19. Another victim!

3.6K 932 217
                                    

Writer side

Waktu sudah menunjukkan pukul dua siang. Disebuah rumah duka, tampak seorang gadis dengan wajah sendunya sedang menatap foto sang ibu yang terletak tepat disamping sebuah peti. Grace, gadis yang kini merasa dirinya telah berada dunia antah-berantah, percaya tak percaya dengan apa yang tengah ia lalui. Ada beberapa orang yang datang untuk mengunjunginya, memastikan kondisinya yang sudah tidak perlu ditanyakan lagi.

Ibu, satu-satunya orang yang tersisa, yang benar-benar Grace jadikan sandaran. Lantas setelah ini, apa yang bisa ia lakukan? Dipikirannya, untuk apalagi ia menjalani hidup jika ibunya sudah tidak bersamanya lagi?

Kepolisian sudah melakukan investigasi, tetapi hasil belum juga keluar. Mereka mengatakan semuanya akan dilaporkan sesegera mungkin, tetapi dua hari berlalu pun belum ada berita baru yang sampai ditelinga Grace.

Tepat beberapa meter dari Grace, sosok Liu Yangyang masih terdiam dengan tatapan kosongnya. Semenjak peristiwa itu, Yangyang tidak pernah mengeluarkan ucapan apa-apa. Bahkan ketika dimintai keterangan, ia tetap sama. Hal ini benar-benar menjadikan orang-orang tidak tahu dan tidak mengerti, apa yang telah menyebabkan ibu Grace meninggal dunia.

Grace mengalihkan pandangannya dari bingkai sang ibunda menuju keluar ruangan. Secara tidak sengaja Grace menemukan kehadiran Renjun dan Jisung, yang sedang mengamatinya dari balik topi dan jarak jauh. Tidak lama berselang, Park Jisung berbalik, mengusap air matanya dan tidak ingin melihat kesedihan mendalam itu. Sementara Renjun, dia masih memandangi manik mata Grace.

Renjun berusaha menahan dirinya. Konyol jika ia masuk kedalam sana dan memperlihatkan kepada orang-orang kalau dirinya masih ada.

Tidak, tidak untuk saat ini.

Lelaki itu melihat Grace mengalirkan air mata, seolah lambat laun merobohkan pendiriannya.

Aku ingin memelukmu, berkata aku akan selalu bersamamu.

Tetapi itu hanyalah andaian semata dibatin Renjun. Tangannya terkepal, sedih dan marah disaat yang bersamaan.

Sosok Grace kemudian menghilang dari pandangannya, digantikan dengan punggung seorang lelaki yang bergegas menghampiri gadis itu.

"Grace." Panggilnya membuat Grace mendongak.

"Mark."

Mark meraih Grace untuk didekapnya lembut. "Kau kuat, kau harus bertahan."

"Aku tidak tahu bagaimana caranya, Mark."

Mark menggunakan kedua tangannya agar bisa mengusap punggung Grace. "Maaf aku baru datang. Aku baru tahu saat membaca beritanya dimedia. Tidak ada orang yang menghubungi tentang ini. Aku benar-benar ikut berduka, Grace. Ibumu adalah orang yang sangat baik."

Grace hanya bisa menangis, tidak terpikirkan apapun untuk diucapkan kepada Mark.

Cukup lama lelaki ini membiarkan bahunya menjadi tempat bersandar oleh Grace, tanpa bergerak sedikitpun. Itu menyebabkan Huang Renjun memejamkan mata dan menunduk, berusaha menahan sesuatu yang memberontak dari dalam dirinya.











—lrv—











Grace side

Sudah dua jam sejak kedatangan Mark, dan ia terus berusaha membantuku menyambut orang-orang, sesekali menanyakan keadaanku, hingga keluar dan kembali masuk setelah mengantar tamu. Aku masih merasa tidak bisa melakukan apa-apa, bahkan untuk bangkit sekali pun dari sini.

Aku mengedarkan pandangan, mencari-cari kehadiran Yangyang yang tiba-tiba saja menghilang dari sini. Aku berusaha menunggunya, berpikiran jika orangtuanya sudah datang.

Tetapi tidak. Yangyang tidak berada didekatku cukup lama.

Kulihat Mark kembali mendekat, yang dengan segera kulontarkan sebuah pertanyaan. "Apa kau lihat Yangyang?"

"Yangyang?"

"Sepupuku." Balasku sambil menunjuk tempat yang tadinya ada Yangyang. "Ia berada disana tadi."

"Ah, tadi dia keluar. Mungkin saja sedang ketoilet."

"Tetapi ini sudah sangat lama sejak aku menunggunya."

"Benarkah? Kalau begitu, biar aku cek."

"Apakah tidak memberatkanmu? Kau sudah kesana-kemari sedaritadi. Kau bisa saja kelelahan. Biar aku saja."

Mark mengusap pundakku. "Tidak. Kau tidak perlu berpikiran seperti itu. Tunggu disini, aku akan mencarinya." Balasnya dan kembali bangkit lalu keluar untuk mencari Yangyang.

Aku sendiri kembali bersandar, memandangi wajah ibu yang tengah tersenyum manis difotonya.

Bu, bahkan disaat kau yang meninggalkanku, ayah sama sekali tidak muncul. Sekadar memberi ucapan duka lewat telepon bahkan tidak, bu. Aku rasa ayah serius sudah tidak menganggapku lagi. Aku rasa, aku sudah tidak mempunyai orangtua lagi, bu.

Orang yang ingin kugapai ditiap hariku.

Aku beralih menatap pintu rumah duka, untuk kembali mencari kehadiran Huang Renjun. Tetapi sudah tidak ada. Mungkin ia sudah kembali ke Le Reve.

Jika boleh jujur, aku menginginkan Renjun bersama yang lainnya disini. Terbayang dibenakku melihat mereka mengenakan setelan serba hitam, berdiri atau berada tak jauh dariku. Tidak perlu khawatir akan mereka yang muncul dan membuat orang lain terkejut atas keberadaan mereka. Aku ingin mereka segera keluar dari zona seperti itu. Setidaknya membuatku semakin yakin atas hidupku selanjutnya.

Mendadak lamunanku tergantikan oleh kehadiran seseorang yang membungkuk sambil memegangi perutnya. Tangan yang satunya bersandar didinding, seolah menopang tubuhnya dengan itu. Aku kebingungan, ada apa dengannya?

Hingga tak lama mataku memincing, mengamati tangannya yang menutupi perut.

Ti-tidak, darah terlihat merembes dari balik pakaiannya!

"To-tolong, tolong—" eluh lelaki itu sesaat sebelum jatuh berlutut tepat di depanku.


To be continue

[I] THE DREAM ✓Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt