Kapitel 3

13.6K 769 3
                                    

"Terus, yang gantiin Fani siapa?" tanya Nike kepada Julian.

"Kita lagi berusaha untuk cari penggantinya, masalahnya semua dokter udah punya job desk masing-masing. Karena gempa susulan kemarin jadi ada banyak korban yang butuh tindakan lebih lanjut"

"Biar gue yang gantiin" aku dapat merasakan semua mata yang saat itu tertuju padaku. Dari tatapan mereka, aku tau mereka cukup terkejut akibat aku tiba-tiba menawarkan diri menggantikan posisi Fani untuk pergi ke lokasi kemarin.

"Na, lo yakin?" Nike yang paling khawatir denganku saat itu, ia menghampiriku dan berusaha untuk merubah pikiranku.

"Gue gapapa kok, lagian kalian juga butuh orang kan?"

"Iya tapi-"

"-gue ga mau sampai ada korban jiwa lainnya"

Setelah mendengar ucapanku itu, Nike dan Julian pun berhenti melarangku. Semuanya terdiam, aku tidak tau arti di balik diam itu. Ntah mereka masih meragukanku atau mereka justru membolehkanku.

"Kalau dia bilang bisa, just let her do it" kini, pandangan orang-orang yang ada di ruangan itu teralihkan pada Alvaro yang menghampiri kami.

"Oke, lo ikut sama Nike ya"

Aku mengangguk pelan, semuanya pun mulai bergerak menuju mobil yang sudah dibagi sesuai dengan tim masing-masing.

"Dokter Alvaro, ada yang ingin saya bicarakan" ucap seorang perawat.

Alvaro menatapku untuk beberapa saat, ia mengambil salah satu helm yang terletak di atas meja dan memasangkannya padaku. Sebelum akhirnya meninggalkanku ke dalam Medic Center. Akhir-akhir ini, aku tidak tau magnet jenis apa yang terkandung di dalam matanya hingga tatapanku sulit untuk lepas darinya.

"Ayo masuk" Nike menarik lenganku pelan untuk masuk ke dalam ambulans dan aku kembali melanjutkan perjalananku di sini.

***

Setelah tiba di lokasi yang sama seperti kemarin, aku mempersiapkan diriku untuk turun. Aku tau, aku telah melakukan hal ini berkali-kali bahkan setiap hari. Tapi, hari ini terasa jauh lebih berat untukku. Setelah kejadian kemarin, masih ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatiku. 

"Na, bantu gue ya ada pasien open fracture¹ di sana"

"Oke, got it"

Aku berlari menuju tempat yang di maksud, melupakan beban yang masih melekat pada hatiku untuk sementara dan berusaha sebaik mungkin untuk melakukan tugasku sebagai dokter.

"Sir, can you hear me?" tanyaku kepada pasien yang terlihat lemah. Ia mengangguk pelan sambil tersenyum tipis.

"Grade two open fracture², ada Saline³?"

"Ada"

Aku menutup luka tersebut dengan kasa yang telah dibasahi dengan larutan Saline dan memakaikan splint⁴ pada bagian kaki sebelah kanannya.

"We need to bring him to the Medic Center soon, please use stretcher⁵ and bring him to the car"


"Kemarin waktu gue baru aja keluar dari Medic Center, gue ga sengaja ngeliat kak Hanna berduaan sama dokter Alvaro" seperti biasanya, Orin mulai menyebarkan gosip kepada rekan dokter lainnya.

"Serius? Lo ga salah liat?" tanya Kiara yang mulai terpancing dengan ucapan Orin.

"Astogeng, Kiara remehin mata Orin? Jelas-jelas Orin liat mereka pelukan di depan!"

Dokter-dokter yang pada saat itu sedang berkumpul untuk mendengarkan ucapan Orin pun secara kompak memasang ekspresi terkejut, dilengkapi dengan suara layaknya sound effect pada film-film.

"Kalian di kirim ke sini untuk menolong orang, bukan membicarakan orang" kehadiran Alvaro membuat mereka panik, ada yang langsung membalik badannya pura-pura beraktivitas, ada yang langsung pergi dan ada yang langsung mengangkat panggilan telepon.

Alvaro menatap Orin yang masih berdiri di tengah-tengah ruangan.

"Hehehe"

"Malah cengengesan, sana bantu yang lain"

"Siap!" Orin dengan cepat melarikan dirinya dari Alvaro.

Tak lama setelah itu perhatian semua dokter di ruang UGD terarahkan oleh suara mobil ambulans yang baru saja tiba, tak terkecuali Alvaro yang pandangannya tertuju pada Hanna yang baru saja masuk ke dalam UGD sambil mendorong ranjang pasien.

"Open fracture?" tanya Alvaro sambil membantuku mendorong ranjang pasien tersebut.

"Iya, di perjalanan tiba-tiba ga sadarkan diri dan detak jantungnya melemah"

"Ventricular fibrillation⁶, compression⁷"

Dengan cepat aku naik ke atas ranjang pasien dan melipat kakiku. Aku meletakkan kedua tanganku pada dada pasien tersebut sambil menekannya terus menerus menggunakan seluruh tenagaku sambil mengawasi kondisi pasien tersebut melalui patient monitor⁸.

"Please...please" ucapku terbata-bata sambil menekan dada pasien tersebut.

"Detak jantungnya kembali normal"

Ucapan Alvaro membuatku dapat bernafas lega, aku turun dari ranjang pasien tersebut sambil menghapus keringat pada wajahku.

"Siapkan ruang operasi" Alvaro memerintahkan salah satu perawat yang berada di sampingnya.

"Lo bisa mulai siap-siap" kini, ucapan Alvaro tertuju padaku.

"Tunggu, siapa yang bakal assist gue?" aku menahan lengan Alvaro sebelum ia berjalan keluar meninggalkan tempat itu.

"Gue" 


"Tangan lo udah cukup bersih, lo bisa angkat sekarang" ucap Alvaro yang sedang berada di scrub station yang sama denganku.

"Oh" 

"Hey"  Alvaro menatapku sebelum kami masuk ke dalam ruang operasi.

"Lo ga bisa memperpanjang umur pasien lo tapi lo bisa bantu dia menikmati sisa waktu hidupnya yang telah diberikan sama Tuhan. So, chill and do your best okay?

Aku membalasnya dengan anggukan pelan, cukup ku akui ucapan Alvaro dapat membuatku  sedikit lebih tenang. Kami pun berjalan masuk ke dalam ruang operasi dan disambut dengan aroma khas dari ruangan itu.

"Bisa kita mulai sekarang?" tanya Alvaro.

Aku menatap pasien yang terbaring di atas ranjang bedah lalu menatap Alvaro yang berdiri di hadapanku. Ia memberiku sebuah anggukan, aku menarik nafas panjang dan memulai operasi.

"Scalpel"

***

Operasi dapat dikatakan berjalan dengan baik. Sebuah nafas lega ku hembuskan setelah jahitan terakhir telah ku lakukan.

"Beri 1 gram Cefazolin setiap 6 jam sekali dan tolong hubungi saya jika ada yang terjadi"

"Baik" balas seorang perawat sambil mendorong ranjang pasien keluar.

"You've worked hard" ucap Alvaro sambil menepuk pundakku pelan dan berjalan melewatiku.

"Alva" panggilanku berhasil membuatnya berhenti melangkahkan kakinya. Ia membalik badannya, kembali menghadapku yang masih berdiri diam di lorong.

"Thank you"


¹keretakkan pada tulang dengan luka pada kulit
²kondisi patah tulang dengan luka lebih dari 1cm
³cairan kristaloid
⁴alat stabilisasi

⁵alat yang digunakan untuk membawa dan memindahkan pasien yang kesulitan untuk berjalan
⁶gangguan irama jantung 
⁷tahap menekan dada
⁸alat yang difungsikan untuk memonitor kondisi fisiologis pasien

LakunaWhere stories live. Discover now