Kapitel 2.1

15.3K 896 3
                                    

"Was sollen wir tun¹?" Alvaro mengucapkan bahasa Jerman yang ia kuasai kepada seorang pria yang merupakan bagian dari tim evakuasi.

"Komm mit uns²" aku tidak mengerti apa yang dikatakan oleh pria tersebut tapi sepertinya ia mengajak kami untuk mengikutinya, terlihat dari gerakan para dokter lainnya yang langsung berjalan mengikuti langkah kakinya.

Kami dibawa masuk ke dalam sebuah gedung besar. Gedung tersebut baru saja berhasil di buka akses masuknya tapi, ada beberapa pasien yang kondisinya tidak memungkinkan untuk dibawa keluar melalui akses jalan yang cukup kecil.

Aku menemukan pasien pertamaku. Seorang nenek yang terlihat lemas menatapku, seolah-olah ia meminta bantuanku untuk menolongnya.Aku mengeluarkan stetoskopku dan memeriksa detak jantungnya. Semuanya normal,tidak ada gejala maupun penyakit yang parah. Akan tetapi, kondisinya memang cukup lemas.

"I'll give you a vitamin injection" ucapku sambil mengeluarkan jarum suntik beserta dengan sebuah botol kecil yang diisi dengan cairan Vitamin C, untung saja ia dapat mengerti apa yang ku ucapkan.

"Don't worry, tomorrow they will bring you out of here. As for now, please have enough rest" aku menyelimutinya dengan selimut yang diberikan oleh tim evakuasi. Ia memegang tanganku sambil tersenyum tipis.

Setelah menghabiskan dua jam di dalam tempat ini, kami telah mengobati luka dan memberikan vitamin untuk para korban gempa yang masih terjebak di sini. Saat aku hendak berjalan keluar bersama tim evakuasi dan para Dokter lainnya, langkah kakiku terhenti saat aku melihat seorang anak kecil yang terbaring lemas. Wajahnya sangat pucat, tubuhnya lemas tak berdaya.

Aku menghampirinya dan memegang dahinya yang sangat panas. Temperaturnya berada pada tingkat 39 derajat celcius.

"Excuse me, we need to get him out of here" ucapku kepada seorang anggota tim evakuasi yang sedang berada di sampingku.

"Entschuldigung, wir können nicht³" balasnya sambil membentuk tanda silang dengan tangannya.

"He has high fever and it will be too dangerous if he stay here"

Lagi-lagi ia membalasku dengan tanda silang sambil menggelengkan kepalanya, bahkan kali ini ia terdengar lebih bersikeras untuk menolakku.

"Ada apa?" tanya Alvaro yang datang menghampiri kami.

"Anak ini demam tinggi, suhu nya mencapai 39 derajat celcius. Kita harus bawa dia keluar dari sini tapi, pria ini terus-terusan bilang kalau kita ga bisa bawa dia keluar"

"können wir ihn hier rausholen? Er hat hohes Fieber und es könnte zu gefährlich sein, wenn wir ihn hier lassen⁴"

"Entschuldigung, aber ich habe gerade eine Information erhalten, dass unser Sanitätszentrum derzeit voll ist und wir uns auf weitere Notfallpatienten vorbereiten⁵"

"Apa katanya?" tanyaku kepada Alvaro.

"Medic Center lagi penuh dan mereka lagi mempersiapkannya untuk pasien yang lebih darurat"

"Ga bisa begitu dong, anak ini juga butuh penanganan. Lo tau kan apa yang akan terjadi kalau seorang anak kecil sudah mengalami demam tinggi dan lo tega ninggalinnya di dalam sini?"

"Ya sekarang memangnya lo punya ide? Kalau kenyataannya tempat kita memang lagi penuh, gimana kita bisa kasih penanganan buat anak ini?"

Aku menatap anak tersebut sambil memikirkan solusi terbaik untuknya.

"Gue punya ide"

 Alvaro mendengarkan ideku dan untungnya pria yang tadi sempat bersikeras untuk membiarkan anak ini di dalam sini setuju untuk mengeluarkannya. Berhubung akses keluar sedikit sempit, Alvaro membawa anak ini dengan kedua tangannya.

"Ukuran ranjang di base camp lo lebih kecil dari ranjang gue, anak ini biar di sini aja ya" ucap Alvaro sambil membawa anak tersebut di punggungnya.

"Lo..gapapa?" tanyaku.

Alvaro menggeleng sambil tersenyum tipis. Ia pun membawa anak tersebut ke dalam tendanya, sedangkan aku menyiapkan infus dan beberapa obat-obatan yang ada pada Medic Center untuknya.

"Udah waktunya makan" ucap Alvaro.

Aku tidak meladeninya dan memfokuskan diriku pada jarum infus yang akan ku masukkan ke dalam tangan anak ini. Sejak di evakuasi tadi, ia masih tertidur. Mungkin saja ia akan terkejut ketika terbangun dan menemukan dirinya di tempat ini. Tapi, yang terpenting adalah anak ini bisa mendapatkan pengobatan terlebih dahulu.

Alvaro masih berdiri diam di belakangku, sampai akhirnya aku berdiri dari posisiku dan menatapnya.

"Gue ga laper" aku membalas ucapannya tadi.

Beberapa detik setelah aku mengucapkan hal tersebut, perutku mengeluarkan bunyi yang cukup kencang. Sial, perut ini memang tidak bisa diajak kompromi.

"Menurut gue, anak ini akan bangun sekitar 30 menit lagi dan gue rasa 15 menit udah lebih dari cukup untuk makan"

Aku menatap anak kecil yang masih tertidur dengan pulas itu sebelum akhirnya meng-iyakan ucapan Alvaro. 


¹apa yang harus kami lakukan?
²ikuti kami
³maaf, kami tidak bisa
bisakah kita mengeluarkannya? Anak ini memiliki demam tinggi dan akan terlalu berbahaya jika kita membiarkannya di dalam sini.
⁵maaf, aku baru saja mendapatkan informasi bahwa Medic Center sedang penuh dan saat ini kami sedang mempersiapkannya untuk pasien dengan kondisi yang lebih darurat.

LakunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang