Kapitel 4

12.1K 707 7
                                    

Tiga hari berlalu, keadaan di Medic Center pun semakin membaik. Jumlah pasien mulai berkurang dan kami pun mulai mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Tapi ada satu hal yang semakin memburuk,  aku dan Alvaro.

"Tolong panggil yang lain ya, kita briefing untuk hari ini" ucap Julian.

Alvaro yang saat itu baru memasuki ruangan pun langsung berdiri di samping Julian.

"Berhubung pasien di Medic Center sudah semakin berkurang, hari ini cukup beberapa dokter aja yang standby dan Hanna yang akan menjadi lead di Medic Center hari ini. Sisanya akan ikut ke lokasi yang berada dekat sini untuk memberikan check up bagi penduduk di sana"

"Silahkan menikmati makan siang kalian" Julian menutup pengumuman pada siang itu.

"Ke, gue balik ke tenda bentar ya. Nanti gue nyusul" Nike membalas ucapanku dengan anggukan.

Aku mengambil penlight yang sempat tertinggal di tenda serta memakai sunscreen sebelum kembali berjalan ke arah pantry. Siang itu, semua dokter sedang menikmati makan siang bersama-sama.  

"Na, sini" panggil Nike sambil menarik bangku yang masih kosong tepat di sampingnya.

Langkahku sempat terhenti saat aku melihat Alvaro yang saat itu sedang duduk pada posisi yang berhadapan denganku. Aku mengambil beberapa langkah maju dan meletakkan tray makananku pada tempat yang telah disisakan oleh Nike. Tepat pada saat itu juga, Alvaro mengangkat tray makanannya dan meninggalkan ruangan tersebut.

"Anak SD aja baikkan lebih cepet dari lo berdua" ucap Nike.

"I know" balasku sambil mengaduk sup yang ada pada mangkuk-ku.

"Mau seberapa lama lo aduk tuh sup ga bakal berubah jadi rendang" 

Ucapan Nike membuatku berhenti mengaduk sup tersebut dan akhirnya memasukkan se-sendok sup ke dalam mulutku.

Semua dokter yang ditugaskan untuk pergi ke lokasi sudah meninggalkan Medic Center. Begitu juga dengan Alvaro. Sejak hari itu, ia sama sekali tidak mengucapkan apa pun padaku. Aku pernah memulai pembicaraan terlebih dulu kepadanya tapi ia sama sekali tidak memberiku respon apa pun. Aku tau, ia melakukan itu semua untuk mengikuti ucapanku sore itu dan aku tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Alvaro.

***

"Nih minum dulu" ucap Julian sambil menyerahkan sebotol air putih kepada Alvaro.

"Thanks"

"Ada Hanna lo diem, ga ada Hanna juga diem. Sampe kapan lo bakal begini? gue berasa ngobrol sama tembok belakangan ini" 

"Sampai waktu yang tepat" 

"Gaya lo" 

Alvaro tersenyum tipis.

"Rumah di sana udah selesai di check up?" tanya Alvaro.

"Udah, tinggal rumah terakhir ini"

"Kalau gitu, biarin yang lain balik ke Medic Center dulu. Biar kita yang selesain ini, lagian juga langit udah mulai gelap"

"Siap, kalau gitu gue kasih tau yang lain dulu ya" balas Julian.

Sambil menunggu Julian, Alvaro memutuskan untuk mengunjungi rumah yang terakhir terlebih dahulu. 

"entschuldigen Sie mich¹" Alvaro mengetuk pintu rumah tersebut satu kali, dua kali, tiga kali dan tetap saja tidak ada yang membukakan pintu. 

"Ich bin hier, um nachzusehen²

Alvaro cukup yakin ada orang di dalam rumah tersebut, secara ada sepasang sepatu yang terletak tepat di depan pintu rumah tersebut. 

Dengan menggunakan tubuhnya, ia berhasil membuka pintu rumah tersebut secara paksa. Perlahan ia melangkah masuk ke dalam rumah tersebut dan menemukan seorang perempuan yang tidak sadarkan diri. 

"Frau, kannst du mich hören?³"

Alvaro mengambil penlight dari saku jas dokternya dan memeriksa bola mata wanita itu. Saat ia hendak memeriksa bagian perut wanita tersebut, ia dikejutkan oleh sebuah alat yang menempel pada perut wanita tersebut.

"Alva, dokter yang lainnya udah berangkat" 

Alvaro menatap Julian yang baru saja masuk ke dalam rumah tersebut dan menunjukkan apa yang dilihatnya barusan.

"Oh my..."

***

"Kak Hanna, mau jus ga?" tanya Orin sambil memegang dua botol jus jeruk.

"Boleh, makasi ya rin" aku mengambil sebotol jus jeruk dari tangan Orin.

"Orin kangen rumah deh kak" 

"Sama, gue juga" 

"Pulang dari sini, Orin mau langsung facial, creambath, pokoknya semuanya deh! Orin merasa banyak kotoran yang nempel sama Orin sejak di sini"

Aku hanya dapat menertawakan Orin yang saat itu sudah terlihat sangat bersemangat untuk pulang.

"Sabar ya rin, beberapa hari lagi"

Orin mengangguk dan meneguk jus jeruk yang ada di tangannya itu.

"Kasih gue satu kantong Saline dan Ambu bag" teriak Julian yang baru saja mencuri perhatian seisi Medic Center akibat suaranya yang cukup lantang.

"Ada apa?" tanyaku kepada Julian.

Julian terlihat panik, ia memejamkan matanya sambil mengatur nafasnya. 

"Alvaro... Alvaro nemuin pasien yang terdapat bom waktu terikat di tubuhnya"

Deggg

Rasanya jantungku baru saja jatuh.

"Ini satu kantong Saline dan Ambu bag nya" ucap seorang perawat sambil memberikannya kepada Julian.

"Terima kasih" Julian kembali berlari keluar Medic Center.

"Rin, gantiin gue ya" ucapku kepada Orin yang saat itu juga ikut terkejut mendengar ucapan Julian tadi.

"O...oke kak" ucap Orin.

"Astogeng, kenapa ini jadi kayak film yang Orin baru tonton minggu lalu"

Aku berlari keluar dari Medic Center, mengejar Julian yang baru saja hendak masuk ke dalam mobilnya.

"Gue ikut" ucapku.

"Na-"

"-apapun yang bakal lo ucapin abis ini, gue tetap akan ikut"


¹permisi
²aku di sini untuk melakukan check up
³apakah kau bisa mendengarku?




LakunaWhere stories live. Discover now