Bidasan!

19.8K 1.8K 103
                                    

"Apa kabar, Embun?" sapa Kelana tanpa mengalihkan perhatian dari Abyad.

Nek Sirih yang memiliki nama asli Embun menghela napas. "Seperti yang kau lihat, semakin menua," jawabnya ketus. Kelana tersenyum mengetahui sifat temannya itu tak berubah sama sekali dari dulu.

"Bagaimana keadaan di sini?" tanya Kelana lagi.

Nek Sirih menceritakan apa yang dia lihat dari tempat persembunyian saat tiba di tempat ini, menjabarkan apa yang direncanakan oleh Abyad kepada tubuh-tubuh warga yang tergeletak di tanah secara singkat.

Kelana mengangguk, memahami garis besar yang sesuai dengan apa yang Retno ceritakan kepadanya, yang artinya rencana dia untuk Retno sudah tepat.

"Aku memerlukan bantuanmu, Embun."

Embun menoleh. "Apa yang bisa kubantu?"

"Bawalah para warga yang tak sadarkan diri, kembali ke desa dengan kemampuanmu, dan berikan penawar racun ini kepada mereka," Kelana memberikan kendi kecil berisi penawar racun yang Retno titipkan padanya, dia lantas menoleh ke arwah Santi, Bu Desi, dan Mansor, "bawa mereka juga untuk membantu," lanjutnya.

Embun mengangguk, lantas menghilang dari sisi Kelana bersama arwah Santi sekeluarga.

"Apa yang terjadi? Kau sendiri sekarang?" tanya Abyad dengan nada mengejek.

Kelana tersenyum. "Aku tak sendiri, Allah selalu menyertai hambanya yang berjuang di jalan kebenaran, tentunya kau tahu itu bukan dirimu, bukan sama sekali! Apa aku salah?"

"Aku tak perlu bantuan siapa pun untuk mengalahkanmu, apalagi bantuan-Nya!"

"Sifat sombong kaummu memang abadi, tak akan pernah hilang selama-lamanya, bukan begitu?"

Abyad tertawa. "Sebaiknya cepat lakukan apa yang ingin kau lakukan. Aku tak ada waktu untuk mendengar ceramah agamamu. Lagi pula, aku harus menyiapkan kembali racun untuk diberikan kepada para warga desa!"

"Sabar sedikit, apa kau tak rindu denganku?"

Abyad tertawa terbahak-bahak. "Kau masih bisa bercanda di saat-saat begini?"

"Aku hanya bertanya, sebelum kita terpisah lama lagi. Lagi pula, warga desa mana yang kau maksud?" tanya Kelana pura-pura tak tahu.

"Apa kau bu ...." Abyad kembali dibuat terperangah, saat melihat ke arah tanah yang sudah kosong, tak ada lagi para warga, hanya ada tubuh Santi dan Bu Desi yang tergeletak di sana, pantas saja Abyad tak merasakan kehadiran mereka tadi.

Sebelumnya, saat perhatian Abyad tertuju kepada Kelana, Embun bersama arwah keluarga Santi, dihadang oleh setan dalam tubuh Santi dan Bu Desi saat hendak membawa tubuh para warga, tetapi mereka kalah karena terlalu meremehkan Embun yang merupakan 'orang limun', membuat mereka tak sadarkan diri, dan Embun memanfaatkan keadaan tersebut untuk memindahkan warga, dengan cukup baik.

"KE MANA MEREKA?" Amarahnya meledak kembali.

Kelana tertawa, sengaja memancing amarah makhluk terkutuk di hadapannya, memberi Retno banyak waktu untuk menyelesaikan tugasnya.

"JADI KAU SENGAJA LAMA BERBASA-BASI UNTUK MENGELABUIKU?"

Kelana tertawa. "Tentu saja, apalagi kalau bukan?"

"LENYAPKAN DIA!" perintah Abyad kepada pengikutnya yang dipimpin Baluth.

Dengan tenang, Kelana duduk bersila di atas tanah saat pengikut Abyad mulai bergerak dalam bentuk asap hitam, mereka mengitarinya dengan sangat cepat, seakan-akan Kelana tengah duduk di tengah-tengah badai.

Kelana melapalkan doa-doa, memohon bantuan dan perlindungan kepada pemilik alam beserta isinya.

Para setan pengikut Abyad mulai menyerang langsung ke tubuh Kelana, tetapi dipentalkan oleh pelindung tak terlihat di sekujur tubuh Kelana.

"Pelindung itu lagi?" Abyad teringat saat di mana Kelana memakai pelindung itu ketika mematahkan tanduknya.

Tak mau menunggu usaha sia-sia dari pengikutnya, Abyad keluar dari tubuh Mansor, menampakkan sosok aslinya, sosok tubuh manusia berkepala kambing dengan tanduk tersisa satu di kepalanya.

Abyad langsung melompat ke arah Kelana, menghantam pelindung tak terlihat dengan sekuat tenaganya.

"KALI INI AKU TAK AKAN KALAH!" teriak Abyad yang tak dipedulikan oleh Kelana yang khusyuk berdoa.

Hantaman demi hantaman yang dilesatkan oleh Abyad, ditambah serangan yang dilakukan oleh pengikutnya, membuat Kelana mulai kepayahan, dari hidungnya keluar darah segar, keringat pun membanjiri wajahnya, tetapi tak sedikit pun mulutnya berhenti berdoa.

"SAMPAI KAPAN KAU HANYA BERDIAM DI BALIK PELINDUNG INI PENGECUT!" seru Abyad memanas-manasi.

Beberapa pohon sawit yang menjulang tinggi di dekat mereka tumbang, tak mampu menahan tekanan kekuatan tak terlihat.

"LAWAN AKU, KELANA!"

Usai Abyad meneriakkan kata-kata tersebut, tubuh Kelana melayang ke udara, membuat Abyad dan pengikutnya terpental ke tanah.

"Atas izin-Nya, lenyaplah kalian yang berhati kelam!" teriak Kelana membahana, lantas mengeluarkan cahaya putih yang menyilaukan mata seluruh makhluk yang berada di dalam perkebunan sawit, dan mengikis perlahan-lahan tubuh setan para pengikut Abyad hingga lenyap satu per satu, menyisakan Abyad yang masih berdiri sambil menutup mata dengan tangannya.

"A-a-apa ... yang kau lakukan?" tanya Abyad setelah melihat para pengikutnya telah lenyap, saat matanya bisa melihat dengan normal kembali.

Tubuh Kelana perlahan turun kembali, menjejak di tanah yang kini sunyi.

"Bukan aku, tetapi Dia! Dia yang melenyapkan para pengikutmu, aku hanya perantara," jelas Kelana.

Abyad meringis, mengingat kenyataan bahwa, mereka yang melawan niat jahat kaumnya, selalu mendapat bantuan dari Sang Pencipta, sebuah kelebihan yang tak bisa mereka lawan.

"Kau memang hebat, masih bisa bertahan, tak seperti pengikutmu," puji Kelana yang tak membuat Abyad bangga, karena dibandingkan dengan pengikutnya yang jelas-jelas tingkatannya berada di bawahnya.

Bukannya tak terdampak, tetapi dia bertahan dengan sisa kekuatan yang dia punya, bahkan saat ini tubuhnya masih bergetar hebat oleh sinar menyilaukan tadi.

"Biarlah, sepertinya kita memang ditakdirkan untuk berhadapan satu lawan satu oleh-Nya."

"Serangan terakhir?" tanya Kelana.

Abyad tersenyum sinis. "Majulah!"

Belum sempat mereka berseteru kembali, petir menyambar di halaman belakang pondok beberapa kali, menimbulkan suara ledakan yang cukup keras.

"Apa yang terjadi?" tanya Kelana gelisah kini.

Abyad tertawa terbahak-bahak. "Sepertinya 'tamu' yang kuundang sudah tiba!"

"Sang Iblis! Kau gagal, Retno?" gumam Kelana menyadari.

"KALIAN HABIS SEKARANG!"

Bersambung.

Agak kemalaman, ya, post-nya? Maaf, soalnya baru dapat alur plot di bab ini, setelah banyak mempertimbangkan pilihan alur cerita yang ada di kepala. :D

Dengan ini berarti tersisa 9 bab lagi untuk tamat. Mohon doa agar saya selalu sehat dan terhindar dari virus yang tengah menyerang di saat ini, dan saya mohon doanya untuk sahabat saya sesama penulis yang statusnya sekarang ODP (Orang Dalam Pengawasan), semoga dia negatif setelah melewati masa pengawasan nanti. Mohon doanya, dan saya doakan selalu kalian semua terhindar dari virus corona, dan sehat selalu.

Terima kasih sudah mengikuti cerita saya, dan seandainya nyawa masih panjang, saya akan membawa lebih banyak cerita lagi.

Selamat beristirahat.

#BangEn

DESA SETANWhere stories live. Discover now