04. The first hint

7.1K 1.5K 197
                                    

Tok tok tok!


"Grace."


Tok tok tok!


"Grace, apa kau ada didalam?"

Aku berusaha menyadarkan diri setelah mendengar suara ibu yang meninggi dari luar kamar.

"Grace, jawab ibu."

"Iya, bu. Aku tertidur."

Setelah itu aku tidak mendengar sahutan apapun. Aku bangkit seraya mengumpulkan jiwa, kemudian baru setelahnya aku turun dari ranjang. Langkahku terseok lantaran diri yang masih terkantuk-kantuk. Begitu sampai dipintu, aku meraih gagangnya dan berniat untuk membuka.

Namun terkunci.

Itu membuatku kebingungan. Semenjak kapan aku mengunci pintu kamarku?

"Grace?"

Aku segera memutar kunci yang masih bergantung dibawah gagang dan menarik benda persegi panjang tersebut. Ibu terlihat berdiri tepat dihadapanku, sembari memasang raut wajah yang begitu khawatir.

"Apa kau baik-baik saja?" Tanyanya sambil memperhatikan sekujur tubuhku.

"Tentu."

"Oh, ya Tuhan. Syukurlah. Kau membuat ibu ketakutan dengan mengunci pintu kamarmu."

Itu dia. Aku juga tidak mengingat sejak kapan aku mengunci pintu. Bukankah sejak ibu pergi, aku hanya duduk terdiam dan,

Astaga.

Satu hal sudah kulewatkan.

"Apa sesuatu terjadi?"

Aku menatap ibu dengan suara yang sedikit tersendat. "Ti-tidak ada apa-apa, bu. Aku hanya lelah dan kupikir mengunci pintu disaat kau pergi itu penting."

"Baiklah jika memang seperti itu. Ibu ingin memberitahukanmu, jika sepupumu telah kembali dari Macau dan akan mengunjungimu besok pagi."

"Liu Yangyang?"

Ibu mengangguk.

Aku tersenyum tipis menanggapi pemberitahuan dari ibu. Setelah itu ia kemudian mengatakan selamat malam untukku dan kembali kedalam kamarnya. Aku segera berbalik, tergesa-gesa menutup pintu kamar.

"Injun?" Kupanggil nama itu dengan suara yang pelan. "Aku tahu kau ada disini."

Kosong. Tidak ada jawaban apa-apa.

Aku mendongak untuk melihat pintu kecil menuju gudang. Dan itu tertutup.

"Huh."

Baiklah, kali ini aku tidak ingin memaksakan semuanya.

Sudah.

Jika itu hanyalah sekedar mimpiku, aku relakan. Mungkin saja aku pingsan atau semacamnya yang mengakibatkan diriku memimpikan kehadiran Huang Renjun. Ya, aku hanya terlalu merindukannya. Tidak pernah separah ini.

Aku lalu menoleh pada jam dinding. Jarum jam menujukkan kalau sudah larut malam, dan aku membuat ibu khawatir karena mengunci pintu.

Tetapi tunggu, sejak kapan secarik kertas kutempelkan tepat ditengah-tengah jam dinding itu? Aku pun melangkah dan menarik kertas tersebut.

20180314

Dahiku mengerut dengan sendirinya.

Angka-angka apa ini? Sejak kapan aku menuliskannya? Apa— semenjak kecelakaan, ingatanku semakin melemah. Ah, ada apa sebenarnya?

Tanganku seolah ikut menyerah dengan meletakkan kertas tadi diatas meja belajar. Aku menghembuskan nafas berat dan kembali keatas ranjang untuk menginstirahatkan tubuh serta pikiranku, sepenuhnya.

[I] THE DREAM ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang