30

864 120 3
                                    

Rina pun berbalik badan sambil berlari, meninggalkan Xinlong dengan emosinya yang bercampur aduk.

Apa gue punya salah? Apa gue berdosa? Kenapa harus Rina yang pergi? Kenapa harus Rina yang menderita? Kenapa bukan gue?

"Xin, ayo pulang." Shuyang berbalik badan, hendak merangkul Xinlong.

Namun ia malah menatap kesana-kemari dengan bingung, tidak ada Xinlong dibelakangnya.

"Xin? Xinlong?!" seru Shuyang panik.

Zeyu masuk kedalam rumah, kemudian ikut berseru panik. "Eh kok ga ada anjir ilang go—"

"Jangan dilanjutin, atau gue potong kecil-kecil lidah lo." Zihao menepuk pelan mulut Zeyu.

"Dia kemana?" tanya Mingrui.




"Rinaaa!!"

Di lorong yang gelap itu, Xinlong berlari tanpa tujuan. Ia hanya ingin menemukan Rina.

"Kamu jangan kayak begini dong sama Kakak! Kakak ga akan segan-segan hukum kamu pas kita pulang nanti!"

Suara sepatu Xinlong bergema di lorong. Terdengar sangat jelas hingga membuat telinga pengang, namun Xinlong mengabaikannya. Ia berlari secepat mungkin.

Hingga langkahnya terhenti ketika lorong yang ia lewati sudah habis, dan penglihatannya disapa oleh...




... Rina yang berbaring diatas lingkaran yang mirip sebuah simbol, dengan orang-orang berjubah hitam mengelilinginya.

Orang-orang itu membaca mantra dengan bahasa yang tidak Xinlong mengerti.

"Apa-apaan ini...?" gumam Xinlong. "Rina!"

Teriakan itu membuat semua orang yang ada disana menoleh padanya.

Xinlong berlari menghampiri Rina. Namun saat ia menginjak ujung lingkaran simbol, ia terpental ke belakang dengan cukup keras.

"Anjir!" umpat Xinlong. "Apaan tadi?!"

"Ritual pemudaran tidak boleh diganggu gugat."

Xinlong menatap Hendery yang bertudung hitam.

"Rina akan di pudarkan, dan tidak ada yang boleh mengganggu ritual ini. Jadi kamu tidak boleh melangkahi lingkaran ini." Hendery tersenyum miring pada Xinlong.

Hal itu membuat Xinlong emosi. Tangannya mengepal kuat. Ia kembali berdiri dan berlari menuju simbol.

"Argh! Sialan," gumamnya ketika ia mencoba menerobos lingkaran, dan itu membuatnya merasakan sakit yang luar biasa di seluruh badannya.

Hendery terkekeh kecil. "Itu semua akan sia-sia, He Xinlong."

Xinlong menggertakkan giginya, ia menatap Hendery penuh amarah serta benci. Makhluk itulah yang merebut Rina dari Xinlong!

Kemudian ia terkejut melihat simbol lingkaran itu menyala, begitu juga Hendery.

Namun Xinlong tidak mempedulikan itu, ia menatap Rina yang terkulai lemas di tengah-tengah lingkaran.

"BANGSAT LO SEMUA!"

Setelah Xinlong berteriak penuh emosi, orang-orang itu—termasuk Hendery, terpental jauh dari lingkaran. Lingkaran tersebut menghilang dalam sekejap tanpa jejak.

"Rina!" Xinlong berlari menghampiri Rina. "Adek!"

Xinlong menjatuhkan lututnya disamping Rina, kemudian menepuk pelan pipi gadis itu. "Rina, bangun! Kakak disini!"

Xinlong menaikkan kepala Rina ke atas pahanya. "Dek? Adek! Bangun!"

Rina mengernyitkan dahi sebelum membuka mata, menatap Xinlong heran. "K-Kak Xinlong? Kenapa Kakak masih disini?

"Kamu ini ada-ada aja. Ya Kakak disini buat ngajak kamu pulang, lah." jawabnya dengan senyum tipis.

"Kakak kan, ga boleh disini..." Rina menegakkan tubuhnya, ia duduk di hadapan Xinlong.

Xinlong terkekeh pelan. "Kakak udah bilang, Kakak kesini buat jemput kamu pulang. Kalau Kakak pulang tanpa kamu, berarti sia-sia dong?"

Ia mengusap kepala Rina dengan lembut, sembari menatapnya dengan tatapan yang tak dapat diartikan. Xinlong benar-benar sudah menganggap Rina seperti adiknya sendiri, bahkan ia pernah berharap Rina adalah adik kandungnya. Dalam waktu beberapa bulan saja, Rina berhasil menumbuhkan rasa sayang seorang kakak di hati Xinlong.

Karena Rina sudah muncul di hidup Xinlong dan mengubah hatinya, jadi Xinlong tidak akan melepaskan Rina lagi.

"... HAHAHAHA!"

Perhatian mereka berdua teralihkan pada Hendery yang tertawa keras.

"Argh! Lo lagi!" Xinlong mengambil kayu yang ada di dekatnya, kemudian menatap Rina. "Kamu disini dulu sebentar."

"Kakak!" panggil Rina sebelum Xinlong berdiri.

Xinlong berjalan menuju Hendery, dan berhenti di hadapannya. "Lo jangan berani sama cewek doang, dong. Pilih lawan yang tenaganya sama."

Hendery tersenyum kecil.

Itu membuat Xinlong semakin emosi, ia memajukan badan, hendak menyerang Hendery. Namun Hendery memundurkan langkahnya, hingga serangan Xinlong meleset.

"Lemah," ejeknya.

Serangan Xinlong pada Hendery semakin brutal, tapi anehnya, Hendery dapat lolos dari itu.

Hingga Xinlong berhasil menjatuhkan Hendery ke tanah, Xinlong segera mengunci pergerakan Hendery supaya ia tidak bisa bergerak.

"Mati lo, anjing!" Xinlong memegang kayunya dengan kedua tangan dan mengangkatnya ke udara.

"Kamu pikir dengan mudahnya kamu bisa hancurkan saya?" tanya Hendery dengan wajah datar. Ia menoleh pada Rina yang ketakutan.

"Rina, kamu ga ingat?" tanya Hendery, menyunggingkan seringaian.

"Kita itu satu. Kakak itu kamu, dan kamu itu Kakak. Kamu itu makhluk tiruan Kakak."


"Jadi, itu maksudnya..." gumam Xinlong. "Rina kloningan Hendery?"


Hendery balik menatap Xinlong. "Itu kamu tau, Xinlong." Ia tersenyum. "Itu artinya, jika kamu hancurkan saya, Rina juga akan hancur."

Tiba-tiba, tangan Xinlong terasa lemas. Ia kembali meletakkan kayu itu ke tanah.

Hatinya bimbang. Ia sangat benci Hendery, namun jika Xinlong membunuh Hendery, itu berarti dia juga membunuh Rina. Mereka adalah orang yang sama, jiwa yang sama namun dengan pola pikir, tubuh, serta kepribadian yang berbeda.

Xinlong harus menghancurkan Hendery, tapi disisi lain Xinlong membutuhkan Rina.

Xinlong tengah dilema sekarang.

"Kak Xinlong..." ucap Rina lirih.

"Dek," ujar Xinlong. Ia berjalan menghampiri Rina. "Kakak minta maaf. Kakak gagal jadi kakak yang baik buat kamu. Kakak udah berusaha sebisa mungkin, tapi Kakak tetap ga berhasil."

Rina menggelengkan kepalanya. "Bukan, ini bukan salah Kakak. Jangan salahin diri Kakak."


"Kakak ga tau Kakak selemah itu. Kakak bodoh, Rin. Andai aja waktu itu Kakak ga berniat manfaatin kamu, semua ini ga akan terjadi."


Yang paling membuat Rina kaget adalah; mata Xinlong yang berkaca-kaca. Rina dapat merasakan perasaan Xinlong bahkan hanya dengan melihat tatapannya saja.





"Kak..."

Tapi sosok di belakang Xinlong membuat Rina membolakan kedua mata.

Hendery mengangkat sebuah kayu ke udara, dengan seringaian yang mengerikan.

"KAK! AWAS!"

[✓] 𝐓𝐎𝐔𝐂𝐇 | xinlong ft. boystoryWhere stories live. Discover now