Si Jenius Satu

766 64 8
                                    


"Terkadang gue lupa, diatas langit masih ada gue."
Reyn Junanda -Renjun-

***

Triiiiingg'

Suara alarm memekakkan telinga langsung membangunkan pemilik kamar. Setelah mematikan benda berbunyi tersebut, pemuda itu bangun dari tidurnya. Tak sepenuhnya bangun, posisi duduk dengan mata setengah tertutup, menggaruk kepala yang tak gatal dan mengumpulkan nyawa yang masih tertinggal di alam mimpi.

04.30AM

Waktu yang tepat untuk bergelut dengan buku sebelum matahari menyapa dan suara-suara gaduh yang mengganggu nya.

Setelah mencuci muka, wajahnya terlihat lebih segar. Ia duduk di meja belajar nya, melihat jurnal kegiatan yang sudah ia buat agar waktunya terorganisir dan mulai membaca buku dengan ketebalan yang bisa membuat mu pusing jika tertimpa.

Selalu seperti ini setiap paginya. Dia tidak mau melewatkan ketenangan pagi dan otak yang masih fresh hanya untuk bergelut dengan selimut. Baginya, bergelut dengan tumpukan buku, deretan angka dan kata lebih menyenangkan.

Satu jam terasa sangat singkat dan dia tak akan menyadari jika tidak ada suara ketukan pintu yang menyadarkan nya. Tanpa menoleh pun dia sudah tau siapa yang masuk di kamarnya.

"Renjun, sayang, mandi dulu udah jam setengah enam. Mama masak makanan favorit kamu." Ucap Mama mengusak kepala sang putra.

"Hhmm," hanya gumaman respon yang ia berikan.
"Tanggung, Mah, setengah halaman lagi." Setelah Mama nya pergi di ikuti suara pintu yang tertutup, Renjun juga menutup buku dengan menyelipkan pembatas tepat di halaman terakhir yang ia baca.

Setelah mandi dan rapi dengan seragam sekolahnya, dia meraih tas dengan isi berbagai mapel pelajaran yang sudah disiapkan sejak semalam sebelum dia tidur.

"Mamaa kaos kaki aku yang satunya ngga ada!" Renjun mendengus mendengar teriakan sang adik tepat di sebelah kamarnya.

Membuka pintu sang adik, Renjun menyender di ambang pintu.
"Heh! Main buka aja! Ketuk dulu ngga bisa? Kalo aku lagi ngga pake baju gimana!?" Pekik sang adik yang sudah memakai atasan seragam namun masih memakai bawahan celana pendek rumahan. Rambutnya terlihat berantakan belum di sisir dan sepatu yang hanya terpasang di kaki kanannya saja.

"Bisa nggak, sehari aja kalo pagi ngga usah ribut?" Ucap Renjun tidak mempedulikan ocehan adik nya.

"Nggak bisa, udah rutinitas!" Pekik sang adik. Sebelum Renjun melontarkan kata, adiknya berseru lagi, "kaos kaki aku hilang!"

"Salah kamu taruh nya sembarangan, habis pulang sekolah sepatu taruh di rak, masukin kaos kaki nya juga. Jangan langsung nerobos, sepatu lepas sembarangan, kaos kaki lempar ke sembarang arah!" Pekik Renjun yang di respon ekspresi mengesalkan adiknya dengan meniru ucapannya tadi.

"Silih kimi sindiri tirihnyi--"

"Kamu dengerin kakak apa enggak!" Geram Renjun.

"Yashh.. Mami," respon adiknya santai dan berjalan keluar kamar menyenggol bahu Renjun yang menghalangi.

"Aku pinjem kaos kaki nya Kakak aja deh, aku masuk ya." Kata sang adik hendak meraih knop pintu kamar Renjun.

"Ngga boleh!" Tidak dihiraukan.

"HANAA!" Percuma. Sang adik sudah masuk dan Renjun yakin lemari khusus kaos kaki nya akan berantakan akibat ulah adiknya yang bar-bar.

Sarapan bersama di ruang makan keluarga Renjun berjalan dengan tenang. Hanya terdengar suara dentingan piring dan sendok yang beradu. Setelah Renjun menyelesaikan makanan nya, ia bersiap berangkat.

Perfecti[no]ism (REST)Where stories live. Discover now