-03-

263 38 25
                                    

"Terus yang ini caranya gimana?"


"Astaga, Lia. Ini udah ke empat kalinya gue ngulang. Sekali lagi dapet piring." Namun begitu, Renjun tetap mengulang penjelasan kepada Jislia.

Setelah Lia fokus pada latihan soal yang diberikan Renjun, lelaki itu kembali fokus juga dengan buku tebal dihadapan nya. Targetnya, Renjun harus menyelesaikan membaca buku itu sebelum sore agar malam nya dia bisa membuat referensi dari buku tersebut.

Selalu seperti itu saat Renjun menyelesaikan bacaan nya. Ia membuat referensi dari hasil buku yang dia membaca. Membaca membuat dia mengetahui hal baru, lalu menulis membuat dia mengingat apa yang ia ketahui.

"Renjun, kasih aku piring." Renjun menghela napas mendengarnya. Sepertinya dia harus menunda targetnya.


---



'Pulang sekolah nanti Papa jemput. Papa antar bertemu guru les baru mu. Dia lulusan terbaik di Universitas nya, kalau nilai kamu belum naik juga setelah ini, yang bermasalah berarti otak kamu.'


Jeno membaca pesan yang baru saja masuk. Entah sudah kali keberapa Papa nya mengganti guru les.

"Kenapa, Jen?" Melihat raut muka teman sebangkunya yang suram, Haechan menebak pasti karena Papa teman itu. Mengenal sejak kali pertama masuk sekolah hingga sekarang membuat Haechan paham keluh kesah Jeno.

"Pulang nanti Papa gue jemput. Kita bakal ketemu sama guru les baru."

"Eh buset, guru les lu gonta ganti aja setiap bulan kayaknya dah, itu guru les apa masa tenggang kuota?"

"Gue capek kalau harus beradaptasi lagi." Keluh Jeno, setiap berganti guru dia harus beradaptasi dengan cara mengajar guru tersebut. Jika sudah merasa nyaman sang Papa menggantinya karena hasil Jeno tidak memuaskan.

"Yaudah kaga usah dibuat beban aja, ntar juga bulan depan guru lu ganti lagi." Saran pria berpipi gembil itu.

"Lo tau bokap gue gimana, Chan."

---



"Jadi, nama yang gue sebutin tadi remidi, ya." Ucap sekertaris didepan kelas. "Kerjain soal yang nanti gue bagi, berhubung jam ini kosong jadi buat ngerjain remidial dan dikumpulin sebelum bel istirahat."


Nama Jislia sudah pasti disebut. Dirinya hanya mengerjakan kurang dari setengah soal Ulangan kemarin dan itu saja belum tentu benar.

Lia memandang lembaran kertas soal remidial di depannya.
Nama-nama yang disebut tadi sudah membentuk gerombolan untuk menyelesaikan bersama.
Renjun-nya sedang berada di toilet dan sedari tadi belum kembali. Lia menebak pasti Renjun berbalik ke Perpustakaan atau berbincang dengan guru mengenai pelajaran daripada kembali ke kelas yang sedang jam kosong dan suasana yang riuh tak terkendali.

Lia melirik jam dinding, kurang setengah jam lagi sebelum soal dikumpulkan dan Renjun belum datang. Wanita itu mendekat kearah gerombolan tersebut, dia tidak bisa mengerjakan soal itu sendiri.

"Aku boleh gabung, nggak?"

Gerombolan tersebut seketika diam, tidak ada respon dari mereka sebelum satu wanita menyaut, "lo gabung juga ngga bakal ikut mikir."

Lia menggigit pipi dalamnya,

Benar juga.


"Kemana kamus berjalan lo, dari dulu juga lo bergantung kan sama si Renjun. Liat diri lo sekarang, nggak ada dia sebentar aja makin keliatan se nggak berguna nya lo hidup." Lanjut wanita tersebut.

"Kerjain soalnya sendiri, gampang kok. Soal kayak gini aja lo nggak bisa jawab apalagi ntar kalau ujian." Hampir saja wanita itu hendak menyaut lagi, namun ucapannya tertahan oleh kedatangan seseorang.



"Sama-sama ikut remidi, gayanya nggak usah selangit" Ucap Renjun yang baru saja masuk kedalam kelas.

"Ranya, lo punya paras yang cantik, tapi enggak dengan mulut dan otak lo." Menggandeng tangan Lia, lelaki itu menuju ketempat duduk mereka.


"Soal kayak gini aja masih remidi." Renjun melihat lembar soal remidial di tangan Lia.
"Mana gayanya sok-sok an udah kayak yang paling pinter lagi." Bicaranya tidak keras, namun masih bisa terdengar sampai ke seluruh gerombolan tersebut.

"Renjun..., udah jangan marah terus. Nanti kamu capek." Ucap Lia sambil menopang dagu melihat raut kesal Renjun yang sedang menyelesaikan lembaran miliknya.



Bel pulang sekolah, Renjun bergegas merapikan alat tulisnya dan beranjak pulang. Jislia tiba-tiba langsung pergi terburu-buru, hendak ke toilet katanya.



Ditengah perjalanan keduanya bertemu. "Lo cuci muka?" Renjun melihat wajah Lia yang basah. Tidak biasanya wanita itu mencuci muka saat pulang sekolah. Apalagi seperti nya dia mencuci muka dengan sabun terlihat dari air yang bersibar hingga ke seragam.

"Tadi make up aku tebel banget, ya?"

"Kenapa?"

Wanita itu menggeleng, "nggak apa-apa."

"Kenapa!?" Ulang Renjun.

"Ada yang bilang make up ku kayak janda nggak laku." Jujur Lia.

"Siapa yang bilang gitu, Ranya, ya?" Tebak Renjun.

"Bukan!" Renjun mengernyit tidak percaya, "demi apapun bukan dia." Elak Lia menyakinkan.

"Terus siapa?"

"Ada orang."

"Siapa, Lia?!"

"Renjun jangan tanya terus, aku nggak mau jawab." Lia tetap tidak mau menjawab siapa orang yang berbicara seperti itu kepadanya.

Menghembuskan napas kasar, Renjun mengalah, "nggak usah di ambil hati. Orang itu cuma iri soalnya dia jelek."

"Artinya aku cantik, ya, ahh... makasih Injunnie." Lia bergelayut di lengan Renjun menampakkan senyumnya. Sepertinya dia sudah melupakan lontaran perkataan yang membuat dirinya sakit hati hanya karena pujian singkat dari seorang lelaki congkak seperti Renjun.

"Lo juga nggak usah besar kepala gitu, awas gue mau pulang." Menepis gelayutan Lia, Renjun meninggalkan wanita itu yang masih tersenyum-senyum.


Saat Renjun sudah tak terlihat, raut mukanya kembali murung.
Perkataan tadi kembali terngiang, jari lentiknya menyentuh bibir dan mengaca di layar ponsel.
Apakah dandanannya tadi terlalu mencolok, dia hanya memakai lip blam berwarna natural dan bedak tabur bayi.

Lia tidak mau memberi tahu siapa orang tersebut karena dia tidak mau Renjun menyimpan dengki pada guru pelajaran favorit nya.





Plakk

Tamparan keras dari sang Ayah mengayun bebas di pipi Jeno. Seketika telinganya berdengung diikuti rasa dingin lalu panas ditempat tamparan tersebut.

Dirinya masih di parkir an sekolah, tempatnya sepi karena Papanya memarkirkan mobil di tempat khusus tamu.

Seragamnya diremat, "kapan kamu bisa bikin Papa bangga, hah!" Geram sang Papa.

Entah tahu darimana Papa nya tahu Jeno mendapat nilai 87 di Ulangan nya kemarin. Mungkin ini sebabnya dia harus berganti guru les.






---





"Yah, Mama nemu ini di kamar Renjun."




***





Aku memberi kalian kebebasan dalam berimajinasi membayangkan tokoh lain yang enggak aku resmi kan visualnya.

Misal tokoh Jislia atau Nata.
Walaupun secara pribadi aku punya role model nya, tapi aku khawatir kalian nggak cocok.

Kalau boleh tau, selama ini kalian bayangin tokoh Lia dan Nata itu siapa?






Semarang, 25 Maret 2020
Published : 11 April 2020

Perfecti[no]ism (REST)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora