kalian akan tetap setia kepadaku?" tanya Abyad lagi.

Para setan membungkukkan badan serentak sebagai jawaban, membuat Abyad tersenyum puas melihatnya.

Abyad merentangkan kedua tangannya dengan wajah menengadah ke langit.

"Sesaat lagi tamu kita akan datang, Tuan Azazil! Aku ingin memberi sambutan yang terbaik baginya. Mulailah sekarang, ambil tubuh yang kalian inginkan!"

Gemuruh terdengar dari para setan, membuat pepohonan di sekitar bergoyang dengan hebat seakan terkena badai, tak luput pondok pun terdampak.

Gadis muda pembawa centong sebelumnya, segera memasukkan centong ke dalam kendi, mengambil cairan racun di dalamnya.

"Apa kita hanya akan melihat dari sini?" tanya Mansor.

"Ayo bergerak!" seru Nek Sirih.

Belum sempat mereka beranjak keluar dari balik pohon sawit, kendi berisi cairan hitam itu tumbang dan menumpahkan segala isinya ke tanah.

Abyad membelalak, begitupun para pengikutnya.

"APA YANG KAU LAKUKAN!?" teriak Abyad kepada gadis pembawa centong, yang dengan terang-terangan sengaja mendorong kendi hingga tumbang

Suara raungan dan tangisan terdengar memilu dari para setan yang kehilangan kesempatan. Cairan yang berharga bagi mereka lenyap begitu saja ditelan bumi.

"APA YANG KAU LAKUKAN!?" tanya Abyad lagi lantas mencekik tubuh gadis tersebut.

Gadis muda tertawa. "AKU GELI MELIHATMU! KAU MENGORBANKAN KELUARGA SENDIRI UNTUK MENYEMBAH IBLIS? ANAKMU KAU KORBANKAN, DAN AKU ISTRIMU PUN KAU KORBANKAN! ENTAH SIAPA YANG MENGISI TUBUHKU ITU, TETAPI AKU MUAK!"

Bukan hanya Abyad dan pengikutnya, Nek Sirih, Mansor dan Santi pun kini terperangah dibuatnya.

"Ibu ...? Bagaimana bisa ...?" tanya Santi.

Nek Sirih tertawa kecil. "Sepertinya dia masuk ke tubuh gadis itu saat kejadian di desa!"

"Desi? Aku tak pernah mengira dia bisa berpikiran seperti itu," tambah Mansor takjub.

Abyad mencekik sekuat tenaga leher gadis yang dimasuki oleh Desi tanpa perlawanan, Abyad tentu saja jauh lebih kuat dari tubuh gadis lemah di cengkeramannya.

Arwah Desi terlempar keluar saat leher si gadis yang memang dari awal sudah tak bernyawa, patah.

"APA YANG KAU TERTAWAKAN SIALAN?" geram Abyad ke arwah Desi yang malah tertawa.

"Aku senang berhasil menggagalkan rencanamu, Suamiku!"

"Dia bukan suamimu! Aku suamimu!"

Santi menoleh ke sampingnya, begitu pun Nek Sirih, memastikan yang di hadapan mereka benar Mansor.

"Ayo kita bantu Ayah!" ajak Santi.

Nek Sirih menahan Santi. "Belum saatnya! Tunggu sesaat lagi, tunggu orang yang mampu menghadapinya!"

"Maksud, Nenek?"

"Putra Kelana, ayahnya Retno, hanya dia yang mampu menghadapi Abyad!"

"Tapi di mana mereka?" kejar Santi gelisah.

"Dalam perjalanan ke sini! Tunggulah!"

Mereka pun tetap melihat dari persembunyian, melihat apa yang coba Mansor lakukan.

Desi melihat dengan saksama arwah Mansor. "Kau ... Mansor? Lalu dia?" Tunjuk Desi ke arah Abyad.

Mansor menceritakan kembali dengan singkat apa terjadi, kepada istrinya, soal pesugihan dan balas dendam yang berakhir tragis.

"Ternyata setan yang membantu pesugihanmu itu mengambil alih dirimu sendiri?" tanyanya.

Mansor mengangguk.

"Cukup reuni keluarganya, aku muak melihatnya," ucap Abyad. "Kalian urus mereka, aku akan kembali membuat cairan itu sebelum Azazil tiba!" perintah Abyad kepada para pengikutnya.

Baru saja hendak melangkah menuju pondok, langkahnya terhenti seketika, dia merasakan kehadiran sosok yang dulu pernah mempermalukannya.

Angin berembus dengan kencangnya, membuat pasir di tanah dan dedaunan kering ikut terangkat dan melayang. Para setan pun terlihat tertekan dengan hawa positif yang muncul tiba-tiba.

"Dia akhirnya tiba!" seru Nek Sirih sambil tersenyum.

Angin memusat di satu titik, di antara para warga yang tak sadarkan diri dan sosok Abyad.

"Apa kabar, Putra Kelana?" sapa Abyad saat angin tersebut menghilang dan memunculkan sosok rival abadinya.

"Kita bertemu lagi, Abyad, seperti yang kau inginkan! Apa tandukmu sudah tumbuh kembali?"

Abyad tertawa terbahak-bahak, tawa yang menutupi rasa luka dan malunya.

"Kali ini aku tak sendiri Kelana!" seru Abyad. Para setan dan pengikutnya kini sudah berada di belakangnya dalam sekejap.

Kelana tersenyum. "Begitupun aku!" Nek Sirih sudah berada di sampingnya bersama arwah Santi, Mansor dan Desi.

"Hanya segelintir kecoa?" ejek Abyad.

"Kita lihat saja!" tantang kelana sambil tersenyum.

Bersambung.

Well, Kelana telah tiba, pertempuran terakhir melawan Abyad dan pengikutnya akan segera tiba.

Pertanyaannya, di mana Retno?

Selamat menanti bab selanjutnya. 😁

#BangEn

DESA SETANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang