-06-

214 33 4
                                    

Menjelang Ujian Semester.

Dimana para murid pintar harus menunjukkan eksistensinya, mereka belajar lebih keras menyiapkan waktu itu tiba.

Sama halnya dengan Jeno. Jadwal les yang seharusnya tiga kali dalam seminggu sekarang mejadi lima kali. Keinginan dan perintah dari Papa nya tentu saja.

"Bokap gua kagak terlalu mikirin, sih. Paling yang biasanya diem-diem bae sekarang nyuruh gua belajar. Nyuruh doang sekali, mau gue belajar apa kagak, udah lepas dia." Ucap Haechan membahas persiapan Ujian Semester. Dirinya sedang bersama Jeno dan Naja fokus dengan ponsel masing-masing memainkan game online.


"Kalau lu gimana, Ja?" Giliran Haechan bertanya pada teman sebrangnya.


"Gue?" Menunjuk dirinya sendiri, lalu tersenyum bangga. "Persiapan, persiapan. Naja Emir Alex Aksara bikin persiapan menjelang Ujian Semester bisa-bisa sekolah ini ngadain syukuran."


"Lo bener-bener nggak belajar selama Ujian, Ja?" Kali ini Jeno yang bertanya dan dijawab anggukan pasti. "Makanya rapot lo ada merah nya 3."


"Ya, terus? Baguslah ada merahnya di rapot gue, biar cerah. Nggak gelap gitu item semua, ada variasinya dikit, 'kek, satu dua."


Tolong beri Jeno secuil kebebasan yang temannya punya. Melihat hidup mereka yang tidak mendapatkan tekanan dari Papa nya membuat dia iri.


"Lu gimana? Cocok sama guru les baru nya?" Menyenggol lengan Jeno yang berada disebelah nya, Haechan akhirnya bertanya. Dia juga penasaran dengan guru Jeno kali ini.


"Gue cocok-cocok aja, orang nya bisa diajak santai. Tapi sekarang gue les sama dia hampir setiap weekdays. Belom lagi sampai rumah gue harus tetep belajar kalau nggak Papa gue marah."


"Lo nggak ada niatan kabur aja gitu, Jen?"


Naja bukan orang yang tepat jika ingin memberikan nasihat atau solusi. Itu poin penting.



___




Sampai rumahnya, Jeno dikejutkan oleh kedatangan guru les nya, Kak Kun. Seharusnya dia datang agak petang, kenapa sudah datang sekarang.


Lalu muncul sosok Papanya, "Jam les kamu sama Kun dipercepat sekarang, Papa beri kamu waktu setengah jam buat ganti baju dan makan. Jangan sampai telat atau kamu tau sendiri akibatnya."


"Saya santai, Tuan. Biar Jeno beristirahat sebentar. Dia pasti lelah pulang dari sekolah." Ucap Kun seramah mungkin.


"Saya sengaja undang kamu datang agar Jeno belajar sekarang, ngerti. Tugas kamu tes dia, pelajaran apa yang anak itu pelajari di sekolah hari ini sebelum les mu di mulai." Menatap jam tangan nya sekilas, "biar nanti saat petang giliran saya ngetes dia, pelajaran apa yang dia dapat dari les kamu tadi."



Jeno terdiam ditempat, neraka benar-benar sudah menunggunya. Membayangkan apa yang akan dia jalani nanti sudah membuat kepalanya berdenyut.


"Waktu kamu tinggal 27 menit 9 detik. Kenapa masih diam disitu kayak orang bodoh?" Mendengar peringatan ayahnya, Jeno kembali pada kesadarannya dan segera bergegas menuju kamar.


Kun hanya bisa diam memandang sedih anak itu. Wajahnya terlihat lelah dan butuh istirahat. Seandainya mereka sedang belajar di luar, Kun akan membiarkan anak itu istirahat tanpa menerima materi les darinya. Kun akui dirinya mendapat gaji buta karena sering tidak mengajar Jeno. Tapi Kun bertindak seperti itu semata-mata untuk anak didiknya. Kun sangat iba melihat tekanan yang didapatkan Jeno.



Perfecti[no]ism (REST)Where stories live. Discover now