Mansor

24.7K 2K 85
                                    

Perlahan mata Retno terbuka. Sinar matahari yang masuk lewat ventilasi jendela di dekatnya, menerpa tepat ke arah matanya, membuatnya mengerjap-ngerjap saat itu juga.

Tak hanya itu, bau setanggi menyeruak ke dalam hidungnya, menyesakkan dada seketika.

"Selamat datang! Orang asing yang rela mengantarkan nyawa untuk mengurusi hal yang bukan urusannya!" ujar pria dengan rambut penuh uban.

"S-siapa ... kau?"

Retno mengedarkan pandangan, mendapati dirinya sedang berada dalam sebuah gubuk sederhana, dengan posisi terbaring dan terikat di atas meja kayu.

Pria paruh baya itu tersenyum. "Aku? Kau bisa memanggilku Mansor, ayah dari Santi!"

Retno melotot mendengarnya. "K-k-kau?"

Retno seketika teringat dengan cerita Santi semalam, Santi berkata ayahnya berada di sebuah pondok di tengah-tengah perkebunan sawit, berarti benar orang yang ada bersamanya sekarang adalah ayahnya Santi.

Mansor menyalakan lilin-lilin yang diletakkan di setiap titik pertemuan garis, yang membentuk bintang terbalik di atas kepala Retno.

"Terkejut?" tanyanya.

"Kenapa kau melakukannya?"

"Apa?"

"Semua ini! Bahkan kau menjadikan anak dan istrimu sebagai tumbal!"

Dia tertawa. "Maksudmu Santi dan Desi?"

"Memangnya siapa lagi?" Retno mencoba menggerakkan tangan dan kakinya, tetapi ikatannya ternyata terlalu kuat.

Mansor kembali menatap wajah Retno usai menghidupkan sisa lilin lainnya di setiap sudut ruangan.

"Mereka bukan keluargaku lagi! Jadi apa salahnya aku menumbalkan mereka?" bisiknya.

"Apa maksudmu?" tanya Retno.

Mansor tertawa. "Lagipula, pada akhirnya mereka akan mati juga, kan? Aku hanya mengambil keuntungan dengan mempercepat jadwalnya!"

"Keuntungan apa yang kau dapatkan? Setara dengan nyawa mereka?"

"Keabadian! Demi itu aku rela menukar nyawa siapa saja, apalagi mereka bukan keluargaku!"

Retno mengernyitkan dahi, lagi-lagi Mansor mengatakan hal itu. "Bukan keluargamu?"

Mansor tersenyum-senyum melihat wajah heran Retno.

"Kau bisa mengenali Santi yang ada, bukan Santi yang sebenarnya, tetapi tak mengenaliku?"

Pertanyaan Mansor membuat Retno semakin mengerutkan dahi.

Mansor mengambil pisau belati bergagang hitam di atas meja sesajen, dekat dengan setanggi yang menyala

Retno memberontak sekali lagi. "Siapa kau? Kau bukan ayah Santi yang sebenarnya? Apa mungkin ...?"

"Kau mau tau? Sungguh?" Mansor tertawa terpingkal-pingkal. "Kau sungguh aneh! Kenapa begitu tertariknya denganku?"

Sekelebat bayangan hitam masuk lewat ventilasi di atas pintu, mendekati Mansor dan mewujud menjadi sosok gelap di sampingnya.

"Oh, ternyata begitu? Penulis, ya? Menarik!" serunya setelah mendapat bisikan dari sosok tersebut, lantas mengusap belati yang sangat tajam.

"A-a-apa yang mau kau lakukan?" tanya Retno gelisah.

Mansor memainkan belatinya di lengan kanan Retno, menyeretnya benda tajam tersebut turun dari bawah bahu hingga ke telapak tangan.

"Kau mau jawabannya, kan? Akan kuberikan, tetapi sebelum itu ... kau harus menerima tanda dulu di tanganmu!"

DESA SETANWhere stories live. Discover now