-04.0-

231 39 6
                                    


Chapter ini saya dedikasi kan untuk salah satu teman saya yang bernama Fene.


***



Renjun fokus di meja belajar nya, bukan sedang membuat referensi seperti apa yang sudah dia targetkan tapi dia sedang membuat lukisan di Ipad nya.

Bermodal dari melihat tutorial di you tube, dia langsung mempraktekkan nya. Sebenarnya, pria yang mempunyai tanda lahir di punggung tangan nya itu tertarik dengan hal berbau seni, namun tidak ia tekuni.

Dia lebih memilih menekuni ilmu sains agar kelak impiannya menjadi dokter lebih mudah terwujud.

Sadar atau tidak, Renjun merasa lebih tenang dan bebas ketika sedang melukis. Dirinya suka dengan apa yang sedang dia geluti sekarang, menyelesaikan membaca bertumpuk-tumpuk buku, deretan angka dan ratusan soal pelajaran yang juga dia selesaikan, dia bangga atas apa yang dia lalui hingga saat ini.

Renjun melakukan apa yang dia mau. Semua yang ia lalui, bukan dari paksaan orang lain. Dia juga bangga atas apa yang sudah ia dapatkan ketika menjadi seorang yang ambisius. Tapi, kenapa saat dia memainkan kuasnya di kanvas, menggoreskan pensil di atas kertas, menyalurkan imajinasinya disana, Renjun merasakan perasaan yang tidak bisa dia dapatkan ketika bergelut dengan angka dan kata.




---




"Kamu suka melukis, ya, Kak?" Tanya Ayah nya tiba-tiba.

"Ayah tau dari mana?" Renjun yang sedang membaca buku mengernyit.

"Kata Mama, dia sering nemu coretan gambar kamu waktu lagi ke kamar mu." Renjun hanya ber o ria.

"Ayah punya kenalan seniman, kita bisa mampir kesana kalau kamu tertarik." Tawar Ayah.

"Aku cuma iseng aja, kok. Aku nggak minat menekuni dunia seni, Yah." Ujar Renjun yang masih setia membaca buku nya.

"Loh kenapa? Gambar kamu bagus-bagus. Ayah aja sampe nggak nyangka kamu yang gambar."

"Aku mau makan apa kalau jadi seniman atau sekedar pelukis kelak?" Kali ini dia menutup buku dan memandang Ayahnya, "profesi itu nggak menjamin, Yah. Aku mau jadi dokter kayak Ayah."

Dengan berakhirnya perbincangan Ayah anak itu, sang Ayah tambah yakin ingin mempertemukan anak sulung nya dengan seseorang yang ia kenal.







"Yah, Mama nemu ini di kamar Renjun."

"Apa, Ma?" Lalu Mama menyerahkan beberapa lembaran sedikit usang, lukisan-lukisan yang Renjun buat selama ini. Tanpa ada yang menyadari.

Bukan lukisan yang luar biasa indah, namun tetap mengejutkan sang orang tua bahwa semua itu karya si sulung yang biasanya hanya fokus pada buku pelajaran.

"Ayah kira Renjun cuma orang ambis yang nggak bakal punya ketertarikan sama hal berbau seni." Ayah Renjun mengutarakan pemikiran nya yang salah selama ini.

"Mama kira juga gitu."

"Tapi bagus, Ayah malah seneng tahu hal ini. Selama ini Renjun terlalu berlebihan belajar, nggak baik juga, kan. Ayah mau temuin dia sama salah satu teman seniman yang Ayah kenal. Dia harus refreshing biar nggak melulu fokus sama pelajaran." Usul yang Ayah yang disetujui oleh Mama.



___



Disini lah Renjun sekarang, bersama Ayah dan adiknya. Bertemu salah satu teman Ayah yang berprofesi sebagai seniman.

Perfecti[no]ism (REST)Where stories live. Discover now