-01-

339 50 9
                                    

Hari ini seharusnya menjadi hari yang biasa saja sebelum salah satu guru mengadakan Ulangan dadakan. Dua jam pelajaran digunakan sebagai belajar di jam pertama dan ulangan di jam terakhir.

Seluruh siswa sibuk menghafal rumus materi yang diyakini akan keluar, ah, tidak seluruhnya.
Disaat seisi kelas dirundung kepanikan, Renjun satu-satunya siswa yang terlewat santai.
Bukannya belajar untuk materi Ulangan nanti, ia justru sibuk membaca buku tebal diluar pelajaran tersebut.

Berbeda dengan teman sebangkunya, Jislia.
Perempuan yang selalu bersama Renjun. Temanya semasa kecil hingga sekarang. Renjun orang yang apatis, tapi tidak jika dengan Lia.  Renjun orang yang sarkas, tapi tidak pernah mengolok Lia.

"Renjun, aku harus ngapain?!" Sedari tadi Lia membuka lembaran buku milik Renjun yang sudah berhias beragam warna stabilo.

"Lo pahami yang udah gue beri tanda. Seharusnya nanti yang keluar nggak jauh-jauh dari itu." Jawab Renjun membuka kembali lembaran yang ia maksud. Sebelumnya, Renjun sudah membuka bukunya di halaman 23, entah kenapa Lia terus membuka hingga ke halaman 57.

"Astaga ini apaa." Lia menatap nanar deretan rumus dengan berbagai warna yang sudah ditandai Renjun. Dengan adanya tanda stabilo disana seharusnya membuat gadis berwajah cantik itu lebih mudah mempelajarinya.
Renjun sudah menandai bagian yang penting dan poin-poin nya saja. Tapi entah kenapa, otak Lia justru membayangkan pelangi di buku Renjun yang penuh warna lalu deretan rumus adalah burung-burung yang beterbangan diantara awan.

Imajinasinya tinggi sekali.

"Nanti Lia liat punya Renjun, deh." Final Lia menutup buku milik teman sebangkunya, siswa paling pintar seangkatan. Memang hampir selalu seperti itu, Lia yang bergantung dengan Renjun. Apapun tugas Lia, selalu ada campur tangan Renjun disana.

Bel berbunyi dan seluruh siswa memasukkan buku-buku yang masih berada diatas meja. Hanya alat tulis yang diperbolehkan berada disana.

Guru memasuki ruangan bersama lembaran soal Ulangan yang akan mereka kerjakan nanti.
"Semuanya berdiri, saat ulangan berlangsung tempat duduk kalian di acak sesuai nomor absen."

Sontak kelas yang mulanya hening menjadi riuh, Lia yang mendengar penuturan guru tersebut langsung terkejut. Keduanya saling bertatapan, Renjun tidak panik karena duduknya akan dipindah, ditempatkan dibangku manapun tidak masalah baginya. Tapi beda cerita dengan Lia, yang biasanya dia hanya menyalin hasil jawaban Renjun sekarang dia harus berpikir sendiri.

"Dari absen pertama diurutan meja paling depan sampai absen terakhir di meja paling belakang. Silakan pindah mulai sekarang." Nama Lia yang diawali dengan huruf 'J' sedangkan Renjun 'R' sudah pasti tempat duduk mereka akan berjauhan.

"Kayaknya bakal ikutan remidial deh aku." Ucap Lia bergegas menuju tempat duduknya selama ulangan berlangsung.

"Tadi kan udah sempet belajar." Renjun juga bersiap menuju tempat duduknya.

"Blur, Renjun. Ngga ada yang masuk dikepala aku."

"Nggak usah panik. Pahami soal nya, kalau tetep nggak bisa jawab, jangan biarin lembar jawaban lo kosong. Tulis di ketahui, liat di soal nya. Lalu ditanya lo tulis apa yang soal itu minta. Se enggak nya, lo tulis itu udah dapet poin. Intinya jangan sampai kosong." Jelas Renjun sebelum mereka sama-sama duduk dibangku yang sudah ditetapkan.

Seperti yang Renjun harapkan, soal yang keluar menggunakan rumus dari buku yang sudah Renjun tandai. Benar-benar hampir sama hanya angka nya yang diganti. Renjun mencebik, mentang-mentang ulangan dadakan, apakah soalnya harus semudah ini?

Kurang dari 10 menit, Renjun sudah menyelesaikan setengah dari jumlah soal tersebut. Suara bisikan dari temannya sengaja diabaikan.
Berkali-kali dia dipanggil oleh orang yang berbeda, namun Renjun tetap fokus pada soal dihadapan nya.

Pura-pura tuli selama ulangan berlangsung.

Benar-benar manusia biadab.

Pikir orang-orang disekitarnya, pemikiran orang pintar dan belum pintar memang sering bertolak belakang.

Dia sibuk menghitung padahal soal tersebut sudah dia jawab beberapa menit yang lalu. Lebih baik mengecek ulang hasilnya daripada meladeni panggilan orang-orang yang ingin meminta sontekan.

Setelah dirasa jawabannya benar, Renjun merapikan alat tulisnya.
Dia melirik tempat dimana Lia duduk. Renjun melihat Lia sedang berjuang menyalin hasil jawaban dari teman di depannya. Menyontek yang sangat tidak etis, Lia menarik rambut lelaki di depannya agar dia sedikit mendekatkan hasil jawabannya.

Suaranya tidak terdengar, namun Renjun bisa membaca jika Lia menggerutu dan berucap 'nggak keliatan' tarikan rambut Lia semakin brutal dan lelaki di depannya panik jika mereka ketahuan. Alhasil, lelaki tersebut menjauhkan kursinya dan badannya ia tempelkan di meja.
Membuat jarak sejauh mungkin agar Lia tidak bisa menggapai lelaki berbibir tebal tersebut. Mengetahui hal itu Lia menendang kursi lelaki itu dan kembali mencari mangsa selanjutnya. Benar-benar tidak tahu terimakasih.

Pandangan mereka bertemu, Renjun mengembuskan napas.
Padahal yang Lia baca sebelum ulangan tadi 100 persen keluar semua tapi kenapa tetap saja gadis itu kesulitan. Lia yang dipandang Renjun memberi isyarat bahwa semua baik-baik saja. Dengan menyengir dan membentuk isyarat oke menggunakan jari, Lia mempersilakan Renjun menumpuk hasil ulangan nya dan dia kembali fokus ke soal yang baru ia jawab dua. Itu saja berkat lelaki yang menjadi korban jambakan Lia tadi.

"Pura-pura budeg, gua sumpahin kuping lu ilang, serius gua." Gerutu teman sekelasnya saat Renjun berjalan menuju meja guru menumpuk hasil ulangan.

Respon Renjun, lelaki itu sengaja mengimbaskan lembar jawaban diwajah nya pelan. Apakah ucapan temannya tadi perlu digubris? Renjun tidak sepeduli itu. Mereka hanya orang yang sirik atas apa yang dia punya.

***


Kalian punya teman modelan Renjun di sekolah?

Mau kalian apain? :)

Semarang, 24 Maret 2020
P

ublished : 4 April 2020

Perfecti[no]ism (REST)Where stories live. Discover now