-12-

220 33 17
                                    

Pengumuman hasil Ujian Semester sudah dikeluarkan sekolah, banyak siswa berbondong-bondong menuju mading utama untuk melihat hasil tersebut.

Dan nampaknya sekolah tak perlu mengganti foto siswa teladan, karena tidak ada yang berubah dari posisi satu dan dua.

"Renjun, kamu peringkat satu paralel lagi. Selamat, ya." Ucap Jislia setelah melihat hasil di papan mading.

Renjun tersenyum bangga, bukan hal baru dia menjadi yang terbaik, bukan?
Dirinya terbiasa dengan hal itu. "Kedua siapa?"

"Arjeno Dirgantara." Jawab Jislia diangguki Renjun singkat.

"Lo sendiri peringkat berapa?" Mendengar pertanyaan dari Renjun, Jislia mengangkat bahu acuh.

Dirinya sengaja tidak melihat namanya diurutan ke berapa, terlalu dibawah dan dia malas untuk mencari. Tujuannya ke papan mading hanya melihat urutan teratas memastikan apakah posisi Renjun terlengser atau tidak. Setelah tujuannya selesai, dia langsung pergi menjauhi kerumunan itu.

"Nanti traktir aku, dong."

"Hmnn, gampang."

___



Jangan tanya suasana hati Jeno sekarang. Rasanya dia tidak ingin pulang kerumah. Setelah jam pelajaran usai, tanpa menunggu Nata atau siapapun dirinya bergegas meninggalkan sekolah dan mengayuh sepeda nya cepat.

Bukan arah pulang yang ia tuju, dia mengayuh ke sembarang arah tak menentu. Dia hanya ingin mengulur waktu. Sampai dirumah awal atau terlambat hari ini, dirinya sudah pasti mendapat hukuman.

Dia lagi lagi tidak bisa memenuhi kemauan papa nya. Rotan, ganggang sapu, ikat pinggang, apalagi kali ini?

Dia harus apa?

Mengaktifkan ponselnya, dia menelpon seseorang.


"Iya, sayang?"

"Kenapa jam segini belum sampai rumah?"


"Ma..."

"Aku gagal"

"Nak..."

"Tenang, nggak apa-apa. Biar nanti Mama yang bicara sama Papa kamu."

"Jeno takut, Ma."

"Pulang, Nak."

"Kamu pasti laper, Mama buatin makanan kesukaan kamu."

.
.

Jeno sampai dirumah agak petang dari biasanya. Mamanya sudah menunggu di kursi depan rumah. Senyum hangat menyambut Jeno yang sedang dilanda rasa gugup dan takut. Mama mengambil alih tas punggung Jeno dan menggandeng sang putra masuk kedalam.

"Papa mu lagi dinas diluar kota, hari ini dia nggak pulang." Jelas Mamanya dan direspon hembusan napas lega oleh Jeno. Hukuman nya sedikit ditunda.

"Jadi, besok seremoni penghargaan siswa teladan, siapa yang datang?"

"Mama, dong."

"Gimana pas papa pulang nanti?" Topik Jeno kembali ke papanya, "Jeno takut, Ma."

"Ada Mama, nak. Jangan khawatir." Padahal, dalam hati Mama Jeno dia juga sangat takut saat suami nya datang dan mendengar jika putranya masih berada di peringkat dua.

Perfecti[no]ism (REST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang