Kapitel 4.2

12K 681 0
                                    

"Udah siap?" tanya Alvaro

Aku mengangguk pelan.

Hari ini, kehadiran kami diperlukan oleh team kepolisian untuk ditanya lebih lanjut mengenai kejadian kemarin. Setelah memasuki kantor kepolisian, aku melihat beberapa pria dengan wajah menyeramkan. Mereka memberiku tatapan tajam, seolah-olah mereka siap untuk memangsaku.

Melihat ketegangan yang terdapat pada wajahku, Alvaro perlahan meraih tanganku dan memegangnya. Ia tidak melepasnya hingga kami duduk berhadapan dengan anggota kepolisian dan aku berinisiatif untuk melepasnya terlebih dahulu.

Selama proses wawancara berlangsung, Alvaro bantu menerjemahkan pertanyaan demi pertanyaan yang dituju padaku, begitu juga ketika aku memberi jawaban. Wawancara berlangsung selama 3 jam dan setelah cukup mendapatkan jawaban dari kami, akhirnya kami diperbolehkan untuk pulang.

Sebelum keluar dari tempat itu, aku tidak sengaja melihat seorang remaja yang sedang menunggu gilirannya untuk di wawancara. Terdapat luka goresan pada wajahnya.

"Tunggu sebentar" ucapku kepada Alvaro.

Aku menghampiri pria tersebut dan memberinya sebuah hansaplast yang baru saja aku keluarkan dari tas.

"Use this" ucapku kepadanya.

Ia tidak memberikan balasan apa-apa, bahkan ia sempat terlihat ragu untuk mengambilnya dari tanganku. Hingga akhirnya aku meletakannya pada tangannya.

***

"Eh kebetulan lo berdua udah balik, ada yang mau ketemu sama kalian" ucap Julian saat kami baru saja masuk ke dalam Medic Center.

"Sie sind hier¹"

Aku melihat gadis yang sama dengan yang kemarin. Ia terbaring di atas ranjang pasien dengan infus yang terpasang pada tangannya. Ada sebuah senyuman pada wajahnya, berbeda dengan wajahnya kemarin yang dipenuhi dengan ketakutan.

"Da Sie alle hier sind, möchte ich Ihnen danken²" ucap perempuan itu kepada kami bertiga.

"Ohne dich hätte ich nicht unbedingt die Chance, meine Augen zu öffnen³"

"Ich möchte mich auch für dieses Problem entschuldigen⁴" lanjut perempuan itu.

"Mach dir keine Vorwürfe, niemand will in dieser Position sein⁵" ucap Alvaro sambil tersenyum kepada perempuan itu, dilanjutkan dengan perempuan itu yang ikut tersenyum, begitu juga dengan Julian.

Aku menghampirinya dan memberikan sebuah pelukan. Aku berharap pelukanku itu dapat memberinya sedikit tenaga atas apa yang baru saja terjadi padanya.

"I didn't help much but,  I just want to say that you are a tough girl, you know that right?" ucapku, yang kemudian diterjemahi oleh Alvaro kepada gadis itu.

Ia mengangguk dan kembali memelukku.

Aku dan Julian terlebih dahulu keluar meninggalkan ruangan itu, sedangkan Alvaro berjalan di belakang kami.

"Ich hatte meine Augen geöffnet und sah ihn gestern vor dir weinen Ist sie deine Freundin?⁶" ucap gadis itu, membuat langkah kaki Alvaro terhenti.

"Umm-"

"dann hoffe ich, dass Sie sich weiterhin darum kümmern. Als hätte er Angst, dich gestern zu verlieren⁷"

Alvaro tersenyum tipis. Gadis ini tau banyak, pikirnya.

"ich werde⁸" ucap Alvaro.


"Gue ga kebayang gimana rasanya kalau gue ada di posisi gadis itu. Setiap hari dia harus berurusan sama laki-laki yang umurnya jauh diatasnya dan melakukan hal yang bahkan tidak diinginkan oleh dirinya sendiri, menyeramkan" ucapku.

Alvaro menghela nafas panjang.

"Begitulah, lo ga bisa berharap semua manusia bisa bertindak sesuai dengan apa yang menurut lo benar"

"Alva"

"Hm?"

"Gak semua cowo kayak gitu kan?"

Alvaro tertawa kecil sebelum membalas ucapanku.

"Gue ngak kok"

"Gue tau" balasku.


¹mereka sudah di sini
²karena kalian semua ada di sini, aku ingin mengucapkan terima kasih.
³tanpa kalian, aku belum tentu mendapatkan kesempatan untuk membuka kedua mataku.
⁴aku juga ingin minta maaf terkait masalah ini
⁵jangan menyalahkan diri anda sendiri, tidak ada yang ingin berada pada posisi tersebut.
aku sempat membuka kedua mataku dan melihatnya menangis di depanmu kemarinapakah dia pacarmu?
jika iya, aku harap kau terus menjaganya. Layaknya iayang takut kehilanganmu kemarin.
⁸saya akan

LakunaWhere stories live. Discover now