-09-

190 26 4
                                    


Memang bukan pertunjukan yang besar. Masih dalam satu lingkup dance dan pesertanya hanya murid-murid didalam sana.



Pertunjukan ini diadakan untuk memperlihatkan kemampuan masing-masing selama mengikuti kelas dance, lalu yang terbaik akan diajukan sebagai perwakilan peserta lomba ditingkat yang lebih besar. Itu sebabnya mereka akan menunjukkan hasil yang terbaik agar menjadi yang terbaik.



"Kita bakal lolos kan, Ji?" Dirinya dan Jingga sudah berlatih cukup ekstra mempersiapkan hari ini tiba, Hana hanya khawatir apa yang mereka persiapkan belum cukup.



Anggukan mantap dilakukan Jingga sebagai jawaban. "Kita udah berusaha semaksimal mungkin, kita pasti bisa."




"Gimana kalau kita gagal?"




"Setidaknya kita pernah nyoba." Jingga menghela napas dan menatap partner dance nya, "ketika kita salah, kita jadi tahu mana yang bener. Sama kayak kalau kita gagal, kita jadi tahu apa yang kurang dari kita." Kedua obsidian saling bertemu menyalurkan senyum dan saling meyakinkan satu sama lain.





Pernyataan Jingga membuat Hana merasa lebih baik dari sebelumnya. "Nanti kamu yang dateng siapa aja, Ji?" Jingga menoleh mendengar pertanyaan Hana yang sedang sibuk dengan sepatunya.





Hanya gelengan respon Jingga, "kalau kamu?"





"Ayah aku udah bilang dia nggak bisa dateng karena ada jadwal pasien operasi, Mama dateng dan kakak aku...,"





"Kakak kamu?" Ulang Jingga saat Hana terdiam cukup lama.





"Nggak tau, dia sibuk belajar soalnya lagi Ujian semester. Tapi kata kakak aku yang satunya, dia bakal dateng sama Kak Renjun. Tapi aku ragu, Kak Renjun mana mau buang-buang waktu buat dateng ke acara kayak gini. Hidupnya nggak bisa jauh sama belajar." Tak menampik fakta bahwa Hana berharap kakaknya datang menyaksikan penampilan yang sudah dia siapkan.


"Kadang aku pengen banget bakar semua buku dia biar nggak jadi manusia yang sibuk sama kertas-kertas dan nggak menghiraukan keluarga nya." Lanjut Hana.






Jingga hanya bergeming mendengar perkataan Hana, dia tidak tahu harus menanggapi seperti apa.




"Kok kamu nggak ada yang dateng?"





"Papa aku lagi nggak ada di Indonesia, dia punya keperluan diluar negeri. Mama aku..., dia lagi sakit dan nggak mungkin bisa dateng." Air muka Jingga sedikit berubah saat menjawab.





"Astaga, Mama kamu sakit apa? Parah, nggak?" Jingga mengangguk sebagai respon.





"Aku nggak terlalu paham sakit apa, tapi dia belum bangun dari masa kritis nya."





"Oh my God, Jingga. Lekas sembuh buat Mama mu."





"Makasih. Jadi kamu nggak usah sedih kalau nanti Kak Renjun nggak datang. Masih ada Mama kamu, kan. Daripada aku nggak ada yang datang sama sekali."





"Kamu bisa anggap Mama aku adalah Mama kamu juga. Anggap aja dia lagi bangga liat anaknya tampil."





Jingga bergeming. Mendekati Hana, lalu bersimpuh dihadapan nya. Tangannya terulur membantu Hana menali sepatunya. "E-eh nggak usah, a-aku bisa send-"


"Makasih sekali lagi, aku jadi nyesel kenapa kita nggak deket dari dulu." Potong Jingga setelah selesai dengan urusan sepatu Hana. Mengusak rambut Hana singkat dan memamerkan senyum manis, "ayo kita siap-siap. Jangan buat mereka yang datang kecewa."





Perfecti[no]ism (REST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang